Pada bagian ini penulis ingin menyederhanakan poin-poin penting dari uraian analisis di atas. Pertama, penulis menduga kuat bahwa proses penyusunan Perpres 51/2014 tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Kedua, penulis mempertanyakan bagaimana pertimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup pada saat penyusunan Perpres 51/2014. Ketiga, penyusunan Perpres 45/2011 jo. Perpres 51/2014 dilakukan tanpa penyelarasan dengan RZWP3K Provinsi Bali. Keempat, penetapan Teluk Benoa sebagai KKM (penerbitan KepmenKP 46/2019) dilaksanakan tanpa adanya RZWP3K Provinsi Bali. Kelima, KepmenKP 46/2019 adalah diskresi pejabat pemerintahan yang solutif.
Rekomendasi
Kondisi yang terjadi saat ini sangatlah kompleks. Bagaimana upaya yang dapat ditempuh?
Pertama, Pemerintah pusat, khususnya Kementerian Koordinator segera melakukan pembaruan pada PP 26/2008 jo. PP 13/2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Mengapa? Karena UU 26/2007, UU 27/2007 jo. UU 1/2014 dan UU 32/2009 mengamanatkan sebuah keterpaduan. Terlebih lagi, saat ini telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut. Akan lebih baik jika Pemerintah juga segera menyelesaikan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
Kedua, Pemerintah Pusat bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi Bali mempercepat terbitnya RZWP3K Provinsi Bali serta mempercepat penyusunan RPPLH, KLHS Provinsi Bali serta Rencana Induk Reklamasi (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Perpres 122/2012). Hal ini penting agar Rencana Tata Ruang untuk Provinsi Bali sejalan dan sinkron dengan RZWP3K, RPPLH, KLHS dan Rencana Induk Reklamasi.
Ketiga, mengingat bahwa seluruh proses penyesuaian peraturan tersebut akan memakan waktu, sangat dianjurkan agar proses reklamasi dihentikan sementara. KepmenKP 46/2019 merupakan produk hukum yang tepat untuk menjaga status quo. Mengapa demikian? Selain uraian pada analisis 5, dalam pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) prinsip kehati-hatian haruslah diutamakan. Lingkungan hidup adalah suatu hal yang rentan, oleh karenanya pendekatan pencegahan lebih perlu dikedepankan. Saat ini, menjaga Teluk Benoa ada pada kondisi alamiahnya lebih baik sampai ada kajian yang komprehensif sebagaimana dimaksud pada poin rekomendasi pertama dan kedua. Pembangunan pada Teluk Benoa bisa jadi dapat dilakukan, bisa jadi tidak dapat dilakukan. Keputusan mengenai hal ini harus didasarkan pada kajian mendalam terlebih dahulu yang tercantum dalam RZWP3K, KLHS dan Rencana Induk Reklamasi.
Keempat, masyarakat harus berperan aktif dan mengawal pemerintah untuk melaksanakan poin pertama dan kedua. Upaya lain yang dapat ditempuh oleh masyarakat, dalam hal pemerintah terlihat enggan untuk melaksanakan perbaikan regulasi seperti yang telah disebutkan di atas, adalah dengan mengajukan uji materi Perpres 45/2011 jo. Perpres 51/2014 ke Mahkamah Agung. Pasal 31 dan 31 A Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung memberikan hak bagi setiap orang untuk melakukan uji materi peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang.
Demikian sedikit pandangan dari penulis. Semoga dapat mencerahkan. Masukan dari pembaca tentu sangat diharapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H