Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Drama "Waliraja - Rajawali" Sukses Dipentaskan di Taman Ismail Marzuki

18 Agustus 2022   06:06 Diperbarui: 18 Agustus 2022   06:17 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenduri Cinta edisi 223 ( Sabtu, 13 Agustus 2022 ) terasa semakin spesial karena Cak Nun ( Emha Ainun Nadjib ) membawakan Drama Teater baru yang berjudul "WaliRaja Rajawali". 

Rencana awal beliau akan mementaskan Drama "Mlungsungi" sebagaimana di Yogyakarta dan Jombang tetapi karena pertimbangan berbagai hal, akhirnya diputuskan drama baru saja.

Drama dimulai dengan enam orang sebagai rakyat ( Akbar, Nurdi, Hanif, Bilqis, Taufiq, Bagus )  memakai kostum abu -- abu  kemudian berjalan  berbaris. Mereka membentuk lingkaran. Berputar -- putar. Memperagakan  CakraManggilingan. Sebuah  Falsafah hidup manusia Nusantara.

Apa itu Cakra Manggilingan ? Dalam Bahasa Sanskerta, Cakra berarti cakram atau roda, sedangkan Manggilingan dalam Bahasa Jawa berarti giling yang bermakna berputar atau menggerus. Maka, istilah Cakra Manggilingan diartikan sebagai kehidupan ibarat roda berputar,  kadang ada di atas dan kadang ada di bawah. 

Orang Nusantara sudah sangat memahami bagaimana jika sedang  di bawah ( kesulitan, cobaan ) mereka harus bersabar sedangkan saat di atas ( kebahagiaan, senang ) mereka harus bersyukur. 

Falsafah ini menjadikan manusia Nusantara tangguh akal dan mentalnya. Mereka tidak akan banyak sambat karena paham bahwa semua ada masanya. Ada kunci penyikapannya masing-masing.

Para ahlii filologi Jawa Kuna   memberikan pengertian Cakra Manggilingan adalah Siklus Alam Makro Kosmos dan Mikro kosmos. Jika diberikan pada konteks Mikrokosmos maka manusia berada dalam lingkup "Sangkan Paraning Dumadi" memahami bahwa siklus manusia memiliki tiga rentang yaitu 1. Berasal dari mana ( harus mempelajari masa lalu ), 2. Sekarang sedang apa (sadar kediriannya ) 3. Menuju kemana ( pemahaman tentang akhirat ).

Hal itu sinkron dengan konsep mengenai Cakramanggilingan sebagai siklus kehidupan manusia sebagaimana terurai dalam Tembang Macapat yang menggambarkan  siklus perjalanan manusia sejak dilahirkan sampai meninggal dunia.  Mijil -- sinom -- Asmarandana -- Kinanthi -- Dhandhanggula -- Maskumambang -- Durma -- Pangkur -- Gambuh -- Megatruh -- Pocung yang mana ada pemahaman di masing -- masing siklus yang goalnya manusia Nusantara akan sadar tugas kehidupannya di dunia yaitu Memayu Hayuning Bawana (melestarikan dan memakmurkan bumi seisinya) hingga akhir hayat. 

Maka peragaan Cakramanggilingan menjadi semacam  stimulan bahwa sebagai manusia Indonesia kita harus mempelajari sejarah siapa sebenarnya sejatinya diri kita. Sejarah siapa sejatinya bangsa Indonesia.

Kembali ke Drama "Waliraja Rajawali", Ibu Pertiwi ( Sitoresmi Prabuningrat ) menangis sesenggukan. Banjir air mata. Sebab musababnya adalah tangisan beliau kepada rakyat Nusantara yang telah kehilangan jati dirinya.  

Bangsa Nusantara telah kesengsem kemewahan dunia. Kesengsem mental bar -- bar dan kepengecutan. Bangsa Eropa merubah drastis pemahaman Orang Nusantara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun