Baiklah kalau itu benar, lalu kegagalan semacam apa yang mampu membuat seorang pria berida kehilangan wibawanya. Kemana pikiran dewasa yang sudah kuanggap sejak kesan pertama. Malahan kini, dia lebih terlihat kekanak-kanakan, berbanding terbalik dengan perawakannya.Â
Sampai aku berhasil menyimpulkan bahwa, benar, dia depresi.Â
Semua prasangkaku sebelumnya mendadak corakkan kewajaran. Hingga akhirnya, aku berupaya lagi menelisik pengalamannya, memastikan kegagalan seperti apa yang berhasil menyebabkan dia menderita seperti ini.Â
Dengan memahami akarnya, mudah-mudahan aku bisa memberikan secercah semangat dan pertolongan, meskipun besar dugaan, tawaranku nanti tidak seperti apa yang diharapkannya.
Pertanyaanku yang lebih rinci kembali menginterogasi, "Gagal? Gagal gimana?"
Yah, dia diam lagi. Bibirnya bergetar, tapi enggan hasilkan suara. Alhasil, kupermudah saja dialog yang riweuh ini.
"Kamu gagal karena nggak dapat kerja? Atau diputusin pacar? Ditinggal nikah?  Atau bagaimana sih? Ayolaahhh," cecarku mendetail.
Tepat ketika pertanyaanku berakhir, pria tersebut buru-buru menyela, "Bukan bukaannn."
"Terus kenapa?" lanjutku.
"Aku gagal, aku gagal karena gapernah memulai sesuatu. Aku takut, dan aku sengsara karena itu. Aku tau penyesalan bakal selalu datang di akhir, dan sungguh, itu terjadi sekarang. Itu selalu mengusik. Pikiranku kacau."
Aku cukup terkejut mendengar penjelasannya, sekaligus prihatin. Sependek pengetahuanku, seperti ini adalah jenis kegagalan yang paling parah. Sangat dihindari banyak orang.Â