Siapa yang sampai saat ini masih mencintai budaya Indonesia? Saya harap kita sebagai Putra/Putri Pertiwi akan selalu memegang budaya leluhur. Dengan cara apapun, kita tetap kuat akan trobosan-trobosan budaya luar yang masuk ke Indonesia.
Satu hari kemarin, saya disuguhi artikel budaya yang sangat menarik dan bermanfaat bagi saya. Seperti Romo Gregorius Nyaming yang mengangkat budaya Khas Dayak, bunda Fatmi Sunarya bersama Tari Niti Mahligai, serta Bang Guido Reba yang asyik mengangkat budaya masyarakat Manggarai dengan Adab Bertamu.
Dari 3 contoh di atas, saya meyakini masih ada banyak lagi budaya Indonesia yang diangkat oleh Kompasianer lain. Akan saya tunggu dan tak akan pernah bosan. Perihal saya adalah salah satu orang yang sangat mencintai budaya Indonesia. Terbukti dengan koleksi kain khas beberapa daerah yang saya miliki. Dan sedang mengidamkan kain khas Papua yang bernama Kwatek. (Barangkali ada Kompasianer dari Sana, bolehlah saya dikirim 1,hehehe)
Seperti pesan Kakek saya, bahwa saya harus mencintai budaya. Karena dengan itu saya akan bisa dihormati. Entah dari segi mana, saya masih bingung untuk menafsirkan.
 Saya sebagai putra daerah yang dididik dan tumbuh dewasa di tanah Jawa. Tak ada salahnya dan sah saja jika saya mengangkat budaya Jawa. Yaah dengan harapan melalui artikel ini generasi muda Indonesia akan tumbuh rasa cinta pada budaya terkhusus Jawa.
Tidak, kali ini saya tidak akan membahas kesakralan budaya Jawa yang penuh dengan mistis. Melainkan melalui keunikan bahasa Jawa yang bisa menumbuhkan rasa bangga sebagai orang Jawa.
Seperti pada judul di atas. Langsung saja kita tilik 7 keunikan bahasa Jawa yang wajib kita ketahui.
1. Bahasa Jawa Memiliki Kata yang Padat.
Keunikan pertama ini mungkin bisa dibilang sepele. Tapi sangat bermanfaat bagi kita yang ingin belajar bahasa Jawa. yaitu untuk mempermudah seseorang dalam memahami pembicaraan secara spesifik.
Contoh 1:
- Jatuh ke belakang: Geblak
- Jatuh ke depan: Jelungup/ nyungsep
- Jatuh dari atas: Ceblok
- Jatuh ke samping: Goleng
Contoh 2:
1. Anak itu jatuh ke belakang, karena ketiduran
(Bocah kui geblak, mergo keturon)
2. Truk tadi karena keberatan barang yang dibawa, akhirnya jatuh ke kanan.
(Trek maeng mergo kabotan gawan, akhire goleng nganan)
Bahasa Jawa sedikit lebih hemat kata dari bahasa Indonesia.
2. Bahasa Jawa Memilik Kesamaan Kata, Berbeda Arti.
Kita semua pasti pernah mendengar kata 'ketoprak'. Yang langsung mengingat bahwa ketoprak adalah makanan khas yang sering kita jumpai di Jakarta dan sekitarnya. Â Pada kenyataannya orang Jawa (Timur), Â jika mendengar 'ketoprak' langsung berpikiran ke seni pertunjukan khas Jawa Timur.
Contoh:
Kakek saya malah menganggap saya bodoh karena dianggap tidak tau kesenian khas daerah sendiri. Hal itu terjadi ketika saya berbicara seperti ini.
"kung, jenang purun boten nedho kaleh ketoprak?"
Atau artinya
"Kek, kakek mau atau tidak makan sama ketoprak?"
Kakek saya marah karena saya dianggap kurang ajar, menawarkan makan sambil nonton pertunjukan. Hmm oke kung lepat kulo.
Berbeda dengan 'ketoprak'. Bahasa Jawa sendiri memliki kata yang sama namun berbeda arti.
Contoh 1:
- Sedino mripatku abang mergo kenekan 'bledug'
Artinya: Seharian mataku merah karena kena debu
- Â Bledug kui goleki babone
Artinya: anak gajah itu mencari induknya
Jadi, pada contoh 1 kata bledug mempunyai arti debu dan anak gajah. Meskipun sama namun berbeda jauh ya artinya.
3. Bahasa Jawa Mempunyai Banyak Turunan Kata.
Misalnya dari kata "padi" yang bisa dijadikan beberapa kosakata. Contohnya "pari" yang merujuk pada padi yang masih di pohon, "gabah" yaitu padi yang sudah dipetik, "beras" yaitu padi yang sudah dikupas dari kulitnya, "menir" merujuk pada pecahan butiran beras, "sego" untuk nasi atau beras yang sudah dimasak, "aking" untuk menyebut nasi yang sudah dikeringkan.
Hal itu sama dengan teman saya yang berkunjung ke Kediri. Di perjalanan dia tanya ke saya.
"Zis, itu tulisannya Es Degan tapi gambarnya kok kelapa muda"
Saya hanya tersenyum dan bingung mau jelasin bagaimana memang hakikatny di Jawa seperti itu.
Kelapa tua = kambil
Kelapa muda = Degan
Kulit kelapa = Sepet
Tempurung kelapa = Bathok
4. Bahasa Jawa Mempunyai Huruf Tersendiri
5. Bahasa Jawa Mempunyai Banyak Peminat
Tahukah kalian, setelah artikel saya yang mendapat predikat Artikel Utama dari Admin Kompasiana, tentang 4 tingkatan Bahasa Jawa. Tenyata baru saya ketahui banyak yang tertarik dengan bahasa Jawa. Ada beberapa teman yang mengutarakan bahwa ingin belajar bahasa Jawa. Ada juga  berkata bahwa adiknya yang di Makasar pintar bahasa Jawa.
6. Bahasa Jawa Mempunyai Beberapa Dialek.
Karena disebabkan oleh penyebaran penduduk Jawa. Adalah salah satu terjadinya muncul beberapa dialek bahasa Jawa. Seperti 'isun/riko' dari Banyuwangi Jawa Timur dan 'inyong', 'kpriben' yang banyak kita temui di daerah Jawa Tengah lebih ke barat (Banyumas, Tegal, Purwokerto), Jawa Timur sebelah Selatan khas dengan kata 'lo' di akhir ucapan.
Namun, pada intinya jika kita ingin belajar bahasa Jawa. Kita selalu disuguhkan kepada bahasa yang sering digunakan di Yogyakarta dan Solo. Di sana masih berbau dengan bahasa jawa mataram.
7. Bahasa Jawa Masuk dalam Google Translate
Woww, begitu perhatiannya Google terhadap bahasa yang berasal dari Indonesia ini. Memang, menurut Google, Jawa adalah bahasa kedua yang paling digunakan di Indonesia dengan 83 juta penutur asli.
Inilah keunikan bahasa Jawa yang membuat kita semakin bangga. Seperti yang diungkapkan oleh Google tadi, bahasa Jawa sudah menjadi tren tersendiri di mesin pencari. Kamu berniat untuk mempelajari bahasa Jawa?
#Salam Budaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H