Mohon tunggu...
Aat Nurhayati
Aat Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru Asesor GTK CGP Angkatan 8 Kabupaten Sumedang Komite Pembelajaran Sekolah Penggerak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menciptakan Budaya Positif Tanpa Paksaan

20 Juli 2023   21:48 Diperbarui: 21 Juli 2023   11:54 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Tim Kurikulum SMPN 1 Jatinunggal

Sekitar 2 bulan yang lalu sekolah melakukan rehab pagar dan gerbang sekolah. Saya melihat pagar tersebut dibuat lebih tinggi dari sebelumnya dan bagian atasnya diletakkan pecahan kaca. Saya bertanya untuk apa pecahan kaca tersebut. Tukang yang sedang bekerja menjawab bahwa hal tersebut bertujuan supaya siswa tidak bisa bolos dengan memanjat pagar kembali. Hal tersebut membuat saya merenung, "sudah betulkah cara sekolah untuk membuat siswa tidak bolos dengan cara menutup akses mereka untuk bolos? Apa ada hal lain yang lebih efektif?"

Sebulan kemudian ketika pagar sudah beres saya mendengar dari para guru kalau serpihan kaca tersebut sudah diratakan dengan cara dipecahkan. Tentunya hal tersebut dilakukan oleh sebagian siswa supaya mereka bisa bolos dengan mudah. 

Jadi apa yang salah?

Jika dikaitkan dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara tentang definisi manusia merdeka disebutkan bahwa manusia merdeka memiliki kebebasan untuk mengatur kehidupannya dengan tetap sejalan dengan aturan yang ada, jika tidak mampu untuk menerapkan self-discipline maka perlu bantuan orang sekitar untuk membuat sebuah keputusan. Pendidikan, khususnya di sekolah, memiliki peran penting dalam membentuk generasi masa depan yang berkualitas dan memiliki kontribusi positif bagi masyarakat. Guru sebagai ujung tombak dalam proses pembelajaran memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, kondusif, dan menginspirasi para siswa. 

Berangkat dari pemikiran tersebut saya mencoba untuk menerapkan konsep disiplin positif tersebut di lingkungan sekolah dengan memulainya dari diri sendiri. Lalu apakah disiplin positif? Disiplin positif bertujuan untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang tanggung jawab, keadilan, dan kemampuan beradaptasi dengan tuntutan lingkungan sekitar dan kehidupannya secara umum. Dalam konteks pendidikan di sekolah, disiplin positif membantu guru menciptakan dan mengembangkan budaya sekolah yang saling menghormati, membangun kolaborasi, dan mendorong pertumbuhan pribadi.

Guru yang menerapkan disiplin positif akan lebih cenderung menggunakan pendekatan persuasif daripada hukuman fisik atau menghukum secara menyakitkan. Mereka juga akan lebih berfokus pada solusi dan pembelajaran dari kesalahan yang dilakukan oleh siswa daripada menghukum siswa akibat kesalahan tersebut. Ini sangat terkait dengan salah satu visi saya yaitu "Mewujudkan Siswa yang Bernalar Kritis", seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang tinggi akan menggunakan akal budinya dalam memutuskan untuk melakukan sesuatu karena menyadari konsekuensi yang akan mereka hadapi.

Pendekatan ini sesuai dengan filosofi pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara yang menekankan pentingnya pendidikan sebagai pembentukan karakter dan moralitas siswa. Beliau menekankan bahwa pendidikan harus menciptakan manusia yang berkarakter dan memiliki semangat berjuang untuk mencapai kebahagiaan. Disiplin positif membantu mencapai tujuan ini dengan mengajarkan siswa tentang tanggung jawab dan terbiasa mencari solusi dari kesalahan mereka. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap tindakan manusia didasarkan pada motivasi tertentu, seperti menghindari hukuman, mendapatkan penghargaan, atau menghargai diri sendiri. Dalam konteks pendidikan, guru perlu memahami cara untuk mendorong perilaku positif dengan menumbuhkan kesadaran bagi siswa bahwa setiap hal baik yang mereka lakukan adalah untuk menghargai diri sendiri juga menjaga hak dan kewajibannya terhadap orang lain. 

Ada 5 posisi kontrol yang biasa diambil oleh guru, sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer (Kemendikbudristek, 2020).  Saya sebagai seorang guru matematika pernah mengambil beberapa tindakan terkait kelima posisi kontrol tersebut. Saya pernah menjadi penghukum dan hal tersebut membuat saya merasa capek, merasa bersalah, dan hanya berdampak sesaat kepada siswa dalam melakukan tindakan disiplin yang saya harapkan. Saya pernah menjadi pembuat rasa bersalah, hal ini juga tidak menimbulkan dampak jangka panjang bagi siswa.

Ketika mengambil posisi menjadi seorang teman, saya merasakan ada kedekatan yang terjalin antara saya dengan siswa. Tapi hal itu menimbulkan dampak lain dimana saya merasa khawatir kedekatan saya dengan siswa akan hancur jika saya menegur mereka jika berbuat salah. Saya juga pernah mengambil posisi sebagai pemantau, tapi ternyata dampak baik yang ditimbulkan adalah karena siswa takut menerima konsekuensi atas tindakan mereka, dan siswa melakukan pelanggaran tersebut kepada guru lain.

Posisi Kontrol yang diambil oleh guru haruslah berfokus pada tanggung jawab individu untuk memperbaiki kerusakan atau merespons kesalahan yang telah dilakukan. Dalam konteks pendidikan, saya sedang belajar menggunakan pendekatan sebagai seorang manajer untuk mengajarkan siswa tentang pentingnya mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka dan memperbaiki kesalahan. Dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka, guru membantu menciptakan budaya sekolah yang menghargai pertanggungjawaban dan pertumbuhan pribadi.

Guru yang mengambil posisi kontrol sebagai seorang Manajer akan menggunakan nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke siswa. Pendekatan digunakan bertujuan untuk menguatkan watak dan karakter sehingga siswa mengevaluasi diri bagaimana menjadi diri yang lebih baik. Kalimat yang digunakan diantaranya,

"Apa yang kita yakini?" (kembali ke keyakinan kelas)

"Apakah kamu meyakininya?"

"Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?"

"Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?"

"Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?"

Pendekatan ini selaras dengan nilai-nilai yang diusung Ki Hadjar Dewantara, di mana pendidikan diarahkan untuk membentuk manusia yang bertanggung jawab atas diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Posisi kontrol guru sebagai seorang manajer juga dapat membantu siswa belajar dari kesalahan mereka dan mengalami pertumbuhan dalam proses pembelajaran.

Selanjutnya saya bersama siswa menyusun keyakinan kelas mengenai pandangan positif dan harapan murid dalam pembelajaran yang nantinya akan menjadi panduan bagi siswa dalam berperilaku. Tujuan perancangan keyakinan kelas ini adalah untuk menciptakan iklim belajar yang positif di kelas, dimana siswa merasa dihargai dan didukung dalam mencapai potensi terbaik mereka.

Dokumentasi Tim Kurikulum SMPN 1 Jatinunggal
Dokumentasi Tim Kurikulum SMPN 1 Jatinunggal

Salah satu pembelajaran baru yang sangat menarik dalam diskusi para guru adalah mengenai Segitiga Restitusi. Segitiga Restitusi adalah salah satu pendekatan untuk mendorong terjadinya restitusi ketika ada konflik atau kesalahan, segitiga restitusi membantu mengidentifikasi akar permasalahan dan mencari solusi yang berkeadilan untuk semua pihak yang terlibat. Ada 3 tahapan dari segitiga restitusi yaitu menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. 

Pendekatan ini sesuai dengan pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang pentingnya membangun rasa persaudaraan dan kerjasama di dalam masyarakat pendidikan. Segitiga restitusi membantu menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, di mana setiap individu merasa dihargai dan dihormati.

Hal menarik ketika saya mencoba menerapkan segitiga restitusi kepada siswa adalah berkaitan dengan karakter siswa. Ada siswa yang pendiam sehingga sulit sekali saya menggali solusi dari siswa tersebut. Ada siswa yang sulit sekali mengakui kesalahan, perlu usaha yang cukup besar untuk menimbulkan kesadaran atas kesalahan yang dia perbuat. Ada siswa yang mengakui salah dan tahu apa yang harus dia lakukan untuk menyelesaikan masalah yang dibuatnya sendiri tapi dia enggan melakukannya walaupun sudah terbentuk keyakinan kelas, perlu waktu untuk dia berpikir dan beranjak untuk menyelesaikannya. Inti dari semuanya adalah kesabaran, konsistensi, dan kontinuitas.

Hal ini juga saya alami ketika ada seorang siswa yang menghubungi saya dimana siswa tersebut adalah siswa paling "bermasalah" ketika kelas 9. Siswa tersebut sekarang sudah duduk di bangku SMK kelas 10 dan baru lulus tahun ajaran ini. Dia mengatakan bahwa sekolah di SMP banyak merubah perilaku dia, dia merasa menjadi lebih baik dan akan lebih baik lagi. Ternyata pendekatan yang baik dampaknya tidak selalu instan tapi bisa jadi dampaknya terjadi di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun