Semua negara di dunia, termasuk Indonesia, tentunya menginginkan pertumbuhan perekonomian yang sehat dan stabil. Tercapainya kondisi pertumbuhan perekonomian yang ideal, tentunya merupakan hasil dari sinergitas banyak pihak didalamnya.
Lembaga keuangan, pasar keuangan, infrastruktur keuangan, perusahaan non keuangan, dan rumah tangga, seharusnya saling berinteraksi untuk bersatu padu dalam semua aspek menyangkut pendanaan atau penyediaan pembiayaan dalam aktivitas transaksi ekonomi.
Ketergantungan masing-masing pihak dalam transaksi ekonomi diatas, dalam upaya pencapaian pertumbuhan perekonomian, dihubungkan dalam sebuah ikatan yang dinamakan dengan sistem keuangan. Kuatnya kohesifitas masing-masing pihak dalam sebuah ekosistem perekonomian, akan teruji dalam menghadapi goncangan baik dari dalam maupun dari luar. Tangguhnya ikatan dalam sistem keuangan menghadapi semua masalah, menunjukkan stabilnya sistem keuangan tersebut.
Defenisi yang lebih teknis merujuk pada terminologi stabilitas sistem keuangan, sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial, adalah suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal, sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
Mampukah Pinjaman Online Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan?
Optimisme terhadap geliat aktivitas pinjaman online, yang tercermin dari beberapa indikator diatas, seperti peningkatan jumlah penyaluran pinjaman, jumlah peminjam, maupun pemberi pinjaman yang umumnya bertumbuh lebih dari 100% dibanding tahun sebelumnya, setidaknya memberikan tanda bahwa transaksi pinjaman online ini memiliki potensi yang cukup besar untuk berkontribusi pada perekonomian negara.
Indikator lainnya, merujuk kepada data OJK terkait perkembangan fintech lending per Maret 2020, komposisi umur para pelaku peminjaman online, baik pemberi pinjaman maupun peminjam, 90% berada pada rentang umur 19-54 tahun. Dimana dominasi umur peminjam maupun pemberi pinjaman 70% terkonsentrasi pada rentang umur 19-34 tahun.
Struktur umur pelaku peminjaman online ini, juga merupakan salah satu keunggulan jika dihubungkan dengan bonus demografi yang puncaknya ada pada tahun 2025-2030. Besarnya minat para pelaku peminjaman online, yang umumnya berada pada usia produktif (15-64), tentunya akan mampu menggerakkan transaksi peminjaman online dengan porsi yang lebih besar dibandingkan pada saat ini.
Selain bonus demografi, isu inklusi keuangan juga sangat relevan dengan potensi pertumbuhan transaksi peminjaman online. Kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), yang umumnya mengalami kesulitan dalam mengakses layanan keuangan formal, pasti akan sangat terbantu dengan alternatif akses layanan keuangan informal yang ditawarkan melalui pinjaman online untuk mendukung aktivitas usaha mereka.
Namun selain semua optimisme diatas, kita juga perlu memahami, bahwa dibalik potensi kontribusi aktivitas pinjaman online terhadap perekonomian negara, ada melekat risiko yang sangat besar terhadap instabilitas sistem keuangan. International Monetary Fund (IMF) pada tahun lalu, pernah memperingatkan bahwa munculnya dominasi perusahaan teknologi besar penyedia layanan pinjaman online yang mampu menggunakan data besar dan kecerdasan buatan dapat menyebabkan gangguan yang sangat serius bagi sistem keuangan dunia.
Risiko lain, muncul dari persaingan suku bunga pinjaman yang diberikan dalam transaksi pinjaman online. Potensi gagal bayar (default) debitur pada transaksi pinjaman online sangat tinggi. Kemungkinan hal ini erat hubungannya dengan syarat pinjaman yang sangat fleksibel, sehingga berujung kepada kompensasi bunga yang lebih tinggi dari bunga yang ditawarkan oleh lembaga formal layanan keuangan (bank).