Mohon tunggu...
abdullah vicky firmansyah
abdullah vicky firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA Prodi Hukum Ekonomi Syariah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Nenek Minah dalam Positivisme Hukum

2 Oktober 2024   16:25 Diperbarui: 2 Oktober 2024   16:33 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

kasus menimpa seorang wanita tua bernama Minah,warga Banyumas,Jawa Tengah,yang dituduh mencuri 3 buah kakao dari Perkebunan Rumpun Sari Antan (RSA).Peristiwa ini terjadi pada tahun 2009 silam ketika Nenek Minah menunaikan pekerjaannya memanen kedelai di Perkebunan RSA.Kasus ini bermula ketika Nenek Minah mendapati 3 buah kakao di atas pohon perkebunan tempatnya bekerja yang terlihat nampak matang.Maksud hati Nenek berusia 55 tahun ketika itu ialah memetik untuk disemai sebagai bibit pada tanah garapannya.Lalu,dia lantas meletakkan kakao di bawah pohon dimaksud.Tak lama kemudian,mandor kakao perkebunan menegur Nenek Minah lantaran 3 buah kakao yang nampak tergeletak di bawah pohon.Tak mengelak dari perbuatannya,Nenek Minah mengaku dan memohon maaf kepada mandor dan menyerahkan kembali ketiga kakao itu.Sekitar seminggu kemudian,Nenek Minah menerima surat panggilan dari kepolisian atas dugaan pencurian.Pemeriksaan berlangsung sampai akhirnya kasus ini bergulir ke meja hijau di Pengadilan Negeri Purwokerto. Nenek Minah dalam persidangan itu seperti ramai diberitakan berbagai media tidak didampingi penasihat hukum berakhir didakwa atas pencurian (Pasal 362 KUHP) terhadap 3 buah kakao seberat 3 kilogram dengan perhitungan harga Rp 2.000 per kilogram.Alhasil, Majelis Hakim PN Purwokerto saat itu memutuskan Nenek Minah dijatuhi hukuman 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan 3 bulan. Persidangan Perkara No. 247/PID.B/2009/PN.Pwt ini ramai dibincangkan dan menyita perhatian publik lantaran kasus kecil tetap diproses hukum hingga ke meja hijau (pengadilan). Sampai-sampai Ketua Majelis Hakim meneteskan air mata saat membacakan vonis sang petani berumur itu.Kasus pencurian 3 kakao dengan terdakwa Nenek Minah yang tertuang dalam Putusan No.247/PID.B/2009/PN.Pwt itu menjadi referensi Jaksa Agung ataupun Kapolri hingga menggaungkan penerapan restorative justice dalam berbagai kasus. 

KAIDAH HUKUM

Dalam kasus Nenek Minah yang mencuri biji kakao,terdapat 7 kaidah hukum yang bisa dianalisis.Berikut ini adalah beberapa kaidah yang relevan:
1.  Asas Legalitas.

Dalam hukum pidana, tindakan yang dianggap sebagai kejahatan harus diatur dalam undang-undang.Kita perlu memeriksa apakah pencurian biji kakao diatur dalam hukum positif yang berlaku.
2.  Definisi Pencurian.

Menurut KUHP, pencurian adalah mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum.Kita perlu melihat apakah tindakan Nenek Minah memenuhi unsur-unsur pencurian.
3.  Unsur Unsur Tindak Pidana.
 - Subjekti : Nenek Minah harus memiliki niat (mens rea) untuk mencuri.
 - Objektif : Harus ada tindakan mengambil barang milik orang lain (actus reus).
4.  Pertanggungjawaban Pidana.

Dalam hukum pidana,ada prinsip bahwa seseorang hanya dapat dimintakan pertanggungjawaban jika ia memenuhi syarat-syarat tertentu,termasuk kecukupan usia dan kondisi mental.
5.  Hukum Pidana Subsider.

Jika Nenek Minah memiliki alasan yang sah (misalnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup),ini dapat mempengaruhi keputusan hukum,termasuk pertimbangan untuk mengurangi sanksi.
6.  Pemberian Sanksi.

Jika terbukti bersalah,pengadilan harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia,kondisi ekonomi,dan niat baik Nenek Minah saat memutuskan sanksi.
7.  Alternatif Penyelesaian.

 Dalam beberapa kasus, ada opsi untuk penyelesaian di luar pengadilan, seperti mediasi atau restorative justice, yang mungkin lebih sesuai untuk kasus dengan pelaku berusia lanjut dan kondisi ekonomi yang sulit.
demikian kaidah hukum yang terdapat pada kasus nenek minah.

NORMA HUKUM

Dalam kasus Nenek Minah yang mencuri biji kakao,Ada 6 norma hukum yang dapat diterapkan yaitu:
1. Norma Pidana.
 - Pencurian : Menurut KUHP,pencurian adalah mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum. Ini menjadi norma dasar yang mendasari tindakan Nenek Minah.
2. Norma Perlindungan
 - Perlindungan terhadap perempuan dan lanjut usia : Terdapat norma-norma hukum yang memberikan perhatian khusus kepada perempuan dan orang tua,yang mungkin mempengaruhi cara kasus ini ditangani.
3. Norma Keadilan.
 - Asas proporsionalitas : Sanksi harus proporsional dengan tindakan yang dilakukan,mempertimbangkan keadaan Nenek Minah,seperti usia dan kondisi ekonomi.
4. Norma Sosial.
 - Asas kemanusiaan : Dalam hukum pidana,terdapat pertimbangan kemanusiaan yang dapat mempengaruhi keputusan,terutama bagi pelaku yang melakukan tindakan karena kebutuhan mendesak.
5. Norma Mediasi.
 - Penyelesaian di luar pengadilan : Norma yang mendukung mediasi atau restorative justice sebagai alternatif penyelesaian konflik,terutama untuk kasus-kasus ringan.
6. Norma Hukum Administratif.
 - Peraturan daerah : Jika ada peraturan daerah yang mengatur tentang pencurian atau aspek terkait lainnya yang mungkin berpengaruh pada kasus ini.
norma diatas ini merupakan fakta dari kasus yang ada sesuai spesifik dalam penerapanya.

ATURAN HUKUM TERKAIT MASALAH DI ATAS

Dalam kasus Nenek Minah yang mencuri biji kakao,ada 7 hukum yang dapat terkait adalah:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) : Mengatur tentang tindak pidana,termasuk pencurian.
2. Undang-Undang Perlindungan Anak dan Perempuan : Jika ada unsur perlindungan bagi Nenek Minah sebagai perempuan yang mungkin berusia lanjut atau rentan.
3. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana : Mengatur prosedur penanganan kasus pidana,termasuk hak-hak pelaku.
4. Undang-Undang Kesejahteraan Sosial : Jika ada konteks yang berkaitan dengan kondisi ekonomi dan sosial Nenek Minah.
5. Peraturan Daerah (Perda) : Jika ada peraturan daerah yang mengatur tentang pencurian atau perlindungan masyarakat.
6. Hukum Restoratif : Sebuah pendekatan yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan kasus ini di luar jalur hukum formal, terutama untuk pelaku yang berusia lanjut atau dalam kondisi ekonomi sulit.
7. Hukum Agraria : Jika ada aspek kepemilikan lahan yang terlibat dalam pencurian biji kakao.
Nama-nama hukum ini dapat bervariasi tergantung pada yurisdiksi dan konteks spesifik di mana kasus ini terjadi.

Pandangan Aliran Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence
Dalam menangani kasus Nenek Minah yang mencuri biji kakao,aliran positivisme hukum dan sociological jurisprudence memiliki pandangan yang berbeda. Berikut adalah penjelasannya,Positivisme Hukum : Positivisme hukum menekankan pentingnya aturan hukum yang jelas dan tertulis.Dalam konteks kasus Nenek Minah,fokus utama akan berada pada ketentuan hukum yang berlaku,misalnya KUHP yang mengatur pencurian.aliran ini menekankan bahwa hukum harus diterapkan secara objektif,tanpa mempertimbangkan faktor sosial atau moral.dalam kasus ini,Nenek Minah akan dihadapkan pada prosedur hukum yang berlaku,dengan penegakan sanksi yang sesuai jika terbukti bersalah.Positivisme tidak memperhatikan latar belakang sosial atau ekonomi pelaku.dengan demikian,situasi Nenek Minah,seperti kondisi ekonominya,mungkin tidak menjadi pertimbangan dalam proses hukum,sedangkan Sociological Jurisprudence : Aliran ini menekankan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dan budaya.dalam kasus Nenek Minah,pendekatan ini akan mempertimbangkan alasan di balik tindakannya,seperti kebutuhan ekonomi dan situasi sosial.Sociological jurisprudence akan mendorong pencarian solusi yang lebih adil dan manusiawi,seperti mediasi atau restorative justice,daripada hanya menjatuhkan sanksi pidana.Pendekatan ini mendorong pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak hukum terhadap masyarakat.dalam hal ini,keputusan tentang Nenek Minah dapat melibatkan pendapat masyarakat dan mempertimbangkan bagaimana hukum dapat lebih baik melayani kebutuhan masyarakat.

Positivisme Hukum sendiri akan cenderung fokus pada penerapan hukum secara ketat,tanpa mempertimbangkan konteks sosial,sementara Sociological Jurisprudence akan melihat kasus ini dalam konteks yang lebih luas,dengan penekanan pada keadilan dan kebutuhan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun