Oleh karenaya tidak heran ada yang menilai marahnya Jokowi sebagai sikapnya yang tidak bijak, mempermalukan, mengancam dan sok kuasa, otoriter, ceramah (bukan rapat) bahkan ada yang menduga Jokowi menekan menterinya agar "mahir" menggunakan dananya di balik pandemi Covid-19.
Tetapi di sisi lain sangat diharapkan Jokowi juga mempertimbangkan langkah-langkah cooling down dengan menterinya sebab di sisi lain menteri juga manusia.
Menteri juga punya ratusan ribu karakter anak buah atau pegawai yang telah mendarah daging cara kerjanya berdasarkan sejumlah menteri atau kepala lembaga yang telah datang dan pergi silih berganti sebelumnya. Mereka tersebar dari pusat hingga ke desa-desa sampai pada kepala lingkungan yang merupakan garda terdepan aparatur negara nun jauh di sana bahkan ada yang berada dibalik bukit belum sampai listrik dan internet.
Bisa jadi para menteri telah berbuih mulutnya mengingatkan sekaligus menekan jika tak pantas merepetin jajaran direktorat jendralnya dan lembaga di bawahnya berkali-kali tetapi tidak juga beranjak alias tidak dapat diajak ngebut lama-lama. Ngebut sejenak, ngopinya lama, belum lagi merokok dan berleha-leha.
Meeting koordinasi, peyamaan visi dan persepsi, perombakan struktur organisasi dan promosi serta penandatanganan pakta integritas dan sumpah janji dan komitmen pada tujuan telah dilakukan, tapi ibarat lokomotif tua tidak bisa diajak ekspres.
Pelatihan intensif mendatangkan pakar psikolog, pakar ilmu pemerintahan dan terapi emotional question juga dilakukan tak juga beranjak dari pusaran zona nyaman.
Studi banding ke luar negeri telah berkali-kali diberikan tapi belum tiba di tanah air menguap bagaikan terlepas dari pesawat di angkasa dalam perjalanan jauh dan melelahkan ingin lekas pulang.
Sebetulnya tanda-tanda tidak bisa dipacunya bangsa ini bekerja ala Jokowi bukan karena menterinya yang loyo. Di tingkat menteri diajak "ngebut" oleh Presiden oke-oke saja.
Tetapi bukan menteri yang bekerja, yang bekerja adalah anak buahnya berlapis-lapis di bawah sana hingga kepala lingkungan di sebuah pulau terpencil.
Oleh sebab itu presiden Jokowi sebaiknya mempertimbangkan kondisi itu sebelum para menteri jadi dongkol, kesal dan ujung-ujungnya ngambek.
"Pecat, pecatlah, gua udah bete tau," dalam hatinya barangkali begitu.