"Anda tahu siapakah lawan Presiden. Mereka mengirim tentara bayaran untuk membunuh Presiden beserta seluruh keluarganya di rumah, karena (Moise) menginginkan (ada) air, listrik, jalan dan pemilihan umum serta referendum di akhir tahun," ujarnya dengan suara bergetar.
Menurutnya, para pembunuh bayaran itu melakukan pembunuhan dalam "sekejab mata" bahkan tidak memberikan kesempatan Moise berbicara.
Martine bersyukur masih hidup (selamat) namun ia kehilangan suaminya seraya meminta orang Haiti agar tidak kehilangan arah setelah pembunuhan tersebut. "Kita tidak dapat membiarkan darahnya tumpah dengan sia-sia," ujarnya berharap munculnya pesatuan warga Haiti yg simpati pada Moise.
Dari rekaman suara itu mulai terkuak bahwa pembunuhan itu memang digerakkan oleh lawan politik Moise di dalam negeri.
Dari sana juga terungkap Moise yang telah mengutamakan pembangunan fasilitas umum (air, jalan, listrik) dan melaksanakan Pemilu dengan baik serta sedang berusaha mengatur terlaksananya refeendum mengubah konstitusi agar pemilu dapat berjalan lancar dan lebih demokratis.
Tapi semua itu tidak berarti di mata lawan politiknya yang mengincar apapun dari jabatan dan proyek Moise.
Pernyataan perdananya kini mulai membentuk rasa percaya diri orang-orang Haiti memberi dukungan pada Martine.
Dia memang sepantasnya mendapat dukungan moral setelah mengalami peristiwa yang sangat berat pada siapapun mengalami peristiwa seperti dialami Martine.
Marie Etienne Martine Joseph nama lengkapnya. Setelah menikahi Jovenel Moise kerap disapa Martine Moise. Dia lahir 5 Juni 1974, kini berusia 47 tahun, mungkin termasuk tidak muda lagi bagi ukuran wanita tertentu.
Profil Martine secara fisik memang kurang menguntungkan dibanding sejumlah first lady Haiti pernah ada apalagi membandingkannya dengan first lady sejumlah negara maju.
Tubuhnya tidak ideal seperti idaman wanita pada umumnya. Gaun busananya juga sering monoton dengan warna khas Afrika selalu melekat dalam setiap tampilannya.