Mohon tunggu...
Encang Zaenal Muarif
Encang Zaenal Muarif Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis Lepas, Youtuber, Petani, Pebisnis Tanaman

Tak kenal maka tak sayang. Guru Bahasa Inggris di SMA Negeri 3 Banjar, Kota Banjar, Jawa Barat. Pemilik kanal YouTube Abah Alif TV dan Barokah Unik Farm. Mantan wartawan dan Redaktur Pelaksana SK Harapan Rakyat. Ketua Yayasan Al Muarif Mintarsyah sekaligus pendiri SMP Plus Darul Ihsan Sindangkasih. Kini aktif di PGRI dan diamanahi sebagai Ketua PGRI Cabang Kec. Banjar dan sekretaris YPLP PGRI Kota Banjar. Untuk menyalurkan hobi menulis, aktif menulis di berbagai media cetak dan media online. Karena seorang anak petani tulen, sangat suka bertani dan kini menjadi owner Toko Barokah Unik Tokopedia, yang menjual berbagai jenis bibit tanaman, di antaranya bibit kopi, alpukat dan lain sebagainya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengedukasi Mereka agar Tak Gengsi Bertani

27 Januari 2024   18:54 Diperbarui: 2 Februari 2024   10:00 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari garis ibu, saya adalah keturunan guru. Kakek saya, adalah guru SR (Sekolah Rakyat) pertama di Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut.

Jika Anda orang Cihurip dan telah menginjak usia paruh baya, pasti mengenal atau paling tidak pernah mendengar nama kakek saya, Mama Guru Juhana. Beliau adalah putra dari kakek buyut saya, Mama Sastrawinata, yang konon, seorang tokoh pemerintahan di zaman Belanda.

Sedangkan dari jalur ayah, saya adalah keturunan petani. Waktu saya kecil, tahun 1985-an, bapak saya adalah seorang petani merangkap jari juru tulis di desa Padasuka Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut. 19 tahun lamanya bapak saya mengabdi jadi sekretaris desa dengan bayaran seadanya.

Kakek dari bapak, bernama Abah Zakaria. Almarhum adalah seorang petani sekaligus guru silat di Kampung Muara Desa Padasuka Kecamatan Cikajang. Adik dari Abah Zakaria, Abah Udin bahkan lebih populer lagi di kalangan pemuda Cikajang, yang ingin berguru silat.

Tidak hanya masyarakat biasa, almarhum seringkali melatih tentara Kostrad Yonif 303 Cibuluh yang datang berguru. Sewaktu kecil, saya sering melihat para tentara berlatih silat di halaman rumahnya.

Perjalanan nasib menggiring saya pada sebuah profesi dari garis keturunan pihak ibu, yakni menjadi seorang guru. Namun, jiwa tani dalam diri saya tidaklah hilang. Sejak kecil, saya sering diajak ke kebun oleh Bapak. Menanam jagung bukan hanya lagu, tapi benar-benar dipraktikkan.

Saya pun masih ingat, diajarkan bagaimana cara mencangkul, cara menanam, memupuk, dan merawat tanaman. Tempat kelahiran saya, kecamatan Cikajang, merupakan wilayah pertanian yang sangat subur. Sayuran adalah komoditas unggulan yang dihasilkan para petani sejak dulu hingga kini.

Tahun 2009, saya diangkat sebagai PNS guru di Kota Banjar, Jawa Barat. Kurang lebih 90 km dari Cikajang. Kecintaan saya terhadap profesi guru, tidak mengikis rasa suka terhadap dunia pertanian.

Oleh karena itu, sejak tahun 2013, dari hasil menyisihkan penghasilan sebagai guru, saya membeli beberapa petak kebun di kampung halaman.

Saya meyakini, membeli kebun, tidak hanya berguna sebagai investasi masa depan, namun sebagai salah satu upaya membantu dunia untuk mempertahankan kelestarian dan keseimbangan alam.

Saya berdomisili di Kota Banjar, karena di sinilah "sawah dan ladang" saya mengabdi sekaligus mengais rezeki. Jika saatnya liburan, rasa rindu pada orangtua dan keluarga di Garut, membuat saya dan anak istri sering bolak-balik Banjar-Garut.

Namun, kendala sebagai guru yang hanya mendapatkan penghasilan di tanggal tertentu saja, membuat saya berpikir keras agar saya bisa sering mudik untuk menengok orangtua, namun tanpa mengganggu kestabilan ekonomi keluarga.

Niat berbakti pada orangtua dibalas Allah dengan sebuah inspirasi. 2015, saya mendapatkan ide untuk membuka toko online di sebuah marketplace. Ide ini saya dapatkan ketika saya mengunjungi bapak saya di Cikajang. Beliau saat itu menyemai bibit pohon kopi dan meminta saya untuk memasarkannya.

Waktu itu saya menjawab, "Susah, Pak... mau menawarkan bibit kopi ke siapa di Kota Banjar? Tidak cocok menanam kopi Arabika di sana, karena datarannya rendah".

"Kamu kan sekolah tinggi, masa nggak bisa memasarkan di internet," kata bapak singkat.

Sepulang dari sana, saya mempelajari bagaimana cara membuat sebuah toko di marketplace besar. Akhirnya, tercetuslah sebuah ide untuk memasarkan bibit kopi milik bapak serta bibit tanaman lain milik kerabat saya. Foto-foto yang sudah saya siapkan, saya posting di etalase toko.

Hari demi hari, bulan berganti tahun, penjualan bibit tanaman mulai terasa dampaknya. Saya menamai toko onlinenya Toko Barokah Unik, dengan harapan keberkahan dari hasil perdagangan produk tani, demi berbakti pada orangtua, serta memberdayakan keluarga.

Saya sebut unik karena, saya berlokasi di tempat yang jauh dari Garut, tapi bisa menjual yang kadangkala barangnya pun tidak saya sentuh sekalipun.

Agar tidak mengganggu profesi saya sebagai guru, istri saya menjadi admin di toko online tersebut. Ketika ada pesanan masuk, saya tinggal chat alamat serta kode booking ke adik saya yang mengondisikan pengiriman barang. Setelah barang diterima pembeli, uang akan masuk ke akun toko online, dan tinggal saya transfer ke rekening saya. Simpel. Berkah. Unik.

Bibit kopi, alpukat, jeruk, jati, kamper, mahoni, albasia, benih kentang, serta bibit pohon lainnya akhirnya berhasil terjual. Pelanggan yang saya dapatkan melalui jejaring marketplace tersebut tersebar luas. Aceh, Sulawesi, Kalimantan, Medan, Banten, Surabaya, dan berbagai kota dari seluruh Indonesia lainnya.

Jika dihitung, sudah ratusan ribu bahkan mungkin mencapai satu juta bibit pohon yang saya jual. Transaksi kecil hingga partai besar bernilai ratusan juta rupiah pernah kami alami.

Namun saya tak akan membahasnya dari segi keuntungan finansial. Karena bagi saya yang hanya seorang guru, hasil ini sungguh luar biasa dan mesti disyukuri, meskipun bagi orang lain yang lebih ahli dalam berbisnis, usaha yang saya geluti ini belumlah seberapa.

Saya memandangnya dari sisi ekologi. Dengan apa yang saya lakukan, saya berharap ikut serta berkontribusi dalam menjaga kestabilan lingkungan, mencintai dunia pertanian, hingga berimbas pada keseimbangan energi yang dihasilkan dari proses alam di saat manusia mau menanam.

Prinsip saya, bisnis tanaman bukan hanya lahan untuk mencari laba berupa materi, namun dijadikan sarana untuk mengedukasi para pembeli, bahwa bertani adalah salah satu bagian dari ikhtiar menjaga ekosistem. Banyak di antara pembeli yang merupakan petani pemula. Pejabat, pengusaha properti, generasi muda yang mau coba-coba, dan ada pula PNS yang ingin bertani menjelas usia pensiun.

Kejujuran menjadi pondasi kami dalam menjalankan bisnis ini. Dengan menjaga kepercayaan dari pembeli, amanah seoptimal mungkin, saya pun menerapkan pelayanan purna jual dengan membimbing petani pemula. Saya yakinkan mereka, bahwa bertani adalah pekerjaan mulia dan berkah, karena ikut serta mendukung penguatan energi dan kelestarian lingkungan hidup.

Kali ini, saya pun tidak hanya berperan selaku makelar yang menjual. Namun sudah naik posisi ke level produsen. Dari sisi legalitas, istri saya berperan sebagai direktur CV dengan nama Rahayu Jaya Mandiri. Kami mengorganisir penyemaian benih dan bibit tanaman yang dilakukan oleh sanak famili Cikajang di Garut. Meski menggunakan pola manajemen jarak jauh, namun semuanya berjalan dengan lancar, karena sistem yang dibangun sudah kuat dan karyawan yang saya libatkan sudah ahli dalam bertani.

Sebagian kerabat petani yang ingin belajar marketing di dunia maya, saya edukasi pula mereka tidak hanya dari sisi teknis IT, namun berikut dengan edukasi manner, attitude dan cara komunikasi dengan calon pelanggan. Jujur saja, dalam hal ini profesi utama saya sebagai guru sangat membantu kelancaran ikhtiar ini.

Dari hasil bisnis ini, Alhamdulillah, kami mampu membeli sejumlah lahan baik di Garut, maupun di Kota Banjar, salah satunya berupa kebun pohon mahoni dan kelapa di pesisir pantai Pameungpeuk Garut, yang kini sudah sangat lebat, dan masyarakat di sana menamainya hutan lindung Punaga. Kebun seluas setengah hektare tersebut ikut serta menyuplai oksigen yang banyak untuk lingkungan di sana.

Sumber gambar : Dokpri, foto 3 tahun lalu. Pohon mahoni yang kami tanam di area pesisir pantai, Kampung Punaga Pameungpeuk Garut.
Sumber gambar : Dokpri, foto 3 tahun lalu. Pohon mahoni yang kami tanam di area pesisir pantai, Kampung Punaga Pameungpeuk Garut.


Kami pun menginvestasikan hasil usaha ini di bidang peternakan domba dan kambing, dengan tujuan, selain menghasilkan laba dari penjualan, juga mengambil manfaat dari kotoran ternak yang kami olah jadi pupuk organik, agar tanah yang kami olah tidak cepat tidak akibat terlalu banyak penggunaan pupuk berbahan kimia.

Saya pun ikut menyadarkan generasi muda di kampung halaman, serta kepada siswa siswi yang saya didik, bahwa menjadi petani bukanlah profesi yang memalukan.

Menjadi PNS jangan sampai dijadikan target satu-satunya anak muda dalam meraih penghasilan. Alhasil, banyak pemuda yang kini saya bimbing telah berhasil menjadi bos kopi, bos kayu, dan bos sayuran.

Di sekolah, banyak siswa saya yang melanjutkan pendidikan ke Fakultas Pertanian. Saya sadar, apa yang saya lakukan belum seberapa. Namun paling tidak, inilah cara saya membantu menjaga keseimbangan dan keberlanjutan alam atau bahasa kerennya, lingkungan sustainable.

Di akhir tulisan ini, izinkan saya mengutip sebuah kata bijak dari Theodore Roosevelt, "Untuk eksis sebagai bangsa, untuk makmur sebagai negara, untuk hidup sebagai masyarakat, kita harus memiliki pohon".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun