sudahi masalalu yang kemarin pelik ku rasa
bergema gauman untuk kembali dari hati yang kian menghitamÂ
berjalan ku melewati genangan, semut berpijak mengangkat tidak kuat
Bertanya Nona!... Keras terdengar, hentakan keras memekikkan daun telinga.
Kenapa?... Ujarnya melanjuti teriakan itu
Otakku bergemuruh tak karuan
seakan-akan pecah memikirkan hal yang sama.
Basah semua.
Kipas sebagai saksinya.
Handuk pun belum kering.
Aku tegaskan lagi  pada mu wahai dambaan hatiku...
kau itu penting tapi kau sampah, hanya duri kau sodorkan kepada ku.Â
Kau tahu? aku itu Elang tapi aku bagai Tikus di depan mu
Kau yang selalu menjadi raja di setiap waktu aku hanya pesuruh.
Hanya Babu Nona, Kau itu rongsokan yang tidak pantas diperbaiki.
Mulut ku terbuka, Maksud mu apa tuan?
Tidak Nona, Tidak! aku hanya sekadar beretorika Nona.Â
Kamu segalanya Nona, Percayalah pada daku ini.
Pecah sudah kaca Tuan, Sudah ku telan mentah ucapanmu.Â
Bersuntuk diam dengan tanda bergeming pesan dari Tuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H