Ngeri-ngerinya disuruh pakai rok, jika ndak bisa bertindak tegas terhadap pembuat kerusuhan menjelang Pilkada ini.
Sedapnya polisi diberi hak untuk menembak bagi siapa saja yang nekat membuat kerusuhan dan menolak ditangkap, meski hanya diperbolehkan menembak ke arah batas pinggang ke bawah. Sedapnya juga, para si pak Polisi itu punya kesempatan mengaplikasikan keahliannya menembak pada sasaran yang dianggap musuh (orang nekat rusuh), dan bukan hanya sekedar sasaran tembak pada latihan-latihan di lapangan tembak saja. Yang tentu sekaligus bisa menggunakan pelor-pelor tajam pula, peluru yang selama ini hanya disimpan di magazen doang.
Dan semua itu hanya berlaku jika ada yang nekat membuat kerusuhan saja, jika tidak ada ya aman-aman sentosa sejahtera bahagia gembira ria saja. Tidak perlu menembak maupun tidak harus jadi lelaki pakai rok.
*
Seperti kita ketahui menjelang perhelatan pilkada DKI 2017 ini, suhu dan hawanya provokasi, nada ancam-mengancam sudah mulai terlihat liar dan norak tingkah polah lakunya.
Seolah negara ini negara yang berlaku sistem bar-barian dan negara ini milik nenek moyang sekelompok kecil yang merasa diri “berani bersuara keras, lantang dan berlagak bak preman kampung”.
Dan mereka ini seakan menganggap negara ini tidak memiliki aturan dan tidak memiliki hukum, sehingga kelakuan-kelakuan mereka ini menganggap Polisi dan Tentara yang berhak menjaga kedamaian dan ketentraman masyarakat dianggapnya tidak ada.
Siapa-siapa mereka ini ?
Tidak usah malu-malu dan sungkang-sungkan untuk menyebutnya.
Kelompok FPI wahabian, kelompok HTI, FUI dan IM lah mereka-mereka itu.
Tidak suka disebut-sebut ?!