Mohon tunggu...
Alex Pandang
Alex Pandang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer

Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tembok Tua!

1 Mei 2019   13:43 Diperbarui: 16 Mei 2019   16:56 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Dokumentasi Pribadi)

Tembok tua kumuh dan bisu

Di matanya haru biru menggantung

Jadi mengeriput hampir usang

Luka menganga, hitam menganga

Ia tak punya mulut,

tapi tak butuh mulut!

Apalagi membuka mulut!

Masih berani kau menjual mulut?

Untuk apa pikirnya

Untuk apa dalihnya

Untuk apa jawabnya

Kapan kita belajar takut!?

Kemarin, dua bocah beradu gairah di dadaku!

Kemarin, dua pezinah menjilat pantat pelacur di depanku!

Kemarin, dua pengkhianat menjual kisah ditelingaku!

Kemarin, dua koruptur berbagi jatah di atas perutku!

Tapi aku selalu jujur, tak kuberi tahu mereka

Jika kemarin dua bocah justru mati lapar di depan mataku!

Akulah sang tembok ratapan!

Tubuhku sunyi, hatiku hidup, mulutku mati!

Kamulah penikmatku!

Tubuhmu daging, hatimu suara, mulutmu air!

Suaraku air mata, kaki tanganku batu!

Suaramu gejolak angkuh, kaki tanganmu serupa wabah!

Tak bicara kau nobatkan jadi emas dengan gagah!

Maka sesungguhnya panca indera mu hanya pajangan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun