Rekonsiliasi yang rapuh di wilayah tersebut dicapai pada 2018 lalu setelah pasukan pemerintah Suriah merebut sepenuhnya ibukota Daraa pada 31 Juli 2018.
Pada 2019 pemerintah merekrut sejumlah pasukan pemberontak yang memenuhi syarat untuk sama-sama menjaga perdamaian di sana yang disebut "Joint Military Security in Daraa."
Namun belakangan terjadi kecurigaan semacam penghianatan karena hampir setiap hari selalu terjadi pembunuhan terhadap pasukan dan milisi pro pemerintah Suriah.
Laporan intelijen menyimpulkan sejumlah milisi mantan kombatan FSA yang bekerja dalam Daraa Military Security justru bekerja untuk Daraa Military Council (DMC), sayap militer FSA yang berkuasa penuh di front Daraa (fron selatan).
Menyikapi hal tersebut sejak Juni 2021 lalu intelijen dan pasukan Suriah mulai melakukan "pembersihan" terhadap mantan kombatan yang bertugas ganda. Sejumlah 90 pentolan dimasukkan didaftar buruan pasukan Suriah dan milisi pendukungnya.
Ibu kota Provinsi Dara itu kini kembali membara setelah dihantui rentetan penembakan dan pembunuhan misterius sangat panjang
Kota Daraa sendiri sesungguhnya terbagi dalam dua bagian kekuatan. Bagian utara didominasi SAA dan pendukungnya, sedangkan kota Daraa bagian selatan didominasi pendukung pemberontak yang dipimpin kelompok
Kemudian antara kawasan kota Daraa bagian selatan (Al-Balad) yang dikuasai pemberontak dipisahkan lagi oleh koridor selebar 6 km menuju ke kota Umm al-Mayathen kantong pasukan pemberontak lainnya.
Begitu juga dari kawasan Daraa al-Balad ke a- Yadudah di pisahkan koridor lebih dari 5 km.
Jadi kesannya kawasan Daraa al-Balad ini seperti terkepung oleh pasukan Suriah karena di sisi lainnya adalah kawasan yang didominasi pasukan SAA dan pendukungnya.
Disamping itu perburuan terhadap 70 target pentolan FSA di Daraa sangat meresahkan. Sementara itu aktifitas mobilitas warga di al-Balad ke distrik lainnya menjadi terasa sangat menganggu perekonomian warga.