Setelah memantau cukup lama, akhirnya intelijen Turki memberi "lampu hijau" ofensif besar-besaran pada pasukan pembebasan Suriah dan seluruh aliansinya termasuk Hayat Tahrir al-Syam (HTS) yang tergabung dalam Syiran National Army (SNA) terhadap pemerintahan Bashar Al-Assad.
Pada Rabu pagi 27 November 2024, serombongan besar SNA mendobrak perbatasan di kawasan dari Al-Bab dan Idlib. Rombongan dari Al-Bab menembus ke jalan M5 ke gerbang kota Aleppo, sedangkan rombongan dari Idlib menembus pertahanan terluar SAA (Tentara Suriah) di kota Saraqib di jalur M4.
Ofensif cepat bertajuk "Pencegahan Agresi" tersebut tidak terduga, karena pasukan SAA dan seluruh milisinya lengah, sehingga memilih mundur dari Aleppo dan terus mundur di sejumlah tempat dari kota Aleppo ke Homs, terus ke Hama, juga mundur dari Provinsi Latakia. (Kini atas negosiasi dengan Turki masih menyisakan sebuah zona aman kecil untuk Rusia di kota Jabaliah dekat pangkalan militer Rusia di kota Latakia untuk persiapan akhir jika Rusia jadi keluar dari Suriah).
Di selatan Suriah, pasukan pemberontak di Darra bersiap merangsek ke kota Damaskus. Sama halnya di utara, pasukan Suriah juga mundur dan terus mundur hingga akhirnya seluruh Provinsi Darra dibebaskan.
Pada akhirnya pada minggu pagi, 8 Desember 2024 menjadi hari mimpi terburuk bagi Assad ketika pasukan pemberontak dari utara dan dari selatan bertemu di kota Damaskus merayakan kemenangan sekaligus berakhirnya cerita tentang Republik Arab Suriah di bawah pemerintahan Bashar Al-Assad dan proksi pendukungnya.
Republik Arab Suriah (Suriah) akhirnya runtuh total setelah menahanan gempuran penghancuran yang terstruktur dan masif selama 13 tahun (sejak Maret 2011 hingga Desember 2024) dari dalam dan dari luar Suriah.
Meskipun instabilitas di Suriah telah terjadi sejak jaman kerajaan Suriah (bahkan jauh sebelumnya) namun kekacauan paling brutal terjadi saat pemberontakan terkini, yakni sejak 15 Maret 2011, dari kota Daraa, sebuah kota besar di Gubernuran Daraa sekitar 3 km dari perbatasan Jordania.
Awalnya pemberontakakan kecil di kota itu hanyalah respon dari gerakan The Arabspring yang ketika itu menggelegar seantero jazirah Arab, mulai dari Tunisia, Mesir, Yaman, Libia hingga ke beberapa negara Arab lainnya termasuk ke Suriah.
Pemberontakan kecil di kota itu kemudian menjelma menjadi kisah penghancuran Suriah paling berdarah di jaman modern di planet bumi ini melahirkan aneka bentuk penghancuran yang terstruktur, sistemtis dan masif (TSM) itu dimulai sejak meletus hingga berakhir pada 8 Desember 2024 saat artikel ini dibuat.
Aneka penghancuran TSM dalam berbagai bentuk itu bersumber dari luar dan dari dalam Suriah sendiri.
Dari dalam Suriah terdapat kisah peperangan dan pembunuhan yang masif, penyiksaan dan penghancuran kekuatan masing-masing bahkan terhadap warga yang tidak bersalah.
Penghancuran dari luar Suriah adalah bentuk-bentuk dukungan militer, finansial peperangan hingga sanksi ekonomi, boikot, pengucilan, intervensi, insurgensi dan serangan-serangan sporadis oleh AS, Iyang Israel dan Turki di utara negeri yang pernah berjuluk "Craddle of Civilization" (Pintu Gerbang Sejarah) tersebut.
Begitu ambisiusnya proksi pro pemberontakan termasuk AS sehingga awalnya mengeluarkan kebijakan "kelompok Teroris" kepada Al-Nusra/ HTS kini menyebutnya kelompok militan Mujahidin.
Masih di pihak luar, Turki yang telah sepakat dalam perjanjian marathon dengan Iran dan Rusia dalam sejumlah pertemuan Astana, Sochi pun harus melanggar perjanjian yang telah disepakati, antara lain, menciptakan zona demiliterisasi di sepanjang Jalur M4 antara Jisr As-Shugur- Idlib - Albab sedalam 15 km dan joint Patrol di sejumlah ruas tertentu jalan M-4 tersebut.
Pos-pos pemantau Turki yang memang diakui Rusia berada di sejumlah titik di perbatasan M-4 dan dalam koridor sedalam 15 km tersebut aktif memantau situasi dan perkembangan posisi Suriah setiap saat.
Sementara itu dron pemantau AS bekerja siang malam melihat posisi tentara Suriah dengan alasan memantau pergerakan Hizbullah atau milisi Iran diantara Aleppo hingga Albukamal di perbatasan Irak.
Dalam posisi Turki dan AS juga Israel memainkan peranannya, pemerintahan Bashar al-Assad yang mengandalkan Rusia dan Iran dalam 13 tahun tekanan akhir-akhir ini seperti tenang dalam zona nyamannya. Sepertinya sudah cukup bagi Bashar Al-Assad mendapatkan status quo kekuasaan seperti itu.
Pasukan Suriah sibuk dengan kegiatan kurang produktif. Latihan militer terjun payung, terlibat proyek pemulihan infrastruktur dan rekrutmen seadanya. Merasa mampu mengendalikan Suriah dalam tingkat darurat seperti dia pikirkan.
Pemerintah dan intelijen militer Suriah mungkin lengah memantau perbatasan, pergerakan dan kekuatan lawan terutama di kota Al-Bab, Idlib dan kota satelitnya Al-Atarib dan Jisr As-Shugur kantong-kantong mobilisasi dan titik kumpul utama perlawanan terakhir tersebut.
Kini "Craddle of Civilization"itu terkulai, akibat terbukanya pintu gerbang sejarah pertikaian baru bagi Suriah.
Banyak pihak berharap barakhirnya Republik Arab Suriah ini dapat menjadi tonggak lahirnya Suriah baru yang lebih manusiawi, modern, moderat dan sejumlah harapan positif lainnya.
Negara baru Suriah baru nanti berlandaskan semboyan "Persatuan, Kebebasan dan Sosialisme" seperti tertera dalam 3 bintang pada bendera Pasukan Pembebasan Suriah (FSA) selama ini.
Di sisi lain, pemerintahan dan militer dan proksi yang kalah mengerti betul bahwa Suriah tidak akan pernah tenang karena selain faktor sejarah kelamnya juga karena karakter konflik dan tingkat indek pembangunan manusianya yang relatif rendah dan faktor lainnya mudah menjadi obyek peperangan.
Dugaan tersebut sangat beralasan karena berbagai potensi kekacauan yang bakal timbul ke depan adalah :
- Persaingan sejati antara sekte Alawit, Druze, Arab, Syiah dan etnis Kurdi bahkan dengan negara Turki akan berlanjut di bumi Syam.
- Ketenangan Israel akan semakin nyata terusik. Kini jarak antara Israel dan Suriah baru yang didukung oleh Turki dan aliansinya langsung bersebelahan. Syrian National Army, Free Syrian Army, Hayat Tahrir al-Syam (dahulu Al-Nusra jaringan Alqaeda), ISIS dan relawan "mujahidin" dari berbagai negara akan semakin dekat ke dinding atau halaman Israel melalui Dataran Tinggi Golan.
- Masyarakat muslim dunia dan anti Israel akan melihat apakah mereka nanti benar-benar ingin berperang dengan Israel atau justru menjadi sekutu Israel. Jika terjadi yang terakhir maka akan tercipta kembali perlawanan baru anti FSA dan aliansinya.
- Pada saat artikel ini dibuat baru saja terlihat aksi sejumlah pesawat tempur Israel menyerang sejumlah posisi milisi dan tentara pemberontak Suriah di berbagai tempat.
- Persaingan pengaruh antara Arab dan Turki akan menimbulkan pergesekan yang lebih dahsyat dari sebelumnya
- Perang sengit antara Rojava (Pemerintah Kurdi di Suriah Utara dan Timur) dengan Free Syrian Army (FSA) dan seluruh afiliasinya termasuk SNA dan Alqaeda akan semakin terbuka karena Kurdi Suriah dukungan AS telah becita-cita membentuk Rojava raya diantara Manbij, Deir Ezzour, Aleppo hingga ke Albukamal.
- Bangkitnya perlawanan minoritas baru dibawah bentukan proksi baru, bisa Israel, AS atau Rusia.
- Kerjasama AS dan Turki dalam mengelola ladang minyak Suriah di kawasan yang dikuasai Rojava, Kurdi Suriah akan menimbulkan kecemburuan faksi lain terutama faksi Al-Nusra dengan faksi Sunni.
- Kembalinya jutaan imigran Suriah yang melarikan diri ke luar negeri selama ini akan menimbulkan konflik baru terutama bidang kemanan dan persoalan sosial lain misalnya lapangan kerja dan layanan kesehatan.
Kini Republik Arab Suriah sudah tamat riwayatnya. Penderitaannya selama 13 tahun berakhir secara dramatis. Kepergiannya meninggalkan duka bagi proksi pro Suriah dimanapun di atas muka bumi ini.
Untuk pemerintahan sementara Suriah dikomandoi oleh mantan PM, Mohammed Al-Jalali.
Kemungkinan nanti Abu Mohammad al-Julani akan mendapatkan kekuasaan dalam pemerintahan Suriah baru. Dia adalah kepala panglima kelompok militan Suriah Tahrir al-Sham (HTS). Ia juga merupakan amir dari organisasi sebelumnya Front al-Nusra, cabang Suriah dari al-Qaeda. HTS adalah milisi terkuat dukungan Turki.
Jauh dari lokasi yang membara tersebut, dari tempat pelariannya kemungkinan di Rusia, Bashar terpukau melihat istana presiden di Damaskus simbol kekuasaannya tercabik-cabik dalam aneka penghinaan tiada tara. Ratapan hatinya tidak mempengaruhi apapun lagi kondisi di sana.
Untuk menghindari penghukuman seperti dialami Khadafi di Libia, Bashar Al-Assad dan keluarga besarnya kemungkinan besar telah berangkat duluan beberapa hari sebelumnya ke luar Suriah melalui China sebelum pindah ke Rusia.
Kesedihan Iran dan Rusia akibat kerugian moral, material, finansial dan jiwa raga tidak akan terbayarkan dengan alasan apapun dibalik runtuhnya Assad dan Republik Arab Suriah.
Di sisi lain tidak kalah mengkhawatirkan adalah nasib warga Suriah pro Assad, tentara serta keluarga mereka yang "ditinggalkan" Bashar, mereka kuatir mengalami ancaman diperlakukan sadistis oleh pola-pola pengadilan dan hukuman ala ISIS dengan alasan hukuman balas dendam.
Selamat jalan Republik Arab Suriah...
Semoga Suriah baru akan memberi tatanan baru yang mampu memberikan rakyat Suriah ketenangan yang lebih baik jika tidak ada ketenangan yang abadi.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H