Keluarga adalah tempat di mana individu memperoleh nilai-nilai sosial dan budaya, norma-norma, dan perilaku yang membentuk identitas dan kepribadian mereka. Keluarga juga dapat menjadi sumber dukungan emosional dan finansial bagi anggotanya. Namun, pengertian keluarga dapat berbeda-beda tergantung pada budaya, tradisi, dan lingkungan sosial yang berbeda. Budaya, tradisi dan lingkungan sosial mempengaruhi pola suatu keluarga salah satunya keluarga nelayan.
Nelayan biasanya tinggal di dekat pantai atau daerah pesisir, dan hidup dari hasil tangkapan mereka. Kegiatan nelayan merupakan salah satu sumber penghasilan penting bagi masyarakat pesisir di berbagai negara di seluruh dunia. Keluarga nelayan memiliki permasalahan antara lain. ketidakpastian penghasilan, kesehatan fisik, kesulitan mendapatkan pendidikan, kesulitan aspek kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Fatonah (2016) sebagian besar keluarga nelayan masih memiliki permasalahan dalam sosial ekonomi dan pemenuhan hak anak. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ramli et al. (2017), anak nelayan akan pergi melaut dimulai dari umur 8-12 tahun.
Hasil wawancara yang telah dilakukan pada dua narasumber nelayan didapatkan hasil bahwa kehidupan nelayan bisa dikatakan sejahtera dan kurang sejahtera tergantung pada kategori nelayan yang mereka tekuni. Tingkat kesejahteraan keluarga Pak Jalaluddin (salah satu narasumber kami) dapat dikatakan sejahtera, hal ini karena baik Pak Jalaluddin sendiri maupun anggota keluarga lainnya mampu merasa tercukupi dengan penghasilan Pak Jalaluddin.Â
Menurut Rari et al. (2022), mengatakan bahwa jika dilihat dari perspektif tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) maka kesejahteraan suatu penduduk tidak hanya dilihat dan diukur dari ukuran moneter, tetapi juga berdasarkan kesejahteraan subjektif atau kebahagiaan. Khaled (2015) mendefinisikan bahwa kebahagiaan atau tingkat kepuasan hidup seseorang dapat dinilai dari sejauh mana orang tersebut merasa dan menilai kualitas hidupnya dengan baik. Dengan penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa Pak Jalaluddin mampu menilai dan mendefinisikan kesejahteraan hidup keluarganya dengan baik.
Salah satu variabel yang diteliti oleh Rari et al. (2022) adalah mengenai jumlah tanggungan generasi sandwich dan non generasi sandwich. Berdasarkan hasil penelitian variabel jumlah tanggungan keluarga adalah bahwa hasil metode crosstab, sebelum di kontrol oleh faktor lain, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada generasi sandwich yang memiliki jumlah tanggungan lebih dari 2 orang lebih bahagia dengan persenan sebesar 54,2% dibanding generasi sandwich yang memiliki jumlah tanggungan kurang dari 2 orang sebesar 50%.Â
Jika variabel ini dikorelasikan dengan Pak Jalaluddin, maka hasil penelitian tersebut berbanding lurus dengan pernyataan Pak Jalaluddin, dimana beliau mengatakan bahwa penghasilan yang beliau dapatkan sudah mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya.Â
Hampir sama dengan Pak Jalaluddin, Pak safrudin juga bekerja sebagai nelayan dengan tanggungan seorang istri dan dua orang anak. Pak safrudin tinggal di wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di dalam laut terutama hasil tangkapan ikan.Â
Pada  dasarnya  pekerjaan  sebagai  nelayan  bagi  masyarakat  sekitar  merupakan pekerjaan  yang  dilakukan  oleh  sebagian  besar  penduduk.  Setiap  manusia  pada  dasarnya memiliki  cara  dan  upaya  masing--masing  dalam  mempertahankan  kelangsungan hidupnya agar tetap dapat bertahan hidup sebagai nelayan. Pak safrudin melaut berangkat dari jam 5 pagi atau setelah subuh setiap harinya jika cuaca mendukung dan hari jumat yang digunakan untuk hari libur.Â
Pendapatan yang diperoleh Pak Safrudin tidak menetap dan terkadang hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. penghasilan yang didapat pak Safrudin berkisar 120 ribu per harinya hal itu didapatkan dari tangkapan ikan yang dijual ke pengepul. Masyarakat nelayan memiliki karakteristik khusus yang membedakan mereka dari masyarakat lain dan nelayan identik dengan kemiskinan, banyaknya jumlah anak dalam keluarga dan pendidikan yang rendah (Kusnadi, 2009).Â
Sementara biaya pendidikan anak yang tinggi menjadi salah satu faktor penghambat bagi nelayan dengan status sebagai masyarakat miskin yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya akibat ketidakpastian usaha. Kemiskinan yang melekat mengakibatkan mereka tidak mampu memberikan pendidikan yang cukup bagi anak-anaknya terutama pendidikan formal. Hal itu juga dialami oleh pak safrudin dimana anak pertama tidak melanjutkan ke perguruan tinggi akibat keterbatasan biaya sementara anak kedua cukup dan dibantu juga oleh beasiswa sekolah.
Harapan kedepan dari pak safrudin semoga pemerintah lebih dapat melihat dan memperhatikan nelayan seperti memberikan modal ataupun pemberian alat tangkap ikan atau  mesin kapal. Menurut Kusnadi (2009) penyebab lain terjadinya kemiskinan pada masyarakat nelayan adalah tekanan kehidupan yang dihadapi oleh fluktuasi musim ikan, keterbatasan kemampuan teknologi penangkapan, jaringan pemasaran yang dianggap merugikan nelayan serta sistem bagi hasil yang timpang sehingga nelayan tradisional dan nelayan buruh merupakan kelompok sosial yang paling terpuruk tingkat kesejahteraan hidupnya.Â
Nelayan kecil atau nelayan tradisional mempunyai tingkat kehidupan yang tidak banyak berubah apabila dilihat dari segi sosial ekonominya. Artinya, tingkat kesejahteraan nelayan semakin merosot jika dibandingkan masa-masa tahun 1970-an.Â
Karena tingkat sosial ekonomi dan kesejahteraan hidup yang rendah, dan nelayan merupakan lapisan sosial yang paling miskin. Sebagai bangsa yang memiliki wilayah laut luas dan daratan yang subur, sudah semestinya Indonesia menjadi bangsa yang makmur. Menjadi tidak wajar manakala kekayaan yang sedemikian besar ternyata tidak mensejahterakan. Krisis moneter dan ekonomi pada tahun 1997 diyakini sebagai puncak gunung es atas salah kelola negeri ini. Kehancuran sebuah negeri yang kaya namun rakyatnya miskin, tanahnya subur namun sandang pangan sangat mahal
Berdasarkan  hasil wawancara diatas sebagai  nelayan  yang kesehariannya  bekerja di laut sering dihadapkan dengan kondisi cuaca yang tidak menentu, seperti kondisi cuaca angin kencang, gelombang kuat sehingga aktivitas sebagai nelayan jadi terganggu. Untuk memenuhi  kebutuhan  keluarga,  mereka  tidak  bisa  berdiam  diri seperti  hanya mengandalkan  pekerjaan  di laut,  tetapi  mereka  bergerak  mencari  peluang  pekerjaan di darat, bekerja menjadi buruh bangunan, bertani ketika mempunya lahan untuk bercocok tanam,  bahkan mengerjakan  proyek  proyek  yang  ada.  Cepat  tanggap  sehingga  mereka ada  aktivitas  atau  pekerjaan  sampingan  ketika  tidak  melaut. Â
Dalam  hal  ini  masyarakat nelayan  untuk  memenuhi  kebutuhan   harus  bersungguh-sungguh  agar  meraih  hasil  yang maksimal, dan mengerjakan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab.
Kedua keluarga narasumber tersebut dapat dikatakan sebagai keluarga dengan penghasilan yang mampu mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga yang ditanggung. Meskipun, salah satu dari nelayan tersebut tidak memiliki pekerjaan sampingan baik sebagai peternak maupun petani. Struktur keluarga kedua kedua nelayan bukan termasuk kedalam keluarga sandwich namun tidak menutup kemungkinan beban atau tekanan yang di rasakan oleh kepala keluarga sebagai pencari nafkah lebih ringan daripada beban atau tekanan kepala keluarga dari keluarga sandwich. Kebutuhan akan meningkat setiap harinya, sehingga tantang kehidupan juga akan cukup banyak ditemui.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI