Mohon tunggu...
Abd halim
Abd halim Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perbandingan Mazhab Tentang Syi'ah

19 Maret 2019   08:25 Diperbarui: 19 Maret 2019   08:36 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ahmad Amin dalam "Dhuhal Islam" (Mesir 1952 M), III : 219 berkata bahwa riwayat yang menceritakan Imam Syafi'i itu pernah menganut Syi'ah bermacam-macam. Ada yang mengatakan ketika ia di Yaman, ada yang mengatakan sesudah ia kembali ke Hejaz, Ibn Abdul Bar menceritakan, bahwa ia emang mendekati Syi'ah dan condong kepada bersumpah setia kepada golongan Alawiyyin ketika itu di Hejaz. 

Tetapi semuanya membenarkan bahwa Syafi'i bersimpati dengan Syi'ah ketika ia di Yaman. Pernah perkarah ini di kemukakan kepada pengadilan Harun Ar-Rosyid, tetapi Sultan ini kemudian membebaskan tuduhan terhadam Imam Syafi'i itu (Ibn Abdul Bar Al-Intiqa' hal. 95) yang demikian itu terjadi dalam tahun 184, sedangkan umus Imam Syafi'i adalah 34 tahun. 

Syafi'i berangkat ke Bagdad tahun 195 dan tinggal disana selama dua tahun, kemudian kembali ke Mekkah, kemudian pergi lagi ke Bagdad tahun 197 dan tinggal selama satu bulan di sana. Barulah kemudian dalam tahun 199 H, ia berangkat ke Mesir sebagaimana yang sudah kita ceritakan di atas dalam tahun 199 dan ia wafat di sana pada tahun 204 H. (II : 220).

Sepanjang sejarah jarang orang-orang dari Ahli Sunna  menyelidiki  mazhad Syi'ah ini dari sumbernya, dari kitab-kitabnya yang ditulih oleh anak-anak Syi'ah sendiri dan melihat serta mempelajari dalam pergaulan dengan mereka. Kecaman-kecaman terhadap Syi'ah yang terdapat dalam kitab-kitab pengarah ahli sunnah kebanyakan berasal dari ungkapan-ungkapan mereka sendiri yang sambung-menyambung di kupas dibicarakan, jarang yang mau mempelajari benar-bear dan tidaknya sesuatu tuduhan dari kitab-kitab yang di tulis oleh ulama-ulama Syi'ah sendiri dan mencocokan keterangan-keterangan itu dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasul.

Fatwa ini diserahkan dengan resmi oleh Syeih Mahmad Syaltut kepada Ustad Muhammad Taqyul Qummi sekertaris umum  dari Darut Taqrib Bainal Mazahibil Islamiyah dengen perintah agar fatwa membolehkan beribadat dengan mazhab Syi'ah ini disiarkan secara luas, dengan demikian selesailah persoalan perdebatan antara ahli sunnah wal Jama'ah dengan syi'ah Imamiyah, di selesaikan oleh seoarang  Syaikhul Azhar kaliber besar Muhammad 

Syalfut.
Syi'ah Sab'iah (syi'ah tujuh)
Istilah syi'ah sab'iah "syi'ah tujuh" dianalogikan dengan syi'ah Itsna' Asyariah. Istilah itu memberikan pengertian bahwa syi'ah yang ini hanya mengakui tujuh imam. Tujuh imam itu ialah Ali, Hasan, Husen, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja'far Ash-shadiq, dan Ismail Ja'far. Karena dinsbatkan pada imam ketujuh, Ismail Ja'far Ash-Shadiq, Syi'ah Sabiah disebut juga Syi'ah Ismailiyah.

Berbeda dengan Syi'ah Sab'iah, Syi'ah Itsna Asyariah membatalkan Ismail bin Ja'far sebagai imam ketujuh karena di samping Ismail berkebiasaan tidak terpuji juga karena fi wafat (143 H/760 M) mendahului ayahnya. Ja'far (w.765). Sebagai gantinya adalah Musa Al-Kadzim, adik Ismail. Syi'ah

Syarat-syarat seorang imam dalam pandangan Syi'ah Sab'iah adalah sebagai berikut:
Imam harus dari keturunan Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah yang kemudian di kenal dengn Ahlul Bait.

Berbeda dengan aliran Kaisaniah pengikut Mukhtar Ats-Tsaqafi, mempropagandakan bahwa keimaman harus dari keturunan Ali melalui pernikahannya dengan seorng wanita daru Bani Hanifah dan mempunyai anak yang bernama Muhammad bin Al-Hanafiyah.

 Imam harus berdasarkan penunjukan atau nash. Syi'ah Sab'iah meyakini bahwa setelah Nabi wafat, Ali menjadi imam berdasarkan penunjukan khusus yang dilakukan Nabi sebelum wafat. Suksesi keimanan menurut doktrin dan tradisi Syi'ah harus berdasarkan nash oleh imam terdahulu.
Keimanan jatuh pada anak tertua. Syi'ah Sab'iah menggariskan bahwa seorang imam memperoleh keimaman dengan jalan wiratsah dan seharusnya merupakan anak paling tua. Jadi, Ayahnya yang menjadi imam menunjuk anaknya yang paling tua.

Imam harus maksum sebagaimana Syi'ah lainnya. Syi'ah Sab'iah menggariskan bahwa seorang imam harus terjaga dari salah satu dosa. Bahkan lebih dari itu, Syi'ah Sab'iah berpendapat bahwa jika imam melakukan perbuatan salah. Perbuatan itu tidak salah. Keharusan maksum bagi imam dapat ditelusuri dengan pendekatan sejarah. Pada sejarah Iran pra-Islam terdapat ajaran yang menytakan bahwa raja merupakan keturunan Tuhan atau seorang raja adalah penguasa yang mendapatkan tetesan ilahi (Devine Grace)dan dalam bahasa Persia adalah (Fart Izodi). Oleh karena itu, seorang raja harus maksum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun