(Dokumentasi Pribadi)
Tembok tua kumuh dan bisu
Di matanya haru biru menggantung
Jadi mengeriput hampir usang
Luka menganga, hitam menganga
Ia tak punya mulut,
tapi tak butuh mulut!
Apalagi membuka mulut!
Masih berani kau menjual mulut?
Untuk apa pikirnya
Untuk apa dalihnya
Untuk apa jawabnya
Kapan kita belajar takut!?
Kemarin, dua bocah beradu gairah di dadaku!
Kemarin, dua pezinah menjilat pantat pelacur di depanku!
Kemarin, dua pengkhianat menjual kisah ditelingaku!
Kemarin, dua koruptur berbagi jatah di atas perutku!
Tapi aku selalu jujur, tak kuberi tahu mereka
Jika kemarin dua bocah justru mati lapar di depan mataku!
Akulah sang tembok ratapan!
Tubuhku sunyi, hatiku hidup, mulutku mati!
Kamulah penikmatku!
Tubuhmu daging, hatimu suara, mulutmu air!
Suaraku air mata, kaki tanganku batu!
Suaramu gejolak angkuh, kaki tanganmu serupa wabah!
Tak bicara kau nobatkan jadi emas dengan gagah!
Maka sesungguhnya panca indera mu hanya pajangan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H