"Pak Kades, Bang Saga, Mas Jagat, dan semua warga desa yang telah menerima kami dengan baik, saya mewakili teman-teman ingin mengucapkan terima kasih. Semoga kehadiran kami di desa ini membawa manfaat untuk semuanya. Sebenarnya saya ingin berlama-lama berada di desa ini karena di sini saya menemukan arti lain dari kata 'hidup tentram'," ungkap Raya mewakili teman-temannya.
"Untuk Raya, Yani, dan Tita, terima kasih juga sudah mau berbaur dengan kami. Semoga apa yang kami suguhkan dapat berkesan ketika kembali ke kota nanti," cetus Pak Kades.
Entah kapan aku bisa kembali bertemu dengan Raya setelah ini. Aku hanya bisa mengelus dada untuk hal tersebut. Sedih rasanya berpisah dengannya, walaupun akhir-akhir ini ia lebih dekat dengan Saga.
"Hati-hati di jalan, ya!" ucapku singkat.
"Ya sudah. Raya, Yani, dan Tita silakan masuk ke dalam mobil. Saya akan antar kalian ke kota, kebetulan saya juga akan melanjutkan pendidikan saya di kota," sahut Saga mengejutkanku.
Bagaimana bisa aku tidak mengetahui bahwa Saga yang akan mengantar Raya dan teman-temannya ke kota. Apakah mereka sudah menjalin hubungan tanpa sepengetahuanku? Atau, semuanya terjadi saat diriku terlalu larut dalam kesedihan karena gagal menyatakan perasaanku kepada Raya, sebab ditikung oleh temanku sendiri.
Lalu, bagaimana bisa aku tidak mengetahui bahwa Saga tiba-tiba ingin melanjutkan pendidikannya di kota. Sebab, yang kuketahui ia sama sekali sudah tidak ingin melanjutkan S-2. Yang pasti semua ini benar-benar tidak pernah terbayangkan olehku, layaknya sebuah tikungan tajam dalam sebuah sirkuit MotoGP.
Sungguh menyakitkan ketika teman sendiri yang bahagia dengan gadis dambaanku!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H