Karena hal itu pula Wali Anom merasa bersalah dan menebus kesalahannya dengan selalu menggunakan jubah warna hitam. Dan juga memakai penutup kepala bernama udheng  berwarna wulung. Kemudian Wali Anom mendapat petunjuk dari Yang Maha Kuasa mengenai Ilmu Sejatining Urip yaitu ilmu yang berporses pada diri sendiri untuk mengetahui hidup yang sejati.Â
Ilmu Sejatining Urip ini mengajarkan bahwa "budi" dalam diri setiap pribadi yang menggerakan kehendak sehingga keluar berupa ucapan atau sabda. Ilmu  inilah yang dulunya masih dipertahankan oleh Sabdo Palon dan Naya Genggong, yang dikenal dengan Agama Budi.
Buntut sumpah itu kemudian muncul ramalan dari Eyang Sabdo dan Eyang Noyo yaitu "kebo bule mripat sliwer" Digambarkan dengan datangnya kedatangan Belanda pada 1602 yang dipelopori oleh Cornelis de Houtman yang kemudian menjajah Indonesia secara keseluruhan selama 3,5 abad dan ditandai dengan munculnya "agegaman kawruh" yang diartikan dengan IPTEK.
Tetapi kemudian Maulana Iradat mengeluarkan sabda langit bahwa Pertama, Eyang Sabdo dan Eyang Noyo itu salah sasaran tembak sebab kenyataannya Agama Islam  justru malah melengkapi Agama Budi yang selama ini dianut rakyat Nusantara ( kita mengenal istilah Tumbu Ketemu Tutup ) justru yang seharusnya menjadi sasaran yakni Penjajah dari Barat yang telah merubah kedarmaan menjadi cinta dunia malah dibiarkan terus menerus sampai sekarang.Â
Kedua, Wali Anom terlambat menyadarkan rakyat Nusantara bahwa aslinya gen rakyat Nusantara adalah gen Nabi Adam sebab sebelum era itu di bumi sudah ada makhluk yang dikenal sebagai Banujan yang kerjaannya merusak dan cinta dunia.Â
Maka kemudian menjadi tidak aneh ketika Iblis tidak setuju dengan diangkatnya Nabi Adam sebagai khalifah karena Iblis menyangka Nabi Adam adalah banujan.Â
Iblis kecele dan kurang presisi bahwa ternyata Nabi Adam itu hibrida baru yakni Banujan yang sudah dikaruniai akal budi dan hati nurani oleh Allah. Maka iblis pun dilaknat karena sudah suudzon dan membangkang  perintah Allah.
Di akhir drama, Maulana Iradat membuat fatwa kepada rakyat Nusantara bahwa Pertama, Hajat Pemilu 2024 itu Hajat biasa. Itu peristiwa politik biasa. Tidak akan merubah apa -- apa. Jadi, jangan sampai karena Pemilu rakyat mau diadudomba dan dipecah belah.Â
Kedua, Sebenarnya yang kita butuhkan bukan Rajawali, melainkan WaliRaja. Kalau pemimpin kalian Rajawali, sementara rakyatnya adalah ayam-ayam, bebek-bebek dan menthog-menthog, dengan kuthuk, meri, minthi anak-anak mereka, maka rakyat Nusantara akan selalu disambar oleh cakar dan paruh Rajawali, dijadikan santapan sehari-hari.
Maka yang kita perlukan adalah WaliRaja yakni Pandito yang Kstaria. Pemimpin yang menjadikan Tuhan sebagai pusat segala rujukannya. Di kebudayaan Jawa kita mengenal istilah Manunggaling Kawula Gusti.Â
Ketiga, Meskipun  Pemerintah lemah Indonesia tidak akan hancur karena rakyatnya kuat mental dan daya juangnya bahkan sudah terbukti dalam sejarah bahwa Bangsa ini selalu bisa survive dalam kondisi apapun. Semoga kelak kita akan mendapatkan Pemimpin kuat dan Rakyat Kuat. Aamiin