Mohon tunggu...
Abah Kabayan
Abah Kabayan Mohon Tunggu... -

Wong cilik yang bukan penggemar hoak

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Ah, Mbak Grace Natalie, Kok Mbak "Offside" Sih?

12 Maret 2019   22:40 Diperbarui: 13 Maret 2019   00:20 7218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: poskotanews.com

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali bikin geger. Kali ini di acara Festival 11 di Medan, Senin, 11 Maret 2019, lewat pidatonya, Grace Natalie menyerang sikap partai yang ia sebut partai nasionalis. 

Menurut Grace, sangat ironis partai-partai yang selalu mengklaim nasionalis tapi justru mendukung peraturan daerah (Perda) syariah. Peraturan yang Grace sebut diskriminatif.

Grace pun mengutip hasil studi Michael Buehler yang sudah dibukukan: The Politics of Shari'a Law: Islamist Activists and the State in Democratizing Indonesia.

Menurut Grace, hasil penelitian Buehler menyimpulkan partai yang selama ini mendaku partai nasionalis justru terlibat aktif dalam merancang, mengesahkan, bahkan menerapkan Perda-perda Syariah di seluruh Indonesia.

Terang saja pidato Grace itu memantik reaksi keras.Tak hanya itu, dalam pidatonya, Grace juga menyentil soal kasus Meliana, penyegelan tiga gereja di Jambi, persekusi atas jemaat GBI Philadelpia, hingga kasus nisan kayu salib dipotong dan prosesi doa kematian seorang warga Katolik yang ditolak massa di Yogyakarta.

Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Agama juga ikut disentil. Grace menyebut, RUU itu diloloskan salah satunya karena insiatif dari partai-partai nasionalis. Padahal dalam pandangan Grace, rancangan tersebut berpotensi membatasi sekolah minggu, yang selama ini diatur secara otonom oleh gereja.

Saat ini, secara politik, PSI, partai yang dikomandani oleh Grace Natalia ada di barisan pendukung Jokowi-KH Ma'ruf. Partai Grace, masuk dalam barisan koalisi Indonesia kerja, dimana di dalamnya ada PDIP, Golkar, NasDem, Perindo, Hanura, PKB, PKPI dan PPP. Lalu, apa dampaknya terhadap konstelasi dalam pilpres? Apakah pidato Grace sedikit banyak akan berpengaruh pada Pak Jokowi?

Nuwun sewu Mbak Grace, saya ikut urun ngobrol. Mengomentari apa yang terjadi. Kebetulan, sekarang Mbak yang menabuh. Tapi nuwun sewu Mbak, ini hanya pandangan dari orang biasa yang kebetulan saat ini merasa yakin Pak Jokowi harus di dukung, sama seperti sikap politik Mbak. Mbak Grace mengkritik ya sah-sah saja. Di alam demokrasi, kritik adalah vitamin. Semacam suplemen agar membuat demokrasi itu tetap hidup.

Tapi begini. Saat ini, negeri ini, sepengetahuan saya yang awam, tengah dihadapkan pada bahaya besar. Bahaya luar biasa yang menurut saya, bisa merubuhkan sendi-sendi republik. Coba tengok, ruang publik yang disesaki oleh fitnah, ujaran kebencian dan makin menguatnya politik identitas.

Bahkan kini fitnah dilakukan secara door to door. Ngeri kan Mbak. Dan, Pak Jokowi saat ini, capres yang Mbak dukung, dan diharapkan bisa memimpin Indonesia kedepan yang jadi sasaran tembaknya. Mbak pasti tahu, begitu dahsyatnya fitnah yang ditujukan ke Pak Jokowi.

Pak Jokowi difitnah anti Islam. Anti ulama. Serta banyak lagi fitnah yang dilayangkan, yang Mbak tahu itu tak benar. Mbak pasti tahu, fitnah itu dilancarkan, tujuannya agar Jokowi kalah. Kalau Pak Jokowi kalah, silahkan Mbak kalkulasikan sendiri, apa yang akan terjadi di Indonesia kedepan.

Mungkin apa yang Mbak perjuangan untuk mewujudkan Indonesia tanpa diskriminatif bakal lebih sulit lagi terwujud. Kebhinekaan dan toleransi, mungkin kian terancam. Menurut saya sih Mbak. Karenanya saya dukung Pak Jokowi. Karena saya yakin, Pak Jokowi punya komitmen mewujudkan Indonesia yang ramah. Indonesia yang pluralis. Indonesia yang berbhineka tunggal Ika.

Dan, saya yakin, partai pendukung Pak Jokowi, termasuk partai yang Mbak pimpin punya komitmen yang sama menjaga marwah republik ini. Republik yang bertumpu pada keberagaman.

Tapi begini Mbak, perjuangkan menjaga marwah republik ini, tak akan ada artinya apa -apa andai tak punya kuasa. Karena kalau dipinggir dan di tepi panggung, mungkin perjuangan bakal lebih sulit. Beda, jika menguasai panggung. Perjuangan lebih terukur, karena ada pengaruh. Punya perangkat yang legal.

Karenanya menurut saya, tak elok, di saat semua partai pendukung Pak Jokowi sedang bersusah payah mengantarkan Pak Jokowi ke periode duanya, lantas ada partai yang justru menyerang sesama partai pendukung. Apalagi, saat ini, energi banyak terkuras untuk memerangi hoaks dan fitnah. Dan, bagi yang benci Pak Jokowi, hoaks dan fitnah adalah senjata utama mereka. Ini cara mereka untuk menyingkirkan Pak Jokowi.

Nuwun sewu Mbak, bukan saya mengajari. Karena saya pasti lebih bodoh dari Mbak. Tapi menurut saya, dalam sebuah kontestasi atau pertandingan untuk mencapai kemenangan dibutuhkan taktik. Strategi. Ibarat sebuah tim sepakbola, butuh kekompakan. Sederhananya bagaimana mau menang, jika antar anggota tim misalnya saling salahkan. Saling sudutkan.

Mbak dengan PSI memang ingin meraih suara di pemilu. Sama seperti partai lain. Tapi, apa tidak offside kalau Mbak menyerang partai lain. Dan yang diserang adalah kawan sendiri. Kawan yang tengah sama -sama berjuang untuk kemenangan Jokowi. Mungkin kurang elok.

Bahkan mungkin bisa jadi blunder. Boleh saja Pak Jokowi ikut terseret. Saya tahu, ini cara Mbak menaikan elektabilitas. Tapi apa perlu kemudian menyerang partai yang ada dalam satu barisan? Nuwun sewu Mbak. 

Menurut saya, baiknya, raih dulu kemenangan. Justru ketika sesama anggota tim saling serang, kubu lawan yang akan bersorak senang.

Saya hanya khawatir, pernyataan Mbak itu digoreng sedemikian rupa. Dijadikan senjata bahkan dipakai buat jadi amunisi fitnah berikutnya. Karena bisa saja, kubu lawan bilang, tuh kan benar pendukung Pak Jokowi tak ramah katakanlah dengan Islam. Karena bagaimana pun istilah Syariah akan dengan gampang saja diasosiasikan pada Islam.

Padahal, saya tahu, bukan itu yang dimaksudkan Mbak. Mbak sedang mengkritik kebijakan yang diskriminatif yang kebetulan di sini, di negeri ini gampang sekali diberi label syariah.

Saya hanya khawatir Mbak. Ini jadi peluru tambahan mereka untuk menyudutkan bahkan memfitnah, tak hanya Jokowi tapi juga Mbak.

Saya pikir, karena pertempuran sudah dalam hitungan hari, baiknya yang dibutuhkan adalah kekompakan. Kesatuan taktik dan strategi. Maksudnya, biar tak ada penyesalan di kemudian hari. Sebab, pertarungan ini harus dimenangkan.

Sekali kalah, apa yang Mbak perjuangkan mungkin bakal membentur tembok lebih tebal lagi. Mengkritik ya sah saja. Tapi jangan sampai pihak sebelah justru yang bersorak gembira. Andai pun Mbak memang sudah kebelet ingin menyentil katakanlah partai nasionalis karena seperti kata Mbak malah mendukung perda syariah, mungkin bisa dengan cara yang tak menimbulkan kegaduhan. Apalagi saling sahut antar kawan sendiri.

Mumpung satu barisan koalisi, saya pikir masih bisa dicari cara mengkritik dengan tanpa kegaduhan yang boleh jadi berujung blunder. Karena bagaimana pun, pileg dan pilpres ini tak bisa dipisahkan. Saling terkait. Sekali saja kegaduhan, apalagi antar kawan sendiri, bakal cepat disambar oleh kubu lawan. Nuwun sewu Mbak, saya hanya khawatir, karena pertempuran ini sudah di depan mata.

Jangan sampai apa yang Mbak tabuh justru berbuah seperti yang tak diharapkan. Mengkritik ya boleh saja. Tapi, tak perlu dengan menyudutkan apalagi sampai menyalahkan partai lain, apalagi partai satu barisan koalisi.

Saya pikir, masih banyak cara yang lebih simpatik. Justru yang saya khawatirkan, ini justru jadi blunder yang akan menyerang Pak Jokowi. Kubu lawan dibuat senang, karena pesaingnya tak akur. Sementara mereka makin solid. Ini kan sama saja, merapuhkan benteng sendiri. Kalau benteng sendiri rapuh, lawan lebih gampang menyerang dan merangsek. Karena yang diserang, sibuk saling kritik antar kawan sendiri.

Terus terang Mbak, pada akhirnya ini yang menggayut di pikiran saya, Mbak ini ingin Pak Jokowi menang, atau hanya PSI saja yang menang? Nuwun sewu Mbak saya bertanya begini. Bagi saya yang awam, 'serangan' Mbak ke kawan koalisi sendiri di tengah pertempuran, bukan strategi perang yang cerdas.

Sekali lagi saya mohon maaf. Menyerang kawan sendiri di saat semua sedang angkat senjata, adalah strategi yang justru merugikan. Boleh jadi, ini strategi 'bunuh diri'. Karena pertahanan sendiri kocar kacir. Bukan oleh lawan, tapi oleh kawan sendiri.

Semoga kekhawatiran saya ini keliru. Mumpung masih tersisa beberapa hari sebelum babak final, baiknya semua satu barisan. Fokus memenangkan pertarungan bersejarah ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun