Hari terasa berlalu begitu cepat, kini saatnya aku pergi ke kamar mandi lantai tiga untuk menemui Natia dan Bagas.
Hawanya masih sama seperti kemarin. Bau melati kian menyengat, aku sudah siap akan kehadiran Natia. Benar saja, sedetik kemudian Natia muncul tepat di hadapanku.
"Wah kamu menepati janji!" Natia terlihat girang, padahal yang kulakukan hanyalah datang ke tempat itu seperti perkataanku kemarin.
"Aku hanya datang kembali, mengapa kamu terlihat girang seperti itu?" tanyaku.
"Sejauh ini hanya kamu yang datang dan menepati janji. Sudah sembilan kali aku tertolak, dan kamu yang pertama kali menerima permintaanku," jelasnya.
"Halo, Bagas disini." Bagas muncul dari belakang, menyela pembicaraanku dengan Natia. Kini penampilannya yang menggunakan baju basket menambah kesan rupawan padanya. Mampu membuatku gagal fokus.
"Halo Kak, aku ingin berbicara dengan Kak Natia, apa bisa?" tanyanya.
"Tentu, ada yang ingin kau sampaikan?" jawabku. Aku dapat melihat wajah Bagas yang sumringah, mungkin setelah sekian lama akhirnya dia bisa berbicara dengan kakaknya.
"Aku ingin menyampaikan bahwa sampai saat ini aku masih rindu dengan Kak Natia, aku rindu dengan canda tawa Kak Natia, masakan rumahan Kak Natia, pelukan Kak Natia, suara merdu Kak Natia, semuanya deh. Aku mau ngucapin terima kasih sama Kak Natia, aku bangga banget punya Kak Natia, maafin Bagas karena belum bisa membanggakan Kak Natia, tapi Bagas janji, Bagas akan menjadi lelaki yang hebat dan bisa membuat Kak Natia bangga di alam sana. Itu aja yang mau aku sampaikan ke Kak Natia." Bagas berucap panjang sambil menangis, aku menoleh dan melihat Natia yang terlihat murung.
"Aku juga sayang kamu, Bagas. Kamu adik sekaligus temanku satu-satunya, aku akan selalu menjagamu dari kejauhan, mengawasimu, dan menyayangimu. Aku tau seberapa rindumu padaku, karena aku pun begitu. Aku ingin sekali menangis sambil memelukmu, tapi apalah dayaku, tidak bisa menentang takdir."
Aku mengucap ulang apa yang dikatakan Natia, yang membuat Bagas semakin menangis, "Sudah ya, Natia pasti semakin sedih melihatmu menangis. Lebih baik kita mulai rencananya."