Sri Mulyani Indrawati (SMI) memang hebat. Kehebatannya dalam pendidikan, keluarga, politik hingga lobi hubungan Internasional bukan hisapan jempol belaka.
Dalam hal pendidikan, SMI adalah lulusan terbaik jurusan IPA dari SMA N 3 Semarang pada masanya. Sebelum tamat SMA, Sri pernah mendapat undangan program pertukaran pelajar Asean (AFC) menetap selama 1 tahun pada salah satu keluarga di AS dan belajar di tingkat yang sama di sana., tapi gagal ikut karena kurang sokongan ekonomi keluarganya (orang tuanya) pada saat itu.
Meski diterima non UMPTN (jalur undangan saat itu) di Institut Pertanaian Bogor ia memilih ikut test di Fakultas Ekonomi UI jurusan ISP (lmu Studi Pembangunan) dan kembali meraih lulusan terbaik angkatan 1986 FE UI.
Pemilhan tema skripsi tentang Peranan Uang, Sistim Keuangan dan Peranan bank sentral dalam perekonomian telah memperlihatkan siapakah sosok SMI secara intelektulis. Tak lama kemudian, ia memilih mengambil master dikombinasikan dengan doktor Phd di University of Illinois Urbana-Champaign (UI-UC). Sekali lagi, ia mengambil jurusan spesialisnya "Public Finance dan Urban Economy." Ke dua gelar itu diraihnya dalam waktu 4 tahun.
Dalam bidang keluarga pun anak ke 7 dari 10 bersaudara ini mendapat asuhan yang ketat, disiplin dan penuh cinta kasih meski hidup orangtuanya tidak berlebihan boleh dikatakan sangat sangat sederhana. Rasa percaya diri yang kemudian tumbuh menjadi wanita yang tangguh dalam menantang arus hidup ternyata membetuk sebuah biduk keluarga yang bahagia bersama suami (Toni Sumartono) dan anak-anak yang membawa mereka kemana-mana dalam pendidikan, keluarga dan karier yang tak kalah tinggi.
Dalam bidang karier pun tak cukup satu halaman untuk menjelaskan aneka jenjang karier dan profesi yang diembannya. Sebut saja pekerjaannya yang pertama sekali sebagai salah satu peniliti di LPEM, FE UI dengan gaji 20 kali lipat dari uang saku tertingginya saat masih kuliah.
Setelah melepas jabatan sebagai menteri keuangan pada 2012, ia menjadi salah satu direktur pengelola Bank Dunia yang (kabarnya) bergaji 260 juta per bulan (pada saat itu). Berapa kali lipat pertumbuhannya dibanding gaji pertama yang diterima di LPEM FEUI beberapa dekade lalu.
Sri Mulyani semakin berkilau di mata dunia khususnya di World Bank. kabarnya ia pernah masuk dalam bursa calon presiden WB pada 2012 lalu. Dalam sebuah voting oleh LSM berkaitan dengan Bank dunia, posisinya mencapai posisi nomor 1 (46%) di bawah Kemal Darviss (44%) yang sebelumnya berada di atasnya. Entah bagaimana kenyataannya JIm Yong Kim (urutan dibawah Kemal) kemudian menjadi presiden WB.
Kehebatan SMI tak terasa tak berhenti sampai di situ, dalam bidang politk pun mau tak mau ikut menyeretnya ke kancah tersebut akibat berkaitan dengan kepentingan politik penguasa yang menguasai aneka lembaga nasional atau swasta yang berkaitan dengan tugasnya.
Meski ia bukan pengurus partai politik tapi sebagai menteri keuangan yang secara notabene merupakan pemegang kunci kebijakan perekonomian dan moneter nasional, SMI harus terlibat untuk kepentingan penguasa aneka lembaga yang menunggangi kepentingan pembangunan dan perekonomian negara.
SMI harus menjadi tulang punggung penyokong penguasa adalah konsekwensi logis dari sebuah hirarki pemerintah tempat ia berada strategis di dalamnya.
Menjadi anak buah penguasa politik atas nama kepentingan bangsa dan negara mulai dirasakan pertama sekali tatkala dipercayai presiden Megawati sebagai wakil Indonesia di IMF. Pada 2002 - 2004. Saat itu SMI menjadi direktur eksekutif membawahi 10 staf dari beberapa negara.
Keterlibatannya sebagai mesin uang untuk penguasa yang berpolitik kian dalam tatkala pemerintah menunjuknya sebagai menteri Keuangan pada 2004. Salah satu kiprahnya berperan seabagai mesin ATM masih segar dalam ingatan adalah kasus bailout dana talangan triliunan rupiah untuk menyelamatkan Bank Century yang katanya akan berdampak sistemik terhadap perekonomian Indonesia seperti krisis monter dan ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada 1997-1998 hingga 1999.
SMI merasa ditodong oleh BI dalam rapat KSSK untuk mengambil keputusan membubarkan bank tesebut atau menyelamatkannya. Pada 21 Nopember 2008 dia harus mengambil sikap. SMI melihat Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sebagai Menkeu yang dibesarkan dalam tempahan kapitalis ekonomi liberal gaya Amerika mau tak mau jalan pikirannya dalam perencanaanpun sedikit tidaknya bernuansa Amerika sentris. Mau tak mau juga kepentingan AS yang telah membesarkan dan membentuk SMI tak disangkal tertanam dalam visinya sampai ke akar yang paling dalam, meski misinya belum tentu sepenuhnya seperti itu.
Salah satu kasus yang beraroma amerka sentris adalah masalah pajak perusahaan tambang minyak Halliburton yang menolak ratusan juta dolar pajak yang harus mereka bayar ke kas negara. Dirjen Pajak saat itu (Purnomo Hadi) tiga kali menolak keberatan tersebut meski AS mengirim kawat rahasia meminta keringanan pada otoritas berkompeten di Indonesia namun gagal.
Tidak lama setelah SMI menjadi Menkeu pada 21 April 2006, posisi Dirjen Pajak pun digantikan oleh Darmin Nasution. Proses keringanan pajak terhadap perusahaan AS itu pun dikabulkan. Dalam pandangan Bambang Soesatyo, "Darmin menghilangkan ranah hukum demi memenuhi keringanan pajak yang seharusnya dibayar oleh Halliburton untuk negara."
Menguji Kehebatan SMI Kembali
Issue bank century dalam wujud bailout (pemberian fasilitas pendanaanjangka pendek atau FPJP) untuk bank tersebut kemudian terbukti menyalahi aturan melalui drama debat Pansus Bank Century yang amat panjang selama 3 bulan berturut-turut yang bermuara pada sidang khusus paripurna DPR pada 3 Maret 2010. Sidang paripurna Bank Centuey itu memutuskan pemberian fasilitas pendanaanjangka pendek pada Bank Century itu tidak tepat (Opsi C) dan merekomendasikan proses hukum kepada pemerintah.
Meski kebijakan itu dianggap berhasil mengatasi dan mengantisipasi krisis keuangan global di Indoensia oleh berbagai kalangan perbankan namun keberhasilan itu tidak penting bagi DPR yang mayoritas memilih opsi A.
Dampaknya, ketua DPR mengirim surat kepaa Presiden untuk memberlakukan proses hukum terhadap SMI dan Budiono (wapres saat itu). Posisi SMI dicecar dan ditargetkan untuk diperiksa KPK.
Tapi apa yang terjadi, jangankan disentuh, dipanggil pun tak sempat. SMI keburu mendapat "undangan" World Bank mengisi posisi strategis sebagai direktur pengelola WB di negeri paman Sam.
Menjelang Pemilu presiden RI pada 2014, namanya digadang-gadang menjadi salah satu calon unggulan bursa calon presiden Ri, namun nama besarnya di luar negeri tenyata belum mampu menjinakkan rasa percaya dunia politik di tanah air.
Meski pada 2 Mei 2014 lalu SMI sempat hadir dipersidangan untuk memberi kesaksian pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat 2 Mei 2014. Dalam persidangan itu SMI mengungkap peristiwanya. "Saya kecewa dengan data BI. Tetapi, sebagai Menkeu saya bertanggung jawab atas perekonomian di Indonesia," tegas Sri Mulyani.
Hampir setahun sesudah itu tidak ada kabar apapun tentang SMI. Bahkan yang terdengar adalah ia terpilih oleh majalah Forbes sebagai salah satu dari 100 wanita paling berpengaruh di dunia. Dari 100 wanita paling berpengaruh di dunia, urutan pertama dan kedua ditempati oleh Kanselir Jerman Angela Merkel dan Hillary Clinton. Posisi SMI membaik signifikan dari urutan 52 tahun menjadi urutan ke 31 pada 2015.
Polisi Indonesia pernah mencoba menyentuh ketangguhan SMI dengan mengirim surat panggilan untuk sidang kasus lain.SriSri akan diperiksa sebagai saksi perkara dugaan korupsi penjualan kondensat yang melibatkan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI), Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dan Kementerian ESDM yang mulai terjadi pada 2009 lalu.
Surat panggilan pertama dikirim ke alamatnya di Jakarta untuk menghadiri sidang kasus tersebut pada 3/6/2015. Namun karena salah prosedur lagi-lagi SMI mampu memperlihatkan kualitasnya sebagai orang berpendidikan. Panggilan itu tidak digubris dengan alasan salah alamat.
Polri kembali melayangkan panggilan ke dua. Kal ini suratnya ditujukan ke alamtnya di New York AS. Surat telah dititp melalui tim bagian hukum Kementerian Keuangan. Kemudian surat tersebut akan dikirimkan ke SMI. Semoga tidak salah lagi dengan terjadinya masalah non teknis. misalnya lupa, tidak berkompeten, tidak berwenang, hilang atau apapun namanya, sehingga diharapkan pada sidang 10 Juni 2015 nanti SMI akan memperlihatkan kembali kualitasnya sebagai Wanita yang memang pantas menyandang gelar wanita hebat di planet bumi kita abad ini.
SMI pasti akan datang memenuhi undangan tersebut. Dia tak akan lesu, lemah apa lagi lunglai. Baginya hidup telah menempahnya harus berani ambil keputusan dari cara pembelajaran yang serius. "Dunia dan seisinya adalah universitas buat saya," kata Sri dalam kata pidatonya di kedutaan besar RI di Washington 18/12/2012 lalu saat diminta dubes RI (Dino P Jalal) memberi tips untuk pembelajaran orang Indonesia di AS.
Darinya kita akan melihat, mendengar dan belajar bagaimana menjadi cerdas dalam menyikapi hal apapun bahkan dalam menghadapi persidangan melalui cara-cara elegan dan intelek, bukan cara-cara yang arogan, premanisme atau kekanak-kanakan.
Akankah kehebatan Diaspora SMI akan berlanjut? Mari kita nantikan sosok wanita terngginas milik nasional dan dunia ini berkiprah kembali. Kali ini di negerinya sendiri dalam ranah hukum..
Salam Kompasiana
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H