Beberapa jam lalu Irak TV memastikan bahwa jendral Qassem Soleimani (62) Panglima Brigade al-Quds (salah satu milisi tempur elite Iran) dipastikan tewas setelah diserang drone AS di terminal keberangkatan Baghdad Internasional di Irak.
Turut tewas bersamanya adalah Abu Mahdi al- Muhandis komandan PMF (Populer Mobilization Force) dan seorang protokoler PMF di bandara.
Serangan AS itu melengkapi aksi AS di kawasan Al-Buqamal dekat perbatasan Suriah - Irak tepatnya di sebuah bunker fasilitas militer Iran dekat pintu perbatasan Al-Qaim pada 29 Desember 2019.
Dalam serangan awal itu AS menyerang lima target di Irak dan Suriah. Di dalam wilayah Suriah 2 target dihancurkan termasuk puluhan milisi Al-Quds yang berjaga di kawasan markas Al-Qaim.
Sedangkan di Irak AS menyerang 3 lokasi Hezbollah. Dari 5 target tersebut menewaskan lebih dari 25 anggota milisi dukungan Iran dari berbagai elemen (Al-Quds, PMF, Hezbollah dan lain-lain).
Pentagon mengatakan serangan pada 29 Desember 2019 itu adalah pembalasan atas serangan sebuah roket ke arah kontraktor AS yang sedang mengerjakan sebuah proyek dekat markas militer AS di luar kota Baghdad.
Pentagon menilai serangan itu berjalan dengan sangat sukses. Menteri pertahanan AS bahkan mengatakan serangan AS akan berlanjut.
Meskipun serangan awal telah mendapat demo dari warga Irak yang melakukan protes dan kecaman dari pemerintah Irak, Suriah dan Iran serta Rusia nyatanya AS tidak berhenti menyerang.
Benar ancaman Mark Esper (Menhan AS). Pagi, Jumat 3/1/2019 drone AS menyerang ketika Jendral Soleimani bersiap turun dari kendaraannya ke ruang tunggu sebelum pulang ke Iran.
Intelijen AS memberikan informasi sangat tepat. Sejumlah roket diluncurkan dari drone penyerang menamatkan riwayat sang Jendral yang dibenci AS dan Israel tapi dipuji di Iran dan negara mitranya.
Di pihak lain tewasnya Soleimani juga ikut dirayakan oleh warga anti Iran di kawasan Tahrir Square beberapa jam lalu. Hal yang sama juga dilakukan warga di kawasan Tarmiyah di luar kota Baghdad serta di Maysan, Basra.
Soleimani menjadi target AS dan Israel bukan baru kali ini. Tokoh yang paling disegani sekaligus paling diburu ini telah lama dijadikan target pembunuhan.
Soleimani dikenal sebagai orang paling berpengaruh dalam politik luar negeri Iran karena ia memegang kendali dalam sebuah unit operasi super elite melebihi IRGC.
Usulan teror dari lembaga kongres Amerika mengejutkan, sekaligus menunjukkan kapasitas Suleimani dan Pasukan Quds yang dipimpinnya.
Ia dihormati oleh militer AS karena dinilai sangat cerdas jika tak pantas disebut licik. Salah satu Jendral AS, David H. Petraeus (mantan Direktur CIA) mengakui "kehebatannya."
Entah karena itu atau atau karena AS kalah bersaing dengan Iran di Irak pasca lengsernya Saddam Husein Petraeus disingkirkan dari CIA.
Upaya pembunuhan terhadap Soleimani memang terang-terangan dijalankan AS. Pada Januari 2018 lalu, AS memberi lampu hijau pada Israel untuk melakukan serangan (pembunuhan)terhadap Soleimani.
Mungkin itu sebabnya Israel menggila menyerang perbatasan Irak-Suriah dan beberapa kepentingan fasilitas militer Iran di Suriah.
Kehebatan Soleimani tidak dapat disampaikan panjang lebar.Salah satu suksesnya adalah menyelamatkan copilot Su-24 Rusia yang ditembak jatuh F-16 Turki pada 14 November 2015 lalu.
Sebagaimana pernah penulis laporkan di sini, saat itu Soleimani bersama 25 pasukan elite Suriah dan milisi Al-Quds sukses melakukan operasi penyelamatan terhadap copilot Konstantin Murakhtin.
Sedangkan pilot Oleg Peshkov ditembak mati pemberontak Suriah dukungan Turki di hutan Latakia dekat perbatasan Turki.
Sebagai panglima Birgade super elite di Garda Revolusi Jendral Soleimani memiliki tugas-tugas khusus, seperti penculikan, spionase, kontra intelijen, hingga operasi sabotase.
Pantas AS memasukkan ia dalam target operasi. Pada 2008 setelah AS kalah bersaing dengan Iran, Soleimani mengirim surat pada Ptraeus, "Jendral Patraes, Anda musti berhati-hati, bahwa saya Qassem Soleimani mengemban tugas Iran atas Irak, Suriah, Lebanon, Ghaza dan Afghanistan," ujarnya bikin AS merasa terancam.
Setelah serangan terhadap Soleimani AS juga tidak mengendurkan tekanannya. Beberapa jam lalu AS melaksanakan latihan perang penangkalan terorisme dengan mitranya The Ellite CTS Force di Irak. Beberapa helikopter terbang silih berganti mengawasi kedubes AS di baghdad ditengah upaya Iran melakukan serangan balas dendam.
Seorang anggota Parlemen Irak melontarkan kata siap perang jika AS menginginkannya. Sementara itu Dewan Keamanan Nasional Iran sedang berunding menyiapkan langkah balasan terhadap AS.
Mengacu pada karakter Iran langsung melakukan balasan atas setiap provokasi terhadap kepentingannya dimanapun tampaknya hal ini juga akan terjadi terutama pada AS dan Israel.
AS, Israel dan barat berkepentingan menjaga kepentingan mereka di manapun di seluruh dunia terutama dari ancaman musuh-musuhnya. Meski tidak ada mandat pada AS mejadi polisi dunia mengatur negara lain di negara lain tetapi AS didukung alianasinya terang benderang memperlihatkan hak tersebut.
Apakah Iran akan mengurangi peranannya di Irak, Suriah, Lebanon setelah jadi langganan target AS dan Israel (intensif) dalam 2 tahun terakhir, atau justru memaksa Rusia tidak cuma bisa bungkam seribu bahasa tatkala Iran digebuki ramai-ramai?
Tak tahulah bagaimana. Kita lihat saja perkembangannya seperti apa.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H