Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kurdi Suriah (SDF) Jangan Tangisi AS

8 Oktober 2019   13:13 Diperbarui: 9 Oktober 2019   10:40 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rencana AS ingin keluar dari Suriah (Suriah Utara) sesungguhnya telah lama disiapkan, setidaknya pada 19 Desember 2018 usai AS dan Syirian Democratic Force (SDF) menghancurkan kantong ISIS terakhir di Al-Baghouze. Saat itu Donald Trump mengumumkan akan menarik pulang pasukan AS dari Suriah karena misi mengalahkan ISIS telah mencapai tujuan.

Akan tetapi rencana tinggal rencana, yang terjadi justru sebaliknya yakni AS tetap beroperasi di sana bahkan memperkuat sistem pertahanan SDF sedemikian rupa mulai dari pelatihan, pendanaan, pembangunan gedung penting, sistem komunikasi, radar, amunisi, peralatan tempur hingga latihan pasukan komando untuk SDF.

Belasan ribu truk dari arah Irak telah datang dan pergi silih berganti ke kawasan Suriah utara yang dikuasai SDF. Pada satu sisi aksi tersebut telah membuat decak kagum warga Kurdi Suriah dan melambungkan angan-angan SDF setinggi langit. Tapi di sisi lain pasukan Arab Suriah (SAA) dibuat terperangah tak kuasa menganggu SDF kuatir dibantai AS melalui serangan udara.

Di negeri seberang, Turki dibuat panas dingin, tak sanggup rasanya melihat AS dengan sangat vulgar mempertontonkan dukungannya pada sebuah organasisasi yang cuma mempunyai sayap militer, ironisnya organisasi itu pula telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Turki.

Himbauan pemerintah Suriah dan Rusia agar AS meninggalkan kawasan Suriah tidak digubris. Yang terjadi adalah penembakan terhadap konvoi SAA yang sedang menuju ke kawasan perang menghadapi ISIS.

Di seberang timur sungai Eufrat AS menggagalkan usaha penyelundupan minyak dari kawasan yang dikuasai SDF kepada pemerintah Suriah melalui kota Deir ez Zour. AS mempertontonkan tidak peduli terhadap hukum Internasional dengan alasan menjalankan embargo ekonomi terhadap pemerintah Suriah.

Teriakan Erdogan dianggap angin lalu. Sumpah serapah presiden Turki itu seakan lawakan di mata AS. Tak ada tanda-tanda AS akan berhenti mendukung SDF di berbagai bidang.

Situasinya mulai tampak berubah pada 7 Agustus 2019 ketika AS memenuhi tuntutan Turki dalam membuat kebijaksanaan "Safe Zone" di kawasan perbatasan sepanjang 410 km sebelah timur sungai Eufrat.

Langkah AS semakin jelas ketika joint Operation darat pada awalnya dilaksanakan kedua negara hanya dilaksanakan Turki saja. Hal itu berlanjut pada operasi udara membiarkan angkatan udara Turki melaksanakan operasi sendiri hingga "melengganglah" dengan bebas pesawat tempur Turki di atas udara Suriah sejak terakhir kali pada 2012 ketika sebuah pesawat patrolinya di tembak jatuh di atas provni idlib oleh sistem pertahanan udara SAA.

Langkah AS menjadi jelas ketika pada tanggal 5 Oktober 2019, sebanyak 7 kendaraan pasukan AS bergerak dengan lesu meninggalkan pos mereka disebuah bekas pabrik semen di kawasan Kharabisq  menuju kota Tell Abyad.

Pada akhirnya Presiden Turki pada 6 Oktober 2019 mengingatkan kembali bahwa serangan ke kawasan SDF (Suriah Utara) dapat terjadi setiap saat dan meminta AS menarik diri kawasan tersebut.

Benar sekali. Pada Senin 7/10/2019 pukul 03.14 GMT, Gedung Putih mengumumkan sikap konkrit pemerintah AS dalam masalah Suriah, yaitu :

  • Turki akan bergerak maju melaksanakan operasinya di utara Suriah yang telah lama tertunda
  • Angkatan Bersenjata AS tidak akan terlibat dan tidak mendukung operasi Turki tersebut
  • Pasukan AS tidak akan berada lagi pada kawasan tersebut
  • Mulai sekarang Turki akan bertanggung jawab atas semua ISIS yang telah ditangkap dalam 2 tahun terakhir dikawasan tersebut

Setelah itu reaksi pun bermunculan di seluruh dunia. Media massa barat menyesali langkah AS dan menganggap AS telah mengkhianati sekutunya Kurdi Suriah khususnya sayap militer SDF.

John McCain senator kawakan dari Republik menilai langkah Trump bukan cara seorang pahlawan (Patriot). Senator Lindsey Graham memberi umpama Trump tak lebih dibanding dengan Obama dalam masalah Suriah. Hampir seluruh senator Republikan menyalahi Trump karena menyerahkan Kurdi Suriah pada Turki.

Pentagon menyatakan kekecawaan mendalamnya dengan langkah Gedung Putih. Sementara itu kantor berita CNN mengatakan langkah Trump adalah hadiah besar untuk Assad dan Rusia.

Nikky Halley mantan Dubes AS untuk PBB menilai langkah Trump sama dengan membuat sekutu mereka mati

Media Perancis mengatakan langkah AS memberi lampu hijau pada Turki memperkuat kembali ISIS, sementara media barat lainnya hampir senada mengutuk langkah Donald Trump yang dianggap memberi lampu hijau pada Ankara untuk melaksanakan misinya terhadap Kurdi Suriah.

Warga Kurdi Suriah seperti kebingungan merasa ditikam dari Belakang. Sebagaimana dikutip dari  washingtontimes.com, Kino Gabriel juru bicara SDF mengatakan terkejut dengan sikap Presiden AS. Padahal sebelumnya telah menjamin tidak akan memberi izin Turki menyerang kawasan mereka (SDF). Tapi kini terjadi sebaliknya. "Rasanya seperti ditikam dari belakang"  ujarnya.

Kino dan kawan-kawan pantas terkejut apalagi SDF telah mengorbankan 10 ribuan petempurnya meregang nyawa mengalahkan ISIS tapi pada akhirnya AS pergi meninggalkan SDF cuma karena alasan terlalu besar biaya AS untuk tetap berada di sana, seperti kata Donald Trump. Pantas juga SDF akhirnya merasa seperti kata pepatah "habis sepah dibuang" oleh AS.

Kini Suriah lekas mengantisipasi agar tidak kecolongan lagi. Suriah dan Rusia sedang mempertimbangkan langkah cepat menuju ke kawasan Manbij yang ditinggal AS guna mencegah (menahan) pasukan Turki dan milisi TFSA dukungan Turki masuk ke kawasan tersebut.

Di sisi lain, 8 ribuan milisi  Syrian National Army (SNA) dukungan Turki terdiri dari milisi Hamza Division, Ahrar al-Sham dan Sulaiman Shah Brigade telah siaga di kota Tell Abyad menunggu pembernagkatan ke bagian timur sungai Eufrat. Selain itu sebuah media Turki menyatakan 14 ribuan milisi FSA lainnya menyatakan siap sedia ikut dalam operasi tersebut jika diperintahkan.

Menyikapi situasi tersebut SDF mulai membuka diri pada Rusia. Sekitar satu jam lalu saat tulisan ini dibuat sebanyak 17 kendaraan petempur SDF mulai meninggalkan kawasan Oemar Oil Fild dekat kota Deir Ezzour yang pada minggu lalu coba membuka fron baru meyerang posisi SAA di seberang tepi sungai Eufrat. 

Sementara itu Dewan Sipil di kota Manbij mengumumkan siap sedia menghadapi agresi Turki di tanah mereka kuasai. Dewan tersebut juga menyerukan pada orang-orang Arab, Turkmenistan, Kurdi dan Asia lainnya untuk bergabung dengan mereka mempertahankan diri dari agresi Turki.

Apa dan bagaimana langkah selanjutnya penyelesaian konflik Suriah setelah AS "undur diri" dari arena tersebut? Apakah langkah tersebut akan diikuti oleh Iran lalu diikuti Turki dan terakhir Rusia secara terbatas (karena ada pangkalan AL Rusia di sana).

Tampaknya bisa terjadi apalagi mengingat pada pernyatan Menlu Rusia pada akhir September 2019 bahwa Konflik akan segera berakhir dalam waktu dekat. Negara tersebut akan kembali normal dan damai kembali. "Meskipun beberapa kawasan di Idlib dan timur Eufrat masih bergolak namun tetap dalam kontrol pemerintah Suriah," ujarnya.

Abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun