1) Peningkatan kompetensi dan pelatihan tenaga kesehatan secara berkala melalui pelatihan internal, seminar, workshop, dan simulasi;
2) Penyusunan dan penerapan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang jelas, ringkas, mudah dipahami, dan selalu diperbarui sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran;
3) Peningkatan komunikasi dan koordinasi antar tenaga kesehatan melalui briefingsebelum tindakan, debriefing setelah tindakan, dan penggunaan alat komunikasi yang efektif;
4) Penerapan Sistem Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) yang non-punitive (tidak menghukum pelapor) untuk mendorong pelaporan kejadian nyaris cedera (KNC) dan kejadian tidak diharapkan (KTD) sehingga dapat dianalisis dan dicegah terulangnya; dan
5) Pemanfaatan teknologi informasi seperti rekam medis elektronik (RME), sistem Computerized Physician Order Entry (CPOE) untuk mencegah kesalahan peresepan, dan sistem barcode untuk verifikasi obat.
Terakhir, disusun prosedur penanganan kasus malpraktek yang meliputi:
1) Penanganan pengaduan pasien secara cepat, responsif, dan empatik;
2) Investigasi internal yang objektif dan komprehensif untuk mencari fakta dan akar masalah;
3) Mediasi dan penyelesaian sengketa secara musyawarah untuk mencapai solusi yang adil bagi pasien dan tenaga kesehatan;
4) Pelaporan kepada pihak berwenang (seperti Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia/MKDKI atau kepolisian) jika diperlukan sesuai peraturan perundang-undangan; dan
5) Perbaikan sistem dan prosedur berdasarkan hasil investigasi untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang dan meningkatkan mutu pelayanan. Implementasi strategi mitigasi dan prosedur penanganan yang efektif dan terintegrasi sangat krusial untuk meminimalkan risiko malpraktek dan mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas.