Mohon tunggu...
Aura
Aura Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Menulis supaya tidak bingung. IG/Threads: aurayleigh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kuasa Sastra

15 September 2019   06:21 Diperbarui: 15 September 2019   18:14 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iliad, Book VIII, lines 245--53, Greek manuscript, late 5th, early 6th centuries AD. Ilustrasi: Istimewa | Source: common.wikipedia.org

 

Athena klasik pada abad ke-5 SM merupakan sebuah negara kota demokratis berkembang dengan populasi sekitar 300.000 orang. Namun, demokrasi ini sangat berbeda dari demokrasi modern sekarang: bukan hanya soal demokrasi langsungnya tetapi juga eksklusivitasnya. 

Hanya warga pria dewasa, yang berjumlah tidak lebih dari 45.000 yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Sisanya---perempuan, penduduk asing, dan sejumlah besar budak---membentuk mayoritas yang dikecualikan. 

Sebagian besar orang yang bekerja di tanah maupun perkotaan dalam keadaan miskin. Sedikit kesempatan bagi mereka untuk memperbaiki kondisi ekonomi.

Kemiskinan yang tersebar di Yunani merupakan pencetus tidak hanya untuk konflik kelas tetapi juga untuk perjuangan berbagai bentuk pemerintahan.

Nah, filsafat dan teori sastra dari Platon dan Aristoteles secara integral dibentuk oleh kesadaran akan perjuangan politik ini.

Athena ketika itu tidak hanya merupakan sebuah negara demokrasi tetapi juga sebuah kekuatan kekaisaran. Athena mengepalai Liga Delian yang terdiri atas lebih dari seratus negara-kota---yang darinya dia menuntut upeti. 

Dominasi semacam itu terbentuk dalam waktu yang relatif cepat, meski sebetulnya demokrasi telah berdiri beberapa abad dalam gerak evolusi, setelah sebelumnya berbentuk oligarki atau tirani dan monarki.

Pada 500 SM, para tiran telah digulingkan di semua kota besar Yunani. Cita-cita kesamaan sosial dan struktur demokratik dikembangkan di Athena oleh para pemimpin seperti Solon, yang membuat hukum menjadi demokratis; Kleisthenes, yang mengatur struktur politik menjadi sepuluh suku, masing-masing diwakili oleh 50 anggota di Dewan Areopagus; Perikles, yang melembagakan membayar pejabat negara, sehingga melayani masyarakat bukanlah hak orang kaya saja. 

Dalam sebuah orasi, Perikles mendefinisikan demokrasi sebagai sebuah sistem di mana kekuasaan terletak di tangan seluruh rakyat, semua orang sama di hadapan hukum, dan tanggung jawab publik ditentukan bukan oleh kelas tetapi oleh kemampuan yang sesungguhnya.

Nama Athena menjadi besar berkat perannya menangkis dua invasi yang dilakukan Persia. Kali pertama, Athena mengalahkan pasukan Persia yang dipimpin oleh Raja Darius di Marathon pada 490 SM. Invasi kedua dihentikan oleh angkatan laut Athena di Salamis pada tahun 480 SM dan di Plataea pada tahun 479 SM. 

Terlepas dari kenyataan bahwa pertempuran darat dimenangkan dengan uluran tangan Sparta, faktanya, Athenalah yang mengambil alih kepemimpinan sekutu Yunani, mengorganisir mereka ke dalam Liga Delian. Tujuannya tidak lain untuk membebaskan kota-kota Yunani di Asia Kecil dari pemerintahan Persia.

Tahun-tahun pascaperang adalah tahun-tahun kekuasaan, kemakmuran, dan sentralitas budaya Athena: Perikles mendominasi politik Athena; Parthenon dan Propylaea dibangun; tragedi Sofokles dan Euripides dipentaskan; kota ini menjadi tuan rumah bagi para guru filsafat profesional seperti Protagoras, serta sekolah-sekolah retorika---yang mengajarkan kaum muda kaum bangsawan seni berbicara dan berdebat. Kota ini hidup dengan diskusi politik dan penyelidikan intelektual.

Di tengah segala keadaan itu, setidaknya ada tiga perkembangan yang sangat mempengaruhi sifat sastra dan kritik, filsafat, dan retorika. Pertama, evolusi polis atau negara-kota. 

Orang-orang Yunani membedakan diri mereka dengan orang non-Yunani yang dikenal sebagai "orang barbar" terutama oleh struktur polis yang dalam pandangan mereka dapat memungkinkan manusia mencapai potensi penuhnya sebagai manusia. Ketika Aristoteles mendefinisikan manusia sebagai animal political, struktur itulah yang ada dalam benaknya.

Polis---menurut M. I. Finley---terdiri dari orang-orang yang bertindak dalam sebuah sebuah komunitas. Di Polis, mereka berkumpul dan menghadapi masalah secara langsung. 

Hal itu sebagaimana dikemukakan para pemikir seperti Hegel, Marx, dan Durkheim yang menegaskan bahwa tujuan penting keberadaan manusia bersifat sosial dan publik, dan dalam pemenuhannya pantang mengorbankan kepentingan publik. Asumsi tersebut sama dengan teori sastra Platon dan Aristoteles---keduanya mempertimbangkan sastra sebagai perhatian publik atau negara.

Finley menyatakan bahwa agama dan budaya sama pentingnya dengan ekonomi atau politik. Dengan patron yang universal itu, tragedi Yunani dan komedi adalah bagian dari proses diskusi vis-a-vis sebagai perdebatan dalam dewan legislatif. 

Bahkan struktur internal drama dipengaruhi oleh idealisme polis: paduan suara---apakah terdiri dari sekelompok penari dan penyanyi, atau satu karakter pembicara saja---merupakan perwakilan dari polis.

Seperti yang juga dikatakan Gregory Nagy, paduan suara dalam drama adalah sebuah mikrokosmos hirarki sosial dan mewujudkan sebuah pengalaman kolektif yang mendidik. Jelas bahwa sastra dan puisi memiliki fungsi publik dan politik. T. H. Irwin menyatakan bahwa festival-festival dramatik Athena mengambil tempat dari beberapa media massa yang kita kenal. 

Selain Platon, tidak ada filsuf yang lebih sadar tentang dampak kultural dari sastra. Irwin juga menunjukkan bahwa pandangan moral dari puisi Homer secara permanen mempengaruhi pemikiran Yunani dengan cara yang bertentangan dengan sikap demokratis. Platon berusaha keras untuk melawan pengaruh Homer.

Puisi memiliki peran utama dalam pendidikan: anak-anak diajarkan huruf untuk tujuan menghafal, mempertunjukan, dan menafsirkan puisi. Di dunia Yunani kuno, puisi tidak hanya memiliki sifat publik tetapi juga melayani beberapa fungsi di era kita sekarang ini telah digantikan oleh media massa, film, musik, pendidikan agama, dan ilmu pengetahuan.

Perkembangan politik kedua yang berkaitan dengan sastra dan kritik terletak pada fakta bahwa dominasi Athena di dunia Yunani berjalan dengan berbagai hambatan. Ketika itu, kekuatan besar lain di dunia adalah Sparta. 

Perjuangan dua negara adidaya ini bukan hanya soal militer tetapi juga ideologis: Athena berusaha untuk mengembangkan gaya demokrasi sendiri, sedangkan Sparta berupaya mendorong oligarki. 

Hal itu menyebabkan Perang Peloponnesian yang berlangsung selama dua puluh tujuh tahun, dimulai pada 431 SM dan berakhir dengan kekalahan Athena pada 404 SM.

Di dua puluh empat tahun pertama usianya, Platon hidup di tengah situasi perang. Konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemikirannya---termasuk teori sastra. Sebelum kekalahan Athena, dia telah menyaksikan sebuah tindakan mendadak yang dilakukan partai oligarkis pada 411--410 SM. 

Di masa represif itu, Sokrates diadili dan dieksekusi pada 399 SM atas tuduhan ketidaksopanan. Spartan memberlakukan oligarki lain pada 404 SM, yang disebut regime of the "thirty", mencakup di dalamnya dua kerabat Platon---yang juga teman-teman dari Socrates---Kritias dan Kharmides.

Pada 403, demokrasi terpulihkan setelah perjuangan sipil. Perjuangan itu berada di antara dua tegangan cara hidup: pertama cara hidup dengan atmosfer sosial dan budaya yang terbuka dari demokrasi Athena, kedua cara hidup oligarkis nan kaku serta militeristik dari Sparta. 

Perjuangan itulah yang mendasari oposisi antara visi filosofis Platon yang anti-demokrasi, agak otoriter dengan visi yang lebih cair, skeptis, dan relativistik yang diungkapkan oleh puisi, sofistik, dan retorika. Dalam perjuangan itu, filsafat Barat yang kita pahami sekarang lahir.

Faktor ketiga yang membentuk evolusi sastra di Yunani kuno dan klasik adalah panhelenisme, atau pengembangan cita-cita dan standar sastra tertentu di kalangan elit dari berbagai negara-kota Yunani. 

Gregory Nagy menunjukkan bahwa panhelenisme sangat penting dalam proses modifikasi dan difusi berkelanjutan puisi Homer dan puisi pada umumnya. 

Iliad dan Odyssey adalah produk dari tradisi lisan yang secara kumulatif disusun selama periode waktu yang panjang. Penyair akan mengambil cerita yang konten dasarnya sudah akrab dan memodifikasinya dalam pengisahan khasnya sendiri.

Setelah itu, penyair akan melampaui keterampilan dan pengetahuan puitis ini melalui para penerusnya. Poin yang dimaksud oleh Nagy adalah bahwa proses rekomposisi dan difusi berkelanjutan dari puisi Homer dan puisi lainnya bergerak secara stabil---dalam konteks pengembangan panhelenisme. Standar ideal sastra menyebabkan keterikatan pada teks di lingkungan yang luas---yang berarti tidak ada kebaruan.

Menurut Nagy lagi, panhelenisme memiliki sejumlah konsekuensi penting.

Pertama, ia menyediakan konteks di mana puisi tidak lagi sekadar ungkapan atau ritual pemeragaan mitos-mitos lokal. Penyair keliling ketika itu berkewajiban untuk memilih aspek-aspek mitos yang umum untuk berbagai tempat yang dia kunjungi. 

Kata yang tepat untuk menggambarkan itu adalah "convergence of features" yang diambil dari mitos aletheia. Maka, konsep penyair pun berkembang menjadi konsep sang pemilik kebenaran. Penyair menjadi pemasok kebenaran universal---dibedakan dari mitos yang bersifat lokal dan khusus.

Muse's names and what art they inspired. Source: Weebly on Pinterest
Muse's names and what art they inspired. Source: Weebly on Pinterest
Nagy secara etimologis mengaitkan kata mousa atau muse dengan mne-, yang berarti memiliki keterhubungan pikiran. Dalam membaca ini, muse adalah orang yang menghubungkan pikiran dengan apa yang benar-benar terjadi di masa lalu, sekarang, dan masa depan. 

Persepsi Nagy tersebut penting untuk memahami teori sastra Yunani berikutnya: domain kebenaran menjadi arena pertarungan sengit antara puisi dan filsafat.

Konsekuensi kedua panhelenisme adalah evolusi kelompok-kelompok atau kanon teks ke dalam status klasik. Ketika itu, di periode pelajar Alexandrian, istilah kritisisme (criticism) atau penilaian (judgment) seperti puisi-puisi lirik Alkman, Stesikoros, Alkaios, Sapfo, Ibykos, Anakreon, Simonides, Bakkhylides, dan Pindaros yang masuk dalam warisan kanon. Oleh karena itu, tradisi lokal yang sudah ada dalam format lisan kemudian berevolusi menjadi tradisi terbatas dari komposisi lirik yang tetap.

Konsekuensi ketiga adalah pengembangan konsep imitasi atau mimesis menjadi konsep otoritas. Mimesis merujuk pada peristiwa mitos yang diperagakan kembali melalui ritual oleh penyair, atau pembuatan ulang (sekarang) yang didasarkan pada pembuatan ulang (sebelumnya). 

Mimesis menjadi konsep otoritatif sejauh penulis berbicara dengan otoritas mitos yang diterima secara universal, tak lekang oleh waktu, dan tidak berubah. 

Hal tersebut semacam menjanjikan para performer pertunjukan lisan untuk tidak perlu berganti-ganti mengakomodasi kepentingan khalayak lokal.

Kesenangan yang hadir ketika menyaksikan pertunjukan adalah hal yang diutamakan.

Bahkan setelah tradisi pertunjukan lisan tidak berlaku lagi, etika otoritarian dari mimesis ini tetap dilestarikan dalam pendidikan.

Teks menjadi patokan penulisan karya---yang berpotensi untuk ditiru oleh tulisan lain. Semua perkembangan yang digambarkan oleh Nagy mengarah pada satu titik: selama berabad-abad, otoritas puisi terus meningkat. Ia menetapkan fungsinya sebagai repositori mitos universal dan kebenaran, difiksasi menjadi kanon teks istimewa yang tidak lagi terbuka untuk rekomposisi tetapi murni untuk pertunjukan, memiliki kekuasaan dalam bidang pendidikan.

Poin terakhir yang bisa diambil dari pembacaan Nagy tentang puisi di Yunani awal adalah bahwa pada masa Platon, teater telah menjadi media utama puisi. Teater menyerap repertoar dari karya epik maupun liris. Adapun tragedi telah menjadi bagian dari keahlian berpuisi par excellence.***

(Tulisan ini saya sadur dari bagian Classical Literary Criticism: Intellectual and Political Backgrounds dalam buku A History of Literary Criticism oleh M. A. R. Habib halaman 9-18, pernah tayang pernah ditayangkan di situs Kognisi.com (vakum))

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun