Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Seniman - Belajar menulis

Mencoba belajar dengan hati-hati, seorang yang berkecimpung di beberapa seni, Tari (kuda lumping), tetaer, sastra.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tentang Syair, Puisi, Sajak, serta Kiat Menulis bagi Pemula

2 November 2020   07:43 Diperbarui: 2 November 2020   11:10 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marang wengi.
Apa bakal isih ana pangimpen.
Daktitipake salembar godhong salam iki.
Marang manise esemmu.
Kang pengin dakcecep bebarengan angete wedang jahe.
Sing saben-saben cumawis teka puputing sore.

Ing ngendi playune wewayanganmu.
Tansah njiret ringkihing ati.
Awit solah bawamu mung tansah katon ngreridhu pangangen-angenku.
Apa aku kudu keplayu?

Di atas adalah contoh puisi dalam Bahasa Jawa. Yang juga biasa disebut dengan Geguritan.  Membaca geguritan di atas mengartikan bahwa banyak jenis puisi yang bisa kita ciptakan bukan?

Pada hakikatnya, syair, puisi dan sajak sama saja, jika disimak dari pemahaman umum. Tetapi jika ditelisik lebih jauh, bisa saja berbeda. Apalagi jika merujuk pada tata aturan perpuisian Indonesia. Tentu disahkan melalui pelajaran Bahasa Indonesia dasar, sejarah dan melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disingkat KBBI.

Syair identik dengan bentuk puisi yang menggunakan pola perimaan sama di ujung larik. Tetapi bisa saja bersifat bebas. Syair lebih umum lahir dan berkembang di negara-negara Arab. 

Makanya Al-quran mengindentikan penyair dengan orang-orang yang menulis syair. Bukan sajak atau puisi. Dan begitu pula dengan ayat-ayat Al-quran banyak memainkan permainan bunyi (rima) yang bergaya syair.

Di Indonesia, dahulunya tidak dikenal syair. Yang dikenal adalah puisi-puisi lokal yang disebut sajak. Ada pula puisi lokal lain seperti pantun, karmina, mantra, dan jenis puisi lainnya. Dahulu hanya disebut berdasarkan namanya saja.

Puisi-puisi Indonesia dulu dipandang sebagai sajak. Bentuk-bentuk dasarnya pun permainan rima. Kemudian terus berkembang lebih bebas tanpa terikat pola persajakan teratur. 

Kita bisa melihat ketika puisi-pusi eropa diadopsi ke Indonesia seperti terzina, distikon, kuatren, dst., pun disebut dan diterjemahkan sebagai sajak. Seperti sajak dua seuntai, tiga seuntai, empat seuntai, dst. Secara umum memang dikatakan era puisi baru.

Sedangkan syair--karena indentik dengan Arabnya--maka ketika diadopsi ke Indonesia, ia diatur sedemikan ketat. Mulai dari jumlah suku kata, kata, perimaan, jumlah larik dan pesan amanat yang terkandung di dalamnya. 

Aturan ketat ini menjadi aturan sah sebagai genre baru dalam dunia perpuisian indonesia. Jadi, syair tidaklah menjadi bentuk umum yang sama seperti puisi. Tetapi kepada bentuk dan genre tertentu ketika di Indonesiakan.

Sedangkan di luar, seperti Eropa, sajak dan syair dikenal sebagai puisi. Dan sekarang pun, semua dunia mendukung dan menyamakan persepsi ini menjadi puisi. Seperti halnya Haiku ketika disebut di Jepang. Tetap saja dikatakan sebagai puisi. 

Sedangkan sajak, ketika di Indonesiakan sebenarnya sama saja dengan puisi (pengertian dari puisi). Tetapi ia dihitung dan disimak dari bentuk fisiknya. Ada sajak mutlak, sajak berima, sajak terbuka, sajak bebas, sajak lima seuntai, dst.

Jadi, apakah syair, sajak dan puisi itu sama atau berbeda? Tergantung cara melihatnya. Karena kita hidup di Indonesia, kita bisa menyesuaikan aturan baku yang telah ditetapkan oleh pakar-pakar sastra melalui buku-buku pelajaran. Demikian.

***

Lalu bagaimana jika ada pemula yang ingin berpuisi, namun masih dilanda ketakutan perihal khaidah puisi?

Sempat semalam, 01 November 2020 pukul 19.45 (kurang/lebih). Saya sempat berdiskusi dengan idola saya. Mingkin juga tidak asing di mata Kompasianer sekalian. Saya menyebutnya Suhu/guru dalam perpuisian. Tak lain yaitu bapak Zaldy Chan.

"Saya sependapat pak dari pernyataan postingan panjenengan.. perihal. 'Ayo berpuisi kalo ingin berpuisi'

Karena selama saya ikut2 WAG, ada bnyak teman yang takut berpusi karena berpatokan *puisi itu harus ada majas dan diksi*"

Ketika pertanyaan itu terlontar, beliau dengan tenang dan adem menjawabnya.

Seperti ini,

"Pemula tidak usah memikirkan itu dulu Iya.

Hematku, itu akan membuat berat saat memulai langkah menulis puisi. Penulis sejati akan menulis dengan mengalir".

Saya sependapat dari penjelasan beliau. Bahwasanya ketika kita ingin menulis, ya sesegera mungkin untuk menulis. Perihal majas atau diksi? Nanti akan datang pada saat yang tepat. 

Kenapa saya bisa bilang seperti itu? Berawal dari pengalaman saya yang masih NOL dalam berpuisi. Saya diajak oleh salah satu Kompasianer juga. Yang baru-baru ini dinobatkan sebagai salah satu Srikandi Puisi di Kompasiana. 

Mbak Ari Budiyanti, siapa yang tidak kenal beliau? Ya, dari beliau saya dikenalkan Kompasiana untuk menulis puisi-puisi saya. Awalnya sempat minder, perihal di Kompasiana ini adalah orang-orang hebat. Lah saya? Cuma orang yang setiap harinya menghadap ke kompor untuk memasak.

Di sisi lain saya minder karena saya rasa puisi saya tidak pantas untuk dibaca oleh orang-orang hebat. Satu Minggu merangkak, dua Minggu berjalan. Oh tidak, saya salah sangka. Banyak juga apresiasi yang saya dapat. Bangga rasanya hati ini. Dan banyak juga Kompasianer yang Puisinya menggunakan bahasa sederhana namun sampai ke Pembacanya.

Terimakasih Kompasiana, panjenengan sudah mengenalkan saya kepada orang-orang hebat.

Terimakasih mbak Ari Budiyanti, panjenengan sudah selalu sabar membimbing saya. Dan selalu tegas untuk menguatkan saya agar terus menulis.

Salam hangat saya dari Bocah ndeso Kediri.

Abdul Azis Le Putra Marsyah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun