Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Belajar pada "Wujud Asli" AS Setelah ISIS Tumbang di Irak dan Suriah

16 April 2019   14:33 Diperbarui: 16 April 2019   19:14 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : wordpress.com dan news.cgtn.com. Digabung oleh penulis

Awalnya adalah dalam rangka mendukung perlawanan oposisi Suriah (FSA) terhadap rezim pemerintahan Assad dan Kurdi Suriah (Syrian Democratic Force atau SDF) melawan ISIS, Amerika Serikat (AS) membentuk koalisi mengatasnamakan "internasional" yang dipimpin AS atau dikenal dengan sebutan "The American-led intervention in the Syrian Civil War" pada 22 September 2014.

Tidak sampai satu bulan kemudian, 10 Oktober 2014 AS membentuk satuan gugus tugas pasukan gabungan atau Combined Joint Task Force -- Operation Inherent Resolve (CJTF - OIR). Tanggal 10 Oktober 2014 satuan gugus tugas ini resmi beroperasi dengan sasaran utama adalah menghancurkan teroris ISIS di Irak dan Suriah.

Gugus tugas ini disokong hampir 50 negara dalam aneka bentuk dan pada awalnya terdiri dari 6.350 personil. Berkantor operasional berada di Kuwait sedangankan  kantor pengendali pusatnya adalah Departemen Pertahanan AS  (Pentagon) khususnya dibawah kendali The US Central Commad sebagai Operation Inherent Resolver.

Dalam perspektif koalisi internasional, AS menetapkan ISIS, HTS (dahulu Front Al-Nusra) dan Al-Qaeda di Irak dan Suriah serta kelompok White Flag di Irak sebagai organisasi teroris dan menjadi sasaran untuk dikalahkan dalam misi CJTF - OIR. Sementara di sudut lain Koalisi Internasional pimpinan AS yang dibentuk sebulan sebelumnya tetap fokus pada upaya memberi bantuan dan sokongan pada kelompok pemberontak dengan hampir seratusan sayap oposisi di dalamnya.

Jadi sampai di sini yang perlu digaris bawahi adalah :

  • AS membentuk Koalisi Internasional perang Suriah (mendukung FSA dan SDF) pada 22 September 2014 dan tidak sampai sebulan kemudian membentuk gugus tugas CJTF pada 10 Oktober 2014.
  • Koalisi Internasional bertujuan membantu FSA dan SDF sedangkan CJTF - OIR untuk menghancurkan ISIS dan Al-Nusra dan sejenis dengan kelompok tersebut di kantong-kantong kunci ISIS di Irak dan Suriah.
  • Aksi serangan udara CJTF terhadap kantong ISIS di Irak selesai pada Desember 2017 sedangkan aksi CJTF di Suriah seharusnya selesai pada saat pengumuman ISIS dikalahkan pada awal pertengahan Desember 2018 masih berlangsung sampai saat ini.
  • Aksi serangan udara CJTF terjadi beberapa kali terhadap pasukan SAA dan milisi pro SAA saat menuju atau dalam pertempuran melawan ISIS

Donald Trump kemudian pada 22 Desember 2018 mengumumkan akan menarik pasukannya dari Suriah seiring dengan kekalahan ISIS. Pengumuman itu sangat dilematis karena menimbulkan perpecahan pendapat antara Trump dengan beberapa pejabat militer.  Meski demikian Trump bergeming tetap berniat melaksanakan rencana tersebut dengan berbagai alasan, antara lain : ISIS telah berhasil dikalahkan; Misi AS tercapai dan memulangkan tentara AS dengan sebaik-baiknya ke negaranya.

Akan tetapi dalam faktanya pasukan AS tidak ditarik. Yang terjadi adalah pergantian personil dengan alasan akan ditarik secara bertahap. Lalu rencananya berubah lagi pasukan akan ditinggalkan sebagian kecil saja. 

Tapi lagi-lagi rencana itu tidak terealisir, bahkan yang terjadi saat ini adalah AS semakin "kalap" dengan memasok ribuan truk pengangkut peralatan tempur dan telekomunikasi dan radar secara massif ke bagian utara Suriah hingga berada hanya beberapa ratus meter saja kota Deir Ezzor (sebelah sungai barat sungai Eufrat yang dikuasai rezim Assad dukungan Rusia - Iran). 

Belum cukup sampai di situ, AS kini berniat menjadikan lapangan angkatan udara di kota Al-Tabqa (dekat kota Raqqa) yang hanya dipisah selebar 200-an meter sungai Eufrat dengan wilayah dikuasai rezim Assad menjadi pangkalan udara AS yang komplit dan canggih layaknya pangkalan militer Rusia di kota Latakia yang hanya berjarak 230 km (neutical) ke arah timur al-Tabqa.

Perang anti ISIS di Irak dukungan AS selesai Desember 2017, meski luas wilayahnya cuma kurang 5% ISIS di Irak dapat dikatakan telah dikalahkan. Setelah selesai kampanye serangan udara CJTF- OIR berlangsung 4 tahun lebih 2 bulan gugus tugas CJTF -OIR menghentikan aksi serangan udara di Irak dengan total serangan udara sebanyak 13.331 sortir serangan dari 8 Agustus 2014 sampai dengan Agustus 2017 untuk di Irak saja.

Amukan AS belum selesai, pada 22 Maret 2019, AS mengakui Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel dari Suriah dalam perang 6 hari (1967) resmi menjadi milik Israel padahal berdasarkan resolusi PBB kawasan tersebut adalah dalam status quo.

Saat rezim Suriah digebuki beramai-ramai dihadapan bosnya sendiri (Rusia), di sudut lain teman setianya (Iran) dipeloroti Israel siang malam tanpa kenal batas waktu. Iran tak berdaya selain melontarkan kata-kata makian setelah pesawat tempur Israel beranjak pergi masuk ke dalam kawasan udara mereka kembali.

Menghadapi omelan Turki, AS tidak perduli pada gertakan Erdogan yang mengancam akan menyerang dari utara ke kawasan SDF. Turki telah menabalkan organisasi SDF dan YPG serta PKK sebagai organisasi teroris versinya tapi kurang mendapat dukungan internasional. AS mempertontonkan pada Turki tidak dapat didekte bagaikan anak kecil dihukum orang tuanya tidak diberi permen jika berbuat kesalahan.

Kini AS semakin tak terkendalikan, berusaha memutuskan kerjasama barter minyak dengan uang antara SDF dengan pemerintah Suriah di tanah pemerintah Suriah yang direbut SDF dari ISIS. Sebagaimana diketahui kini sedang terjadi krisis bahan bakar seantero Suriah adalah yang terparah sejak pemerintahan Bashar al-Assad berkuasa. 

Dengan alasan melaksanakan sanksi ekonomi terhadap pemerintahan Assad AS kini melakukan embargo minyak Suriah dari atas buminya sendiri yang direbut SDF dari ISIS setahun lalu. Bahkan informasi terkini AS menerapkan sanksi terhadap pejabat dan penguasa militer SDF yang bekerjasama dengan rezim Suriah di kawasan minyak di sekitar ladang minya bersebelahan dengan kota Deir Ezzor yang bertanggung jawab pada transaksi itu.

Berdasarkan misi yang diberikan pada CJTF-OIR seharusnya tujuannya telah tercapai. ISIS telah diumumkan kalah dan perang mengalahkan ISIS telah usai namun AS memperlihatkan wujud aslinya yaitu berniat meneruskan misi untuk menghancurkan pemerintahan Suriah dukungan Iran dan Rusia dengan berbagai cara dan taktik. 

Salah satu cara telah disebutkan di atas yakni dengan membantu perjuangan FSA (oposisi) melalui aneka bantuan militer, finansial dan latihan serta intelijen. 

Sedangkan dan dengan taktik adalah berupa strategi jangka panjang melalui kampanye anti ISIS dengan mendukung FSA dan pembentukan SDF yang ternyata kini bermuara pada pengelolaan 16 ladang minyak di kawasan Deir Ezzor di utara Suriah dan hanya menyisakan 2 ladang minyak kecil di kawasan Deir Ezzor yang dikuasai rezim Assad.

Apakah ini buah dari hasil menyemai benih anti AS yang diterapkan rezim Suriah dan Iran sehingga tak ada waktu rasanya untuk bernafas memperbaiki kuda-kuda setelah terjatuh oleh hantaman lawan dari segala arah?

Tampaknya belajar dari sini memberi pesan penting pada kita bahwa musti hati-hati jika ingin berseberangan dengan AS. Tapi hal ini tampaknya tidak dapat dipelajari  Nicolas Maduro yang kini pemerintahannya digoyang AS dengan mendukung pemimpin oposisi pro AS yaitu Juan Guado. Mengabaikan bantuan kemanan Rusia terhadap Maduro yang kini sedang terdesak malah AS mengancam. 

John Bolton, pejabat keamanan nasional AS mengirim pesan pada Maduro akhir Maret lau agar ia lebih baik berlibur ke tempat yang indah (sebelum terlambat). Apa maksudnya, tak memerlukan penjelasan lagi bukan?

Mungkin ini berlebihan tapi seperti itulah AS kini (entah sejak dahulu). Dengan alasan anti teroris, alasan keamanan, alasan sanksi ekonomi, alasan bisnis dan apapun lainnya AS dapat memecah belah sebuah negara dan bangsa yang berpotensi "menganggu kepentingan dan keamanan AS," itupun masih dalam versi AS.

Jadi lebih baik waspadalah tertama bagi pemimpin negara ini yang akan terpilih nanti jika ingin mengurangi "porsi" Paman Sam dan lebih condong ke negara lain tampaknya musti lebih bijaksana.. jangan bijaksini, hehehehee..

Salam perdamaian nasional.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun