Cukup sudah bagi Pak Sudra. Rasa penasarannya musnah tanpa jejak. Pengalaman yang unik, sekaligus aneh bagi dia. Bahkan dia sendiri tidak memahami apa yang sedang dimaksud oleh kedua bocah tersebut. Sampai suatu ketika, dia berpamitan dan melanjutkan harinya sebagai pengusaha penyewaan jamban umum.
***
Kembali ke situasi keluarga harmonis, antara Omah dan cucu-cucunya.
"Hahaha, part yang paling bikin ngakak sih, pas Pak Sudra pulang dengan tangan hampa. Udah effort lebih buat investigasi, eh ternyata dia sendiri nggak paham sama hasil investigasinya," respon Dadang sembari ketawa.
"Bener, sama setiap kali Paria dan Dalit datang ke jamban umum. Kenapa harus dilempar sih pintunya, usil amat emang tuh bocah dua hahaha," lanjut Ajeng dengan ceria.
Sujino pun berusaha masuk ke dalam suasana yang ringan tersebut, namun dengan intonasi dan bahasan yang agak berat.
"Tapi jujur sih, sejak pertama kali denger dongeng Omah ini, semenjak saat itu aku praktekin tuh cara si Paria sama Dalit. Bahkan masih sampe kuliah sekarang. Dan, it works. Emang bener ya, pas kita mandi atau buang air, tahu-tahu ada aja inspirasi yang terlintas."
"Bener, bener, setuju. Aku juga," lanjut Dadang dan Ajeng membenarkan.
Omah juga ikut mengomentari percakapan ringan dari cucu-cucu kesayangannya, dengan bahasan yang jauh lebih berat dari apa yang disampaikan Sujino sebelumnya.
"Hehehe, kira-kira tahu nggak kenapa? Karena sewaktu kita di kamar mandi, kita cuma fokus sama aktivitas yang bahkan sudah kita ulangi ribuan kali. Dari kecil sampai gede sekarang, sudah berapa kali kalian mandi dan buang air?"
Omah melanjutkan penjelasannya dengan kalem dan perlahan, lalu diakhiri dengan cekikikan.Â