Mohon tunggu...
Andi Maulana
Andi Maulana Mohon Tunggu... -

Editor Rosebook www.rosebook.org

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Samawaat

13 Februari 2016   03:11 Diperbarui: 13 Februari 2016   12:19 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Apa ia di atas?” tanyaku.

“Dua hari yang lalu aku bertemunya. Ia terburu-buru ke atas sambil membawa beberapa kardus-kardus besar.”

“Oh,” jawabku pendek dan segera menuju kamar Sebastian. Hem, sedang apa ia, batinku.

Apartemen Sebastian terang benderang dan berkabut. Semua lampu ia nyalakan. Seperti biasa, ribuan kertas yang diremukkannya, terserak di mana-mana. Di ruang tengah begitu kacau. Dinding-dinding berjelaga. Seperti terkena panas. Bau seperti avtur terasa melukai paru-paru. Entah apa yang dikerjakannya. Tak ada kulihat mesin waktu seperti di film-film Hollywood itu. Aku berada di tengah dukhaan (kabut) yang menaungi tubuhku. Sebastian tak ada di sini. Kuperiksa seluruh isi ruangan hingga ke balkon. Tak ada. Kupandangi jalanan di bawah, takut tubuhnya jatuh di sana, sepi. Kuhubungi handphone-nya, berdering di laci meja kerjanya. Di bawah handphone itu, kulihat selembar surat, segera kubaca:

Dear Sam,

Tepat kamu baca surat ini, aku sudah pergi dari bumimu. Terima kasih atas segala kerepotan yang sudah kutimpakan kepadamu, Kawan. Seperempat abad kita saling mengisi kehidupan. Sam, kamu memiliki istri yang cantik. Juga sepasang anak menjelang dewasa. Sedang aku? Aku masih sendiri. Masih sibuk membuktikan bahwa kita memiliki kawan lain di langit. Aku harapkan jangan menyalahkan pilihan hidupku ini. Memang mustahil yang kamu lihat saat ini. Tetapi, Sam, bukankah dulu pun mustahil manusia dapat terbang? Yah, Fulku, Sam. Fulku. Sungguh diperlukan kekuatan untuk pergi dari bumi, setelah keyakinan tentunya.

Ellen, oh, Sam. Ellen. Aku tahu ia amat mencintaiku. Bahkan ia sanggup menolak pinangan banyak lelaki, demi menunggui kegilaanku ini. Aneh, kan, Sam, dengan cinta itu? Apa ini yang dinamakan cinta sejati dari seorang wanita? Kadang aku tak habis pikir dengan wanita. Gila dengan cinta persis aku gila dengan langitku. Sam, jangan salahkan pilihanku ini, ya. Satu yang kupegang, Israk-Mikraj. Mungkin seperti itu perjalananku saat ini. Namun aku tidak mengendarai apa-apa. Terbang bersama Dukhaan.

Salam

Sebastian

NB: Kamu lihat ribuan kertas yang kuremukkan di lantai itu? Itu adalah seluruh kekesalanku tentang masalah ini. Betapa sulit merumuskan kecepatan cahaya agar tubuh tidak terurai karenanya. Oh, ya, Sam, tunggu kertas dari langit yang kujatuhkan pada tanggal 25 Desember nanti. Bacalah!

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun