Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama featured

Menguji Reputasi Sri Mulyani Kembali

7 Juni 2015   05:18 Diperbarui: 28 Juli 2016   08:17 3439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SMI harus menjadi tulang punggung penyokong penguasa adalah konsekwensi logis dari sebuah hirarki pemerintah tempat ia berada strategis di dalamnya.

Menjadi anak buah penguasa politik atas nama kepentingan bangsa dan negara mulai dirasakan pertama sekali tatkala dipercayai presiden Megawati sebagai wakil Indonesia di IMF. Pada 2002 - 2004. Saat itu SMI menjadi direktur eksekutif membawahi 10 staf dari beberapa negara.

Keterlibatannya sebagai mesin uang untuk penguasa yang berpolitik kian dalam tatkala pemerintah menunjuknya sebagai menteri Keuangan pada 2004. Salah satu kiprahnya berperan seabagai mesin ATM masih segar dalam ingatan adalah kasus bailout dana talangan triliunan rupiah untuk menyelamatkan Bank Century yang katanya akan berdampak sistemik terhadap perekonomian Indonesia seperti krisis monter dan ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada 1997-1998 hingga 1999.

SMI merasa ditodong oleh BI dalam rapat KSSK untuk mengambil keputusan membubarkan bank tesebut atau menyelamatkannya. Pada 21 Nopember 2008 dia harus mengambil sikap. SMI melihat Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Sebagai Menkeu yang dibesarkan dalam tempahan kapitalis ekonomi liberal gaya Amerika mau tak mau jalan pikirannya dalam perencanaanpun sedikit tidaknya bernuansa Amerika sentris. Mau tak mau juga kepentingan AS yang telah membesarkan dan membentuk SMI tak disangkal tertanam dalam visinya sampai ke akar yang paling dalam, meski misinya belum tentu sepenuhnya seperti itu.

Salah satu kasus yang beraroma amerka sentris adalah masalah pajak perusahaan tambang minyak Halliburton yang menolak ratusan juta dolar pajak yang harus mereka bayar ke kas negara. Dirjen Pajak saat itu (Purnomo Hadi) tiga kali menolak keberatan tersebut meski AS mengirim kawat rahasia meminta keringanan pada otoritas berkompeten di Indonesia namun gagal.

Tidak lama setelah SMI menjadi Menkeu pada 21 April 2006, posisi Dirjen Pajak pun digantikan oleh Darmin Nasution. Proses keringanan pajak terhadap perusahaan AS itu pun dikabulkan. Dalam pandangan Bambang Soesatyo, "Darmin menghilangkan ranah hukum demi memenuhi keringanan pajak yang seharusnya dibayar oleh Halliburton untuk negara."

Menguji Kehebatan SMI Kembali

Issue bank century dalam wujud bailout (pemberian fasilitas pendanaanjangka pendek atau FPJP) untuk bank tersebut kemudian terbukti menyalahi aturan melalui drama debat  Pansus Bank Century yang amat panjang selama 3 bulan berturut-turut yang bermuara pada sidang khusus paripurna DPR pada 3 Maret 2010. Sidang paripurna Bank Centuey itu memutuskan pemberian fasilitas pendanaanjangka pendek pada Bank Century itu  tidak tepat (Opsi C) dan merekomendasikan proses hukum kepada pemerintah.

Meski kebijakan itu dianggap berhasil mengatasi dan mengantisipasi krisis keuangan global di Indoensia oleh berbagai kalangan perbankan namun keberhasilan itu tidak penting bagi DPR yang mayoritas memilih opsi A.

Dampaknya, ketua DPR mengirim surat kepaa Presiden untuk memberlakukan proses hukum terhadap SMI dan Budiono (wapres saat itu). Posisi SMI dicecar dan ditargetkan untuk diperiksa KPK.

Tapi apa yang terjadi, jangankan disentuh, dipanggil pun tak sempat. SMI keburu mendapat "undangan" World Bank mengisi posisi strategis sebagai direktur pengelola WB di negeri paman Sam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun