Sementara menurut Karl Marx, modernitas adalah "monster" yang merusak kehidupan dan tak dapat diperbaiki. Modernitas bagi Marx adalah seperti apa yang dikatakan Habermas dengan "proyek tak terselesaikan". Bagi Marx, monster ini memang dapat dijinakkan, karena hal-hal yang telah diciptakan manusia selalu dapat ditempatkan dibawah kontrol mereka sendiri. Sehingga "kapitalisme" ala Marx, adalah salah satu cara irasional untuk menjalankan dunia modern, karena Marx menggantikan godaan pasar dengan pemenuhan kebutuhan manusia secara terkendali.
Itu sebabnya, banyak kalangan menganggap bahwa zaman modern tidak ada bedanya dengan zaman pra-modern. Karena setelah lolos dari jajahan gereja di zaman pra-modern, mereka pun kembali dijajah oleh ilmu pengetahuan dan kapitalisme.
C.Era Post-Modernisme
Mungkin lebih tepatnya dikatakan bahwa, zaman ini adalah "saat ini" dan "di sini"---dimana kita berada sekarang. Pemikiran pada periode ini menamakan dirinya dengan istilah "postmodern", yang lebih memfokuskan diri pada teori kritis, yaitu yang berbasis pada kemajuan dan emansipasi. Kemajuan dan emansipasi dalam konteks ini, adalah dua hal yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, seperti yang dinyatakan oleh Habermas, bahwa keberadaan demokrasi ditunjang oleh sains dan teknologi.
Era postmodern adalah anti-thesis dari era modern. Dalam era postmodern, ada ungkapan, "Siapapun orangnya, selama ia menghasilkan "sesuatu" maka akan dianggap dan didengar". Selain itu, era postmodern, ditandai juga dengan kembalinya "identitas" yang pernah hilang pada zaman modern, di mana saat itu manusia dianggap sebagai robot yang tidak memiliki emosi dan perasaan.
Namun, tidak hanya terjadi pada manusia saja, hal ini juga terjadi dengan ditandainya identitas yang banyak bermunculan pada produk-produk yang dapat membedakan suatu produk dengan produk lainnya, sehingga masing--masing dari produk tersebut, kemudian memiliki kelebihan dan kekurangannya masing--masing.
Beberapa karakteristik terpenting dalam budaya postmodern antara lain adalah:
- Ketidakmenentuan, di mana pada waktu itu masyarakat diberi kebebasan untuk melakukan apa yang ia mau
- Terbagi-bagi (terfragmentasi), dimana tidak adanya titik pusat yang menentukan segala sesuatu (pluralisme)
- Relativisme bermunculan, sehingga tidak mempercayai semua hal yang bersifat universal, karena semuanya menjadi sangat relatif.
- Era ini terjadi ketika batas antara seni dan kehidupan sehari-hari menjadi hilang.
- Kebebasan mengubah hidup menjadi karya seni, yaitu dengan mengindah-indahkan segala sesuatu dalam kehidupan.
- Kemunculan citra-citra tertentu dalam masyarakat, seperti dalam diri seniman, pencinta lingkungan, vegetarian, dan anti kemapanan, dsb.
D. Titik AwalPotmodernisme
Berdasarkan asal usul dari katanya, post-modern-isme, berasal dari bahasa Inggris, yang artinya paham (isme) yang berkembang setelah (post) modern. Terdapat 4 (empat) anggapan penting mengenai kemunculan istilah postmodern ini, yaitu sebagai berikut:
Pertama, beberapa kalangan menganggap istilah ini digunakan pertama kali oleh para seniman pada tahun 1930 (akhir abad-19 dan awal abad ke-20) yaitu dalam bidang seni oleh seorang Federico de Onis, sebagai tujuannya adalah untuk menunjukkan reaksi dari masa sebelumnya, yaitu moderninisme. Kemudian pada bidang sejarah oleh Toyn Bee dalam bukunya Study of History pada tahun 1947. Setelah itu maka berkembang dalam bidang-bidang lain dan mengusung kritik atas modernisme pada bidang-bidangnya sendiri.
 Kedua, beberapa kalangan lagi beranggapan bahwa, postmodernisme lahir di St. Louis, Missouri, pada tanggal 15 Juli, tahun 1972, tepatnya pukul 3:32 sore. Saat itu, pertama kali didirikan proyek rumah Pruitt-Igoe di St. Louis, yang dianggap sebagai lambang arsitektur modern. Yang lebih penting, ia berdiri sebagai gambaran modernisme, yang menggunakan teknologi untuk menciptakan masyarakat utopia demi kesejahteraan manusia. Tetapi selanjutnya, para penghuninya justru menghancurkan bangunan itu dengan sengaja. Akhirnya, pemerintah mencurahkan banyak dana untuk merenovasi kembali bangunan itu. Namun akhirnya, setelah banyak menghabiskan jutaan dollar, pemerintah pun menyerah. Pada sore hari di bulan Juli 1972, bangunan itu akhirnya diledakkan dengan dinamit. Menurut Charles Jencks---yang dianggap sebagai arsitek postmodern paling berpengaruh---peristiwa dari peledakan itu selanjutnya menandai akan kematian modernism, dan menandakan kelahiran postmodernisme.