Terlebih lagi unsur-unsur surealisme yang ditampilkan sangat mistis. Kita akan dibuat bingung, atau mungkin juga lucu, dengan cerita misalnya hantu-hantu komunis yang bergentayangan di Halimunda paska tragedi pembantaian 1965 oleh pasukan tentara yang dipimpin Shodancho.Â
Lalu hantu-hantu itu mulai bertingkah nakal dan menganggu, terutama kepada sang Shodanco. Namun lucunya, Alamanda bisa mengusir hantu-hantu itu dengan cara diberi sepiring makanan. Sungguh absurd.
Unsur-unsur mistisme dan magis dalam novel ini juga sangat kuat. Lagi pula, sepertinya novel ini malah dibuka dengan sesuatu yang seperti itu.Â
Eka seperti mencoba untuk menunjukan kondisi sosial masyarakat kita yang masih memiliki kepercayaan yang kuat terhadap hal-hal yang sifatnya takhayul dan fatalistik.Â
Misalnya seperti mandi kembang ketika 6 bulan masa kehamilan untuk memperoleh anak yang diimpikan. Atau kepercayaan para nelayan terhadap Nyi Loro Kidul, tradisi memotong kepala sapi, bahkan sampai kemampuan untuk moksa.
Unsur-unsur metafora dalam Cantik itu Luka sebenarnya banyak, biasanya dalam bentuk yang sama dengan satire (sindiran).Â
Misalnya, penggabaran Kamerad Kliwon tentang kecantikan Alamanda yang melebihi Helena yang menyebabkan perang Troya Meletus, atau Diah Ayu Pitaloka yang menyebabkan perang Bubat antara Majapahit dan Pajajaran.Â
Metafora dalam novel ini banyak mengambarkan tentang kecantikan peremuan, atau imajinasi seseorang saat sedang berahi dan bercinta. meski begitu, unsur-unsur metafor dalam novel ini menjadi mudah untuk dibayangkan sebab dari awal telah dibalut dalam gaya surealisme.
Eka memang terkesan main-main dengan cerita-cerita fantasi dan mistis yang dibalut dengan gaya surealisme tersebut.Â
Namun, disaat yang sama juga memasukan banyak sekali unsur-unsur realis terutama persoalan sejarah, misal, Perang dunia kedua meletus, Belanda kalah dari Jepang,Â
Jepang menduduki Indonesia, membentuk PETA, Jepang kalah dari sekutu, Indonesia memploklamirkan kemerdekannya pada 17 Agustus tahun 19945 (walaupun dimain-mainkan oleh Eka dengan menagatakan bahwa di Halimunda perayaan hari kemerdekaan indonesia adalah 23 September hanya karena terlambat mendapatkan informasi; ini sungguh membikin geleng-geleng kepala).Â