Mohon tunggu...
Abdul Mutolib
Abdul Mutolib Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan pegiat literasi

Penulis buku teks pembelajaran di beberapa penerbit, pegiat literasi di komunitas KALIMAT

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengapa Kita Perlu Belajar Mendengar?

14 Agustus 2020   20:10 Diperbarui: 14 Agustus 2020   20:15 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komunikasi yang sehat adalah komunikasi yang terjadi dua arah, dalam suasana yang hangat dan saling memahami. Hal itu akan terjadi jika kita mendengarkan lawan bicara dengan penuh perhatian. Karena apa yang kita ucapkan berasal dari data yang masuk dan dikelola oleh hati dan pikiran. Ketika data yang masuk tidak lengkap, maka yang keluar dari mulut kita akan menimbulkan kesalahpahaman. 

Rasululah saw adalah teladan terbaik dalam berkomunikasi. Rahasia keberhasilan beliau dalam berbagai dialognya adalah kemampuan beliau menjadi pendengar yang baik. Beliau selalu memberi perhatian kepada lawan bicara dan tidak memotongnya. 

Manusia sejak kecil selalu dilatih berbicara tapi jarang dilatih untuk mendengarkan. Untuk itu menjadi pendengar yang baik perlu mendapat perhatian khusus, sehingga kita menjadi terlatih dan terbiasa melakukannya. 

Pendengar yang baik akan memfokuskan perhatian kepada lawan bicara. Ia tidak  akan mengalihkan pandangan pada hal lain seperti melihat ke luar jendela atau bermain gadget. 

Pendengar yang baik tidak akan memutuskan pembicaraan lawan bicara. Ia akan memberi kesempatan kepada lawan bicara hingga selesai berbicara. Jika ada yang perlu diklarifikasi ia akan melakukannya supaya tidak ada hal yang disalahpahami. 

Pendengar yang baik akan memberi ketenangan dan kenyamanan kepada lawan bicara untuk mengutarakan apa yang menjadi hajatnya tanpa takut diabaikan atau ditanggapi dengan sinis dan  negatif. 

Pendengar yang baik akan berempati kepada lawan bicara. Ia akan membayangkan dirinnya seandainya berada pada posisi lawan bicaranya. Sehingga ia memberi kesan bahwa ia merasakan apa yang dirasakan oleh lawan bicaranya, dan juga mampu memberi respon yang tepat. 

Tentu semua ini butuh latihahan, pembiasaan dan kesabaran. Kalau kita belum terbiasa, maka tidak ada kata terlambat untuk berlatih dan membangun kebiasaan positif yang sangat besar pengaruh positifnya bagi kehidupan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun