SMI harus menjadi tulang punggung penyokong penguasa adalah konsekwensi logis dari sebuah hirarki pemerintah tempat ia berada strategis di dalamnya.
Menjadi anak buah penguasa politik atas nama kepentingan bangsa dan negara mulai dirasakan pertama sekali tatkala dipercayai presiden Megawati sebagai wakil Indonesia di IMF. Pada 2002 - 2004. Saat itu SMI menjadi direktur eksekutif membawahi 10 staf dari beberapa negara.
Keterlibatannya sebagai mesin uang untuk penguasa yang berpolitik kian dalam tatkala pemerintah menunjuknya sebagai menteri Keuangan pada 2004. Salah satu kiprahnya berperan seabagai mesin ATM masih segar dalam ingatan adalah kasus bailout dana talangan triliunan rupiah untuk menyelamatkan Bank Century yang katanya akan berdampak sistemik terhadap perekonomian Indonesia seperti krisis monter dan ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada 1997-1998 hingga 1999.
SMI merasa ditodong oleh BI dalam rapat KSSK untuk mengambil keputusan membubarkan bank tesebut atau menyelamatkannya. Pada 21 Nopember 2008 dia harus mengambil sikap. SMI melihat Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sebagai Menkeu yang dibesarkan dalam tempahan kapitalis ekonomi liberal gaya Amerika mau tak mau jalan pikirannya dalam perencanaanpun sedikit tidaknya bernuansa Amerika sentris. Mau tak mau juga kepentingan AS yang telah membesarkan dan membentuk SMI tak disangkal tertanam dalam visinya sampai ke akar yang paling dalam, meski misinya belum tentu sepenuhnya seperti itu.
Salah satu kasus yang beraroma amerka sentris adalah masalah pajak perusahaan tambang minyak Halliburton yang menolak ratusan juta dolar pajak yang harus mereka bayar ke kas negara. Dirjen Pajak saat itu (Purnomo Hadi) tiga kali menolak keberatan tersebut meski AS mengirim kawat rahasia meminta keringanan pada otoritas berkompeten di Indonesia namun gagal.
Tidak lama setelah SMI menjadi Menkeu pada 21 April 2006, posisi Dirjen Pajak pun digantikan oleh Darmin Nasution. Proses keringanan pajak terhadap perusahaan AS itu pun dikabulkan. Dalam pandangan Bambang Soesatyo, "Darmin menghilangkan ranah hukum demi memenuhi keringanan pajak yang seharusnya dibayar oleh Halliburton untuk negara."
Menguji Kehebatan SMI Kembali
Issue bank century dalam wujud bailout (pemberian fasilitas pendanaanjangka pendek atau FPJP) untuk bank tersebut kemudian terbukti menyalahi aturan melalui drama debat Pansus Bank Century yang amat panjang selama 3 bulan berturut-turut yang bermuara pada sidang khusus paripurna DPR pada 3 Maret 2010. Sidang paripurna Bank Centuey itu memutuskan pemberian fasilitas pendanaanjangka pendek pada Bank Century itu tidak tepat (Opsi C) dan merekomendasikan proses hukum kepada pemerintah.
Meski kebijakan itu dianggap berhasil mengatasi dan mengantisipasi krisis keuangan global di Indoensia oleh berbagai kalangan perbankan namun keberhasilan itu tidak penting bagi DPR yang mayoritas memilih opsi A.
Dampaknya, ketua DPR mengirim surat kepaa Presiden untuk memberlakukan proses hukum terhadap SMI dan Budiono (wapres saat itu). Posisi SMI dicecar dan ditargetkan untuk diperiksa KPK.
Tapi apa yang terjadi, jangankan disentuh, dipanggil pun tak sempat. SMI keburu mendapat "undangan" World Bank mengisi posisi strategis sebagai direktur pengelola WB di negeri paman Sam.