Mohon tunggu...
Abah Pitung
Abah Pitung Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengamat Politik & Sosial Ekonomi yang sangat Sadar pada tingkat bawah sadar. Sangat setuju agar Koruptor besar dihukum mati dan perilaku mereka sebenarnya sudah mengabaikan serta meniadakan Allah SWT., dalam kehidupannya ketika berbuat korupsi. KORUPTOR adalah PENJAHAT NEGARA dan BANGSA INDONESIA sampai dunia kiamat. Vonis hukuman bagi Koruptor, bukanlah nilai yang bisa impas atas kejahatan Korupsi. Email ke : abahpitungkite@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kepolisian RI Belum Mau Berubah seperti Harapan Rakyat

24 Oktober 2015   08:51 Diperbarui: 24 Oktober 2015   11:22 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali Kepolisian RI memamerkan kedunguannya dan kebiasaan masa lalunya, disaat menetapkan Walikota Surabaya Tri Rismaharini menjadi tersangka atas penyalah gunaan wewenang jabatan yang memindagkan Kios pembangunan pasar Turi. Pernah Kepolisian RI juga memamerkan penyebab Kepolisian RI dilecehkan publik ketika menyaksikan sebuah pameran penegakan hukum yang sebenarnya menghancurkan hukum itu sendiri. Penangkapan Novel Baswedan yang dilakukan secara terencana oleh Kabareskrim, kembali mengundang kejengkelan hebat dari mayoritas kalangan masyarakat kepada Kepolisian RI. Sudah jelas Novel Baswedan sedang diperiksa oleh tim Bareskrim, seenaknya saja Budi Waseso (Buwas) menyatakan ketika diwawancarai wartawan media bahwa Novel Baswedan (Novel) adalah seorang pembunuh dengan mengatakan “dia itu sudah membunuh orang, masak bisa bebas tidak dikenakan hukuman” padahal kejadian itu terjadi pada dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada tahun 2004 yang lalu sebelum Novel Baswedan masuk KPK. Inilah puncak kejengkelan publik terhadap Kepolisian RI yang melakukan kriminalisasi KPK agar KPK menjadi lumpuh. Lalu pernyataan Polisi yang melawan opini publik menyatakan bahwa itu bukan bentuk Kriminalisasi KPK.

Selama ini sangat terlihat adanya kecemburuan Kepolisian RI terhadap KPK dalam pemberantasan Korupsi di Indonesia. Memang KPK merupakan lembaga adhoc karena ketidak berdayaan Kepolisian RI dan Kejaksaan RI untuk mampu dan bisa mau memberantas Korupsi di Indonesia. Malah banyak pula pejabat tinggi Kepolisian yang bermasalah hukum. Seperti ditulis majalah Tempo.

1.Inspektur Jenderal Mathius Salempang, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur
Kekayaan: Rp 8.553.417.116 dan US$ 59.842 (per 22 Mei 2009)Tuduhan:
Memiliki rekening Rp 2.088.000.000 dengan sumber dana tak jelas. Pada 29 Juli 2005, rekening itu ditutup dan Mathius memindahkan dana Rp 2 miliar ke rekening lain atas nama seseorang yang tidak diketahui hubungannya. Dua hari kemudian dana ditarik dan disetor ke deposito Mathius.“Saya baru tahu dari Anda.”
Mathius Salempang, 24 Juni 2010

2.Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas, Kepala Korps Brigade Mobil Polri
Kekayaan: Rp 6.535.536.503 (per 25 Agustus 2005)
Tuduhan:
Dari rekeningnya mengalir uang Rp 10.007.939.259 kepada orang yang mengaku sebagai Direktur PT Hinroyal Golden Wing. Terdiri atas Rp 3 miliar dan US$ 100 ribu pada 27 Juli 2005, US$ 670.031 pada 9 Agustus 2005.
“Dana itu bukan milik saya.”
Sylvanus Yulian Wenas, 24 Juni 2010

3.Inspektur Jenderal Budi Gunawan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian
Kekayaan: Rp 4.684.153.542 (per 19 Agustus 2008)
Tuduhan:
Melakukan transaksi dalam jumlah besar, tak sesuai dengan profilnya. Bersama anaknya, Budi disebutkan telah membuka rekening dan menyetor masing-masing Rp 29 miliar dan Rp 25 miliar.“Berita itu sama sekali tidak benar.” Budi Gunawan, 25 Juni 2010

4.Inspektur Jenderal Badrodin Haiti, Kepala Divisi Pembinaan Hukum Kepolisian
Kekayaan: Rp 2.090.126.258 dan US$ 4.000 (per 24 Maret 2008)
Tuduhan:
Membeli polis asuransi pada PT Prudential Life Assurance Rp 1,1 miliar. Asal dana dari pihak ketiga. Menarik dana Rp 700 juta dan menerima dana rutin setiap bulan.
“Itu sepenuhnya kewenangan Kepala Bareskrim.” Badrodin Haiti, 24 Juni 2010

5.Komisaris Jenderal Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal
Kekayaan: Rp 1.587.812.155 (per 2008)
Tuduhan:
Menerima kiriman dana dari seorang pengacara sekitar Rp 2,62 miliar dan kiriman dana dari seorang pengusaha. Total dana yang ditransfer ke rekeningnya Rp 3,97 miliar.
“Transaksi mencurigakan itu tidak pernah kami bahas.” (M. Assegaf, pengacara Susno, 24 Juni 2010)

6.Inspektur Jenderal Bambang Suparno, Staf pengajar di Sekolah Staf Perwira Tinggi Polri
Kekayaan: belum ada laporan
Tuduhan:
Membeli polis asuransi dengan jumlah premi Rp 250 juta pada Mei 2006. Ada dana masuk senilai total Rp 11,4 miliar sepanjang Januari 2006 hingga Agustus 2007. Ia menarik dana Rp 3 miliar pada November 2006.
“Tidak ada masalah dengan transaksi itu. Itu terjadi saat saya masih di Aceh.” Bambang Suparno, 24 Juni 2010

Seandainya ke-enam orang petingi Kepolisian ini tidak benar dengan tulisan majalah Tempo, mengapa keenam petinggi Polisi ini tidak berani menuntut Majalah Tempo tersebut dan ini merupakan sebuah fitnah dan tuduhan yang tidak berdasar ?

Selanjutnya masih dalam media Tempo.co.id, secara jelas ditampilkan hasil pemeriksaan kepada beberapa orang saksi dan telah tertulis sebagai berikut :

Penyidik dari KPK akan memeriksa perwira polisi yang diduga pernah mengirimkan uang kepada Budi. “Ada tiga saksi yang dipanggil untuk tersangka BG,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, 19 Januari 2015. (Baca juga: Buntut Kasus Budi Gunawan, KPK Periksa 2 Jenderal.)

Mereka adalah widyaiswara utama di Sekolah Pimpinan Polri, Inspektur Jenderal Syahtria Sitepu; Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, Brigadir Jenderal Herry Prastowo; dan Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Barat Komisaris Besar Ibnu Isticha. Namun hanya Syahtria Sitepu yang memenuhi panggilan. (Baca juga: Diperiksa KPK untuk Budi Gunawan, Syahtria Capek.)

Budi Gunawan mengatakan dalam berbagai kesempatan bahwa temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan itu sudah dipertanggungjawabkan. “Badan Reserse Kriminal Polri sudah menindaklanjutinya pada Juni 2010 dengan mengirim surat ke PPATK, sudah clear,” ujar Budi. (Baca: Budi Gunawan Tersangka, Tiga 'Dosa' Ini Melilitnya.)

Ia juga menyatakan harta itu sudah dijelaskan di dalam laporan harta kekayaan secara transparan. “Maksud kami baik, jadi tidak ada yang ditutup-tutupi,” katanya.

Berikut ini daftar sebagian setoran yang diduga mengalir ke rekening Budi Gunawan yang dituangkan pada Tempo.co.id :

1. Inspektur Jenderal Firman Gani (Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur)
21 Juni 2004: Rp 2,5 miliar
1 Juli 2004: Rp 2 miliar
11 Juli 2004: Rp 1 miliar

Firman Gani wafat dua tahun lalu. Widya Suraannisa, putri sulung Firman Gani, meminta ayahnya tak dikaitkan-kaitkan. “Semasa hidup, beliau tak pernah bercerita soal itu,” katanya, pekan lalu. (Baca: Irjen purn Firman Gani Tutup Usia.)

2. Herry Prastowo (Direktur Reserse Kriminal Polda Kalimantan Timur)
4 Januari dan 22 Mei 2006: Rp 300 juta.

Herry belum merespons panggilan dan pesan singkat dari Tempo.

3. Inspektur Jenderal Syahtria Sitepu (Bekas Direktur Lalu Lintas Polda Sumatera Utara dan widyaiswara utama di Sekolah Pimpinan Polri)
Agustus 2004-Maret 2006: Rp 1,5 miliar (13 kali)

Belum lagi BG melakukan pemalsuan KTP sebagai dokumen negara dan hasil investigasi Majalah Tempo edisi 25 Januari 2015, dalam membuka rekening di BCA dan BNI Warung Buncit pada tanggal 5 September 2008 untuk menyimpan aliran dana suap mutasi jabatan dan perlindungan pelaku criminal, bahwa Komjen Polisi Budi Gunawan (BG) menggunakan KTP (Kartu Tanda Penduduk) palsu. KTP yang dipalsukan BG, nama yang digunakan adalah “Gunawan” tanpa pakai Budi dan tanpa mencantumkan pekerjaan BG. Pada KTP palsu tersebut dituliskan alamat Jalan Duren Tiga Selatan VII Nomor 17A Rt.10 Rw.02, Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Hebatnya, yang menyetor juga dengan nama Gunawan inilah yang dipakai oleh BG untuk menyetorkan uang sebesar Rp. 5 Milyar pada kedua rekening baru tersebut atas nama Gunawan. Pada KTP palsu Budi Gunawan itu, foto yang dipakai adalah pas foto Budi Gunawan sendiri.

Kenyataan diatas adalah perangai kotor para petinggi Kepolisian RI yang menunjukkan bahwa Kepolisian RI belum mau melakukan reformasi total dan yang disaksikan masyarakat adalah hanya reformasi bohong-bohongan di Kepolisian RI.

Terbukti sampai saat ini, Kepolisian RI tidak menampakkan adanya sebuah perubahan yang signifikan sebangaimana harapan seluruh rakyat Indonesia kepada Kepolisian RI. Dalam hal penetapan tersangka terhadap Ibu Tri Rismaharini di Surabaya, antara Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Polda Jatim ada keterlambatan atau pembusukan penetapan tersangka yaitu surat Polda Jatim SPDP No. B/415/V/15/Reskrim dari Polda Jatim tertanggal 28 Mei 2015 baru diterima Kejati tanggal 30 September 2015 dilakukan pengumumannya oleh Kejati Jatim pada tanggal 23 Oktober 2015.

Publik mendapatkan berita yang sangat mengejutkan, bahwa Walikota Surabaya yang sangat terkenal itu ditetapkan oleh Kapolda Jatim dan Kejaksaan Tinggi Jatim sebagai tersangka atas penyalah gunaan wewenang jabatan. Ada kelucuan yang bisa kita nilai sebagai Lembaga Kepolisian RI cq. Kapolda Jatim melakukan tugas secara ecek-ecek bermain-main Irjen Anton Setiadji mengatakan : "Yang bersangkutan belum pernah diperiksa." Keterangan lebih lengkap lagi disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwoono yang mengatakan: "Saya belum dapat konfirmasi dari penyidiknya (reserse)," kata Kombes RPA Yuwono saat dihubungi wartawan Kompas, Jumat (23/10/2015). "Lebih jelasnya tanyakan ke Kejati Jatim, saya belum dapat konfirmasinya," sambungnya. Kompas.com (24/10/2015). Ini merupakan kesalahan yang paling fatal dari Kepolisian RI cq. Kapolda Jatim.

Polda Jawa Timur (Jatim) akan segera mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk kasus sengketa Pasar Turi. Sebelumnya beredar kabar jika mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi tersangka dalam kasus itu. Direskrimum Polda Jatim, Kombes Wibowo menjelaskan dikeluarkannya SP3 karena penyidik menyimpulkan kasus sengketa Pasar Turi tidak cukup bukti untuk dilanjutkan."SP3 itu akan kita keluarkan setelah gelar (perkara) terakhir pada 25 Oktober 2015, lalu SP3 akan kita sampaikan ke Kejakgung dalam waktu sehari sesudah SP3 itu terbit," katanya.

Masih beginikah cara kerja dan cara pengungkapan Kepolisian RI atas sesuatu kasus ? Bisa saja Kepolisian RI dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menjatuhkan kredibilitas seorang Walikota Surabaya mejelang Pilkada serentak tanggal 9 Desember 2015 mendatang. Kita sepakat untuk memeriksa jajaran Kapolda Jatim dan jajaran Kejati Jatim dalam kasus ini, agar kedepan tidak terjadi hal yang sefatal dan sekonyol bodoh seperti ini. (Abah Pitung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun