Mohon tunggu...
Abd Rahman Hamid
Abd Rahman Hamid Mohon Tunggu... Sejarawan - Penggiat Ilmu

Sejarawan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah KH Ahmad Hanafiah Menjadi Pahlawan Nasional

27 Desember 2023   21:33 Diperbarui: 27 Desember 2023   22:08 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Abd Rahman Hamid (Dosen Sejarah UIN Raden Intan Lampung)

 

Tahun ini, tepatnya 10 November, menjadi tonggak penting bagi masyarakat Lampung dengan lahirnya satu Pahlawan Nasional (PN) lagi, setelah Raden Intan (1834-1856), yakni KH Ahmad Hanafiah (1905-1947) dari Sukadana Kabupaten Lampung Timur. Dia menjadi PN yang kedua Lampung dan pada pengajuannya yang kedua pula (pengajuan pertama tahun 2015).

Keberhasilan tokoh ini menjadi PN, seperti ditulis oleh Prof. Wan Jamaluddin (Rektor UIN Raden Intan Lampung) di Lampung Post (11/11/2023), tak lepas dari solidaritas tim, kekuatan riset sejarah, dan diplomasi kolaborasi yang dilakukan oleh UIN dalam tiga tahun terakhir dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Dengan demikian, UIN telah membuat satu sejarah baru lagi, setelah sebelumnya membuat sejarah dengan menggunakan nama PN pertama, Raden Intan, sebagai nama kampusnya.

Kontribusi UIN RIL dalam penciptaan sejarah tersebut sedikit berbeda. Penggunaan nama PN pertama merupakan wujud apresiasi tinggi terhadap usaha ulun Lampung itu dalam mengusir penjajah dari Sai Bumi Ruwa Jurai. Pada momen kedua, UIN berjasa besar dalam mengkaji sejarah, menyusun naskah akademik, dan mengusulkan calon PN kedua kepada pemerintah pusat lewat Kementerian Sosial RI.

Setelah tokoh kedua berhasil dianugerasi gelar PN, lalu yang dilakukan oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kota/kabupaten, sebagai bentuk penghargaan atas tindak kepahlawan tokoh ini bagi bangsa kita yang mengharumkan nama Lampung di pentas sejarah perjuangan bangsa Indonesia di masa silam.

Mengabadikan Nama KH Ahmad Hanafiah 

Kini (28/12/2023), UIN Lampung kembali menggunakan nama PN dari Lampung untuk nama sebuah gedung megah yang sering dipakai untuk acara wisuda mahasiswanya dan acara-acara lain yang menghadirkan ratusan orang. Dengan cara ini orang akan membaca dan mengingat nama PN KH Ahmad Hanafiah. Apalagi bila di bagian depan gedung tersebut kelak terpampang foto dan riwayat tokoh tersebut yang dapat dibaca setiap saat oleh pengunjung.   

Setelah itu, siapa yang akan menggunakan nama PN kedua ini? Apakah Universitas Lampung (Unila) sebagai satu kampus negeri dan terbesar di provinsi ini? Ataukah perguruan tinggi Islam di Lampung yang masih menggunama nama daerah, seperti IAIN Metro? Perlu diketahui bahwa nama KH Ahmad Hanafiah sudah dipakai sebagai nama satu jalan di kota transmigrasi tersebut.   

Masing-masing tentu punya pertimbangan dalam memilih nama PN kedua. Namun, apa pun pertimbangannya, yang terpenting adalah bahwa pemerintah daerah dan masyarakat Lampung secara sungguh-sungguh menghargai pengorbanan yang luar biasa dari tokoh itu dalam mempertahankan kedaulatan negara Indonesia di masa tengah revolusi (1947).

Selain itu, sudah menjadi semacam suatu etik bahwa pemerintah daerah harus dapat menunjukkan apresiasi tinggi dan nyata terhadap tokoh yang sudah ditetapkan oleh Presiden sebagai PN. Betapa tidak, sebelum tokoh itu menjadi PN, pemerintah daerah telah melakukan berbagai usaha yang serius, baik akademik maupun diplomasi, agar tokoh daerahnya dapat ditetapkan sebagai PN.

Perlu diketahui bahwa pada tahun ini sekitar 40-an tokoh/pejuang bangsa dari berbagai daerah di Tanah Air layak mendapat anugerah gelar PN, setelah semua lolos dari TP2GD di tingkat provinsi dan TP2GP di tingkat pusat. Hanya dengan usaha keras, serius, diplomasi, dan doa sehingga ulama pejuang Lampung ini lolos menjadi PN tahun ini bersama dengan lima tokoh lainnya yaitu: Ida Dewa Agung Jambe (Bali), Bataha Santiago (Sulawesi Utara), M Tabrani (Jawa Timur), Ratu Kalinyamat (Jawa Tengah), dan KH Abdul Chalim (Jawa Barat). 

Secara akademik, PN termasuk sebagai kategori sejarah yang ditemu-ciptakan atau invented history, meminjam konsep dari Bernard Lewis dalam bukunya History: Remembered, Recovered, Invented (1975). Apa yang ditemukan dari kajian sejarah kemudian diciptakan kembali untuk memenuhi tujuan baru di luar konteks peristiwa atau zamannya.

Berkaitan dengan kategori sejarah tersebut, perlu diketahui bahwa tidak ada PN di masa lalu. Ia baru ada setelah ia ditetapkan oleh Presiden RI. Oleh sebab itu, PN sesungguhnya merupakan satu bentuk sejarah baru atau invented history dari hasil kerja akademik dan politik. Disebut hasil kerja politik karena ia lahir dari sebuah keputusan politik yang dibuat oleh Presiden.   

Pada dasarnya, invented history berasal dari sejarah yang diingat (remembered history) dan sejarah yang ditemukan (recovered history). Apa yang dipilih untuk diingat sangat bergantung pada apa yang dibutuhkan oleh individu atau kelompok di masa sekarang. Dengan kata lain, tidak semua masa lalu ditampilkan sekarang, menyitir ide RG Collingwood, yakni re-enactment of the past. Kalau begitu, sejarah sebagai kisah merupakan gambaran mengenai bagian tertentu dari masa lalu yang dibutuhkan sekarang untuk kepentingan akademik maupun praktis.      

Pemilihan terhadap KH Ahmad Hanafiah sebagai tokoh Lampung di masa lalu tak lepas rasa ingin tahu mengenai perjuangannya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa revolusi, serta usaha pemerintah daerah Lampung mengusulkannya kepada pemerintah pusat agar namanya diabadikan dalam album sejarah Indonesia.  

Untuk memenuhi kebutuhan itu, maka dilakukan pengkajian ilmiah lewat penelusuran berbagai sumber sejarah. Dari hasil kerja keras dan sistematis itulah ditemukan fakta sejarah tentang perjuangan KH Ahmad Hanafiah yang belum ditemukan pada karya-karya lain atau sebelumnya. Temuan itulah, kembali mengutip kata Lewis, yang disebut recovered history.

Mengabadikan nama PN, mengikuti konsep tersebut, merupakan bentuk sejarah yang diingat. Setiap kali orang melihat nama KH Ahmad Hanafiah sebagai nama jalan, nama tempat, nama instansi/lembaga, atau bahkan nama orang, maka pada saat itu akan lahir pula ingatan mengenai tokoh tersebut.

Pengabadian nama KH Ahmad Hanafiah tidak hanya di Kabupaten Lampung Timur sebagai daerah asalnya, tetapi juga di seluruh Provinsi Lampung. Pasalnya, tokoh ini sebenarnya milik seluruh masyarakat Lampung. Namanya juga boleh dipakai di luar Lampung, karena ia merupakan PN.  

            Catatan sejarah menunjukkan bahwa, hingga kini tidak ada makam KH Ahmad Hanafiah. Setelah dihukum oleh Belanda dengan cara ditenggelamkan ke dalam Sungai Ogan Baturaja, jazadnya tidak ditemukan sehingga tidak ada pula makamnya. Namun, setelah ia ditetapkan menjadi PN, maka akan ada orang yang ingin berziarah ke makamnya. Pada konteks inilah penting dibuat satu monumen di sekitar Sungai Ogan Baturaja sebagai penanda bahwa Hanafiah pernah dihukum di sana. Sebenarnya, ada sebuah patung tokoh ini di Kabupaten Lampung Timur. Sayangnya, patung itu tidak dilengkapi dengan informasi singkat mengenai perjuangan tokoh ini. Selain itu, juga penting kelak pendirian monumen KH Ahmad Hanafiah di ibukota Provinsi Lampung.

Pengajarah Sejarah Perjuangan KH Ahmad Hanafiah 

Ketika berita PN KH Ahmad Hanafiah ditampilkan di berbagai platform media sosial, banyak netizen berkata bahwa banyak pahlawan dari Lampung yang berjasa melawan penjajah. Dengan kata lain, banyak calon PN yang dapat diajukan kelak, sejauh pemerintah daerah serius dan berkolaborasi dengan perguruan tinggi mengusulkan kepada pemerintah pusat. Meskipun demikian, dari semua pahlawan yang ada di Lampung, hanya dua tokoh yang berhasil mendapat gelar PN dari pemerintah, yakni Raden Intan dan KH Ahmad Hanafiah.         

Salah satu apresiasi terhadap tokoh yang dianugerahi Presiden RI gelar tanda jasa sebagai PN ialah mentransformasikan sejarah dan nilai-nilai kepahlawanannya kepada generasi muda, terutama peserta didik di sekolah/madrasah dan perguruan tinggi. Tujuannya adalah untuk memperkaya body of knowledge tentang seorang ulun Lampung yang berjasa besar dalam perjuangan bangsa Indonesia.  

Kalau selama ini peserta didik di Lampung hanya disuguhkan kisah Raden Intan, maka sekarang harus ditambah lagi dengan kisah heroik KH Ahmad Hanafiah. Kedua ulun Lampung itu telah memilih jalan hidup yang sama. Mereka rela meninggalkan keluarga dan menghibahkan seluruh jiwa dan raganya untuk kemerdekaan bangsanya dari penjajahan bangsa Barat/Eropa. Mereka menjadi contoh dari apa yang disebut sebagai "orang yang tercerahkan", yakni orang yang berbuat melampaui kepentingan diri dan masa hidupnya.   

Pada akhirnya, perlu satu buku 'standar' mengenai PN KH Ahmad Hanafiah yang mudah diakses oleh guru-guru dan dosen sejarah sebagai bahar ajar yang disampaikan kepada para peserta didik. UIN RIL dapat berkontribusi dalam menyiapkan buku dimaksud, setelah naskah akademik yang disusun oleh timnya berhasil mengantarkan tokoh itu menjadi PN.   

Usaha ini mengingatkan kita pada nasihat Bung Karno, bahwa "jangan sekali-kali meninggalkan sejarah" (Jasmerah). Untuk menjadi bangsa besar maka harus menghargai jasa-jasa pahlawan kita, dan kuncinya adalah sejarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun