Peta Nusantara oleh Hartman Schedel, 1493
Â
Sabtu yang dinginnya bisa mencapai 4 derajat. Kadang disertai hujan gerimis yang tentu makin dingin. Puncak musim dingin sudah menjauh. Namun cuaca tetap saja dingin, apalagi angin dari selatan bertiup. Namun itu, bukanlah halangan untuk mengunjungi Art Gallery of South Australia. Ada pameran yang menurut saya sangat menarik. Treasure Ships: Art in the Age of Spices. Pameran mengenai perjalanan para eksplorer Eropa untuk menemukan dunia baru. Tentu itu dalam pandangan Eropa. Karena dunia baru itu sudah lama dan lama sekali dikenal oleh para pelaut Arab, India dan Cina.
Saya tidak mengerti mengapa konotasi "discovering new world". Bisa saja, pelaut Eropa menelusuri jejak pelaut dari negeri lain lalu mengklaimnya sebagai penemu benua tertentu. Sebagaimana James Cook yang pada sejarah yang diklaimnya menemukan Australia, padahal tradisi oral para aborigin Arnhem Land di Australia Utara serta bukti artefak serta pengaruh bahasa, menyatakan pelaut Macassan (Makassar) sudah rutin menyinggahi Utara Australia dalam mencari Teripang, ratusan tahun sebelum Cook menjejakkan kakinya di Botany Bay Australia. Kenyataan Vasco da Gama atau Magellan mengarungi selatan Tanjung Harapan mencari jalan menuju India dan Maluku, bukan tidak mungkin membawa pelaut pelaut lokal di timur yang "sudah biasa" menelusuri alur laut tersebut. Memang sejarah nonmainstream menarik untuk dikaji.
Dalam pameran tersebut yang cukup mahal untuk kantong saya ($15 utk orang dewasa). Ada beberapa hal penting yang sepertinya menyusun puzzle sejarah yang selama ini terserak dalam buku-buku sejarah.
Â
Puzzle pertama
Pembuatan peta pelayaran ke Asia Timur dan Nusantara memang dipelopori (untuk kalangan Eropa) oleh Pelaut Portugis. Pembuatan peta sudah marak di Eropa. Tahun 1493, oleh Hartmann Schedel di Nurenberg Jerman, memuat peta Nusantara secara detail. Meski bentuk Pulau Sulawesi, Papua masih salah, beberapa nama kota atau daerah sudah tertera dengan baik. Yang lengkap tentunya di Pulau Jawa, mengingat pulau ini karena kesuburan dan sumber alamnya sudah didiami.
Kota kecil di pantai utara Jawa seperti Jepara dan Gresik sudah dimasukkan dalam peta. Yang menarik di sini, ada beberapa kota yang belum masuk, dan ada yang sudah masuk peta, namun kemudian dalam waktu kini seolah menghilang. Contohnya saja, Cian, atau Siang di Sulawesi Selatan. Kerajaan Siang adalah kerajaan besar ketika Portugis baru masuk ke Nusantara. Namun pada peta tahun 1672 atau 200 tahun setelahnya, kota ini sudah tidak dimasukkan dalam peta oleh navigator VOC John Bleau.
Mengapa kerajaan besar yang dikunjungi Portugis mengalami kemunduran hebat, sebelum munculnya kerajaan Gowa-Tallo yang mendominasi wilayah tersebut. Pengaruh kunjungan kapal asing dari Eropa yang membawa ideologi baru, teknologi militer baru, dan tentunya kapitalisme baru, mendorong percepatan proses konflik dan perubahan hegemoni politik kekuatan politik raja-raja di Nusantara. Ini dilihat dari evolusi kota pada peta selama 200 tahun.Â
Puzzle kedua
Evolusi kota ternyata memang terjadi. Beberapa kota kecil sudah ada dan berkembang pada abad ke-15, seperti Suppa, dan Toli-toli. Dalam perkembangannya, Kota Suppa menjadi Pare-pare, sebuah kota pelabuhan yang cukup ramai. Sementara, Kota Makassar muncul menjadi kota setelah Malaka direbut Portugis pada 1511.
Pelaut muslim menghindari Malaka, dan lebih memilih alternatif pelabuhan lain. Seiring perubahan politik, di mana kerajaan Gowa Tallo memanfaatkan perubahaan strategi perdagangan international dari Malaka, menuju Pelabuhan alternatif seperti Surabaya dan Makassar, sebagai transit sebelum mencapai Maluku, asal komoditi rempah-rempah yang sangat bernilai dalam hal produk makanan dan farmasi.
Â
Puzzle ketiga
Produk tekstil dengan corak batik yang kita kenal sekarang, rupanya awalnya berasal dari India. Produk katun dari India dengan teknik pewarna, dan pembatikan ala India, dibawa ke Nusantara dalam alur pelayaran, singgah di Jawa di mana pasar tekstil sangatlah ramai. Tekstur dan corak tekstil kemudian mengalami adaptasi dengan budaya Jawa, kemudian dimodifikasi untuk mengakomodasi filosofi budaya setempat. Jadilah batik yang kita kenal sekarang. Semetara di daerah lain, tekstil ini diadaptasi menjadi tenunan dengan corak sesuai kultur setempat.
Â
Puzzle keempat
Pelayaran Eropa ke Nusantara tidak lain adalah strategi ekonomi dan prestise. Mereka dari Eropa, membawa arabesque, bedil, mesiu, meriam. Butuh 3 tahun mencapai Jepang yang merupakan far east, timur paling jauh. Ketika menyusuri pantai barat Afrika, mereka singgah di Tanjung Harapan. Dalam perjalanannya, anak buah kapal ada saja yang mati. Lalu mereka mengangkat ABK dari budak yang diperdagangkan oleh pelaut Arab dan Eropa.
Dari Afrika Selatan mereka membawa hewan eksotik Afrika, seperti singa, leopard, dan zebra. Batu mulia dan emas juga dibeli dari Afrika Selatan. Menuju India untuk menjual batu mulia dan emas, kemudian mereka membeli tekstil, dan turkish carpet (permadani Persia). Dari India, mereka masuk ke Nusantara, menjual tekstil dan membeli rempah-rempah. Di Nusantara, mereka menyinggahi beberapa kota pelabuhan sebelum masuk ke Maluku.
Dari Nusantara, mereka membawa rempah-rempah, untuk menjualnya ke pedagang di Cina, dan Jepang. Sebelum balik, mereka membeli sutra dan keramik. Hasil dari perdagangan ini mereka putar selama pelayaran dan persinggahan di negara tujuan. Dari Jepang, mereka balik ke Nusantara, dan membeli rempah dengan menjual sutra dan keramik. Begitu seterusnya, kembali ke Eropa melalui India dan Afrika.
Â
Puzzle kelima
Dalam pameran keris dari Sumbawa yang dibuat pada abad ke-17, kelihatan bahwa umumnya bilah keris itu dibuat dari nikel, dengan gagang dan sarungnya dari emas. Nikel adalah mineral logam yang hanya ada di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Maka sudah bisa dimengerti bahwa penamaan celebes, atau sula wesi, cele = pisau, senjata tajam.. bes = besi = wesi. Pulau ini memang sebelum era Sriwijaya atau Syailendra sekalipun, sudah dikenal sebagai daerah penghasil senjata besi.
Â
Puzzle keenam
Teknologi dan pengetahuan adalah modal imperialisme. Siapa yang menguasai, dia yang berhak mengatur yang lemah. Pemetaan, navigasi, senjata meriam dan bedil, perdagangan international, adalah alat-alat imperialisme. Jepang adalah negara yang paling terakhir berupaya menghindari imperialisme Eropa, menjadi tempat perdagangan bedil dan meriam. VOC memasok 300 bedil pada era Shogun yang memaksa konflik baru dari elite samurai dan shogun sehingga terjadi revolusi Boshin. VOC Belanda hanya satu-satunya bangsa Eropa yang bisa berdagang di Jepang, dan memiliki konsulat di Nagasaki ketika itu. Portugis hanya bisa masuk di Nagasaki, merupakan eksplorer Eropa pertama dengan Black Ship-nya. Namun Portugis tidak seberuntung Belanda.Â
Â
Puzzle ketujuh
Tradisi menulis, dokumentasi dan arsip membuat eksplorer Eropa mampu mendominasi sejarah. Dalam lukisan orang aborigin Arnhem tahun 1903, jelas sekali melukiskan pelaut Malay atau Macassan, dengan perahunya mendatangi Australia Utara. Mereka muslim dari lukisan itu terlihat beberapa orang memakai surban. Namun, bukti kedatangan pelaut Makassar ke Pantai Arnhem lebih banyak riwayat cerita turun-temurun. Berbeda halnya, tradisi menulis catatan harian, mendokumentasi, mengumpulkan spesies tumbuhan, spesies binatang yang menarik, membuat sketsa daerah dan orang-orangnya, serta peta kota dan peta navigasi laut, terkumpul semua itu dalam berbagai buku. Mereka bisa mewariskan pengetahuan dengan sangat baiknya dan memberikan kontribusi sejarah terdokumentasi dengan baik.
Â
Sejarah adalah cermin masa lalu untuk merangkai masa depan
Â
Wallahu a'lam bisshawab
Adelaide, 4 Agustus 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H