Mohon tunggu...
56 BIMBINGANKEMASYARAKATAN
56 BIMBINGANKEMASYARAKATAN Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Kementerian Hukum dan HAM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penganiayaan Anak di Ponpes Nurul Huda: Studi Kasus Peran dan Tanggung Jawab Sosial Pendidikan Agama Islam

13 Mei 2023   08:17 Diperbarui: 13 Mei 2023   08:18 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini disusun oleh:

  • Rafi Hafidz
  • Imaduddin Hamzah

PENDAHULUAN

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang berperan penting dalam pembentukan karakter santri. Sebagai institusi yang memiliki tugas mengajarkan agama dan nilai-nilai kebaikan, pesantren memegang tanggung jawab sosial yang besar dalam membentuk generasi muda yang berkualitas dan bermoral. Namun, kasus kekerasan yang terjadi di beberapa pesantren menunjukkan bahwa peran dan tanggung jawab sosial pendidikan agama Islam dalam membentuk karakter santri masih perlu ditingkatkan. Salah satu kasus kekerasan yang menimpa santri di Pondok Pesantren Nurul Huda di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, menunjukkan kurangnya pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh pimpinan dan pengurus pesantren. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menganalisis peran dan tanggung jawab sosial pendidikan agama Islam dalam kasus tersebut dan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam di pesantren.

Selain itu, kekerasan yang terjadi di pesantren juga dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam. Kondisi ini mengharuskan para pimpinan dan pengurus pesantren untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas pendidikan agama Islam di pesantren, sehingga masyarakat percaya bahwa pesantren dapat menjadi lembaga pendidikan yang aman dan berkualitas bagi anak-anak mereka. Oleh karena itu, penelitian mengenai peran dan tanggung jawab sosial pendidikan agama Islam di pesantren menjadi sangat penting untuk ditingkatkan kualitas pendidikan agama Islam di Indonesia dan memperkuat peran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang bermartabat.

Kasus kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren Nurul Huda juga berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang ini menetapkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi serta mendapatkan pemenuhan hak-haknya yang berkaitan dengan tumbuh dan berkembang secara optimal. Dalam kasus ini, santri yang menjadi korban pemukulan hingga meninggal dunia merupakan anak di bawah umur, sehingga berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan. Pimpinan dan pengurus pesantren, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas santri yang berada di bawah pengawasannya, juga memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan memastikan hak-hak anak terpenuhi sesuai dengan Undang-Undang tersebut. Oleh karena itu, penegakan hukum dalam kasus kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren Nurul Huda harus dilakukan dengan tegas dan seadil-adilnya sebagai bentuk perlindungan dan keadilan bagi korban anak yang menjadi korban kekerasan tersebut.

Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk menganalisis peran dan tanggung jawab sosial pendidikan agama Islam dalam kasus pemukulan dan kematian korban di Pondok Pesantren Nurul Huda. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan di pesantren serta untuk memberikan rekomendasi kepada pimpinan dan pengurus pesantren dalam meningkatkan kualitas dan profesionalitas pendidikan agama Islam di pesantren. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan agama Islam, serta dapat menjadi acuan bagi para akademisi dan praktisi dalam mengatasi masalah kekerasan yang terjadi di pesantren.

PEMBAHASAN

Pada tanggal 23 April 2021, sekelompok santri di Pondok Pesantren Nurul Huda, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, diduga melakukan pemukulan terhadap tiga santri lainnya yang berbeda kamar. Akibatnya, salah satu korban meninggal dunia. Setelah menerima laporan dari keluarga korban, pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan menetapkan sembilan santri sebagai tersangka pada tanggal 25 April 2021. Empat dari sembilan tersangka masih berstatus anak di bawah umur, sementara lima lainnya sudah dewasa. Selama proses penyidikan, kepolisian menyita sejumlah barang bukti, seperti kayu dan besi yang diduga digunakan untuk melakukan pemukulan. Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, Kejaksaan Negeri Bangkalan menetapkan semua tersangka sebagai terdakwa pada tanggal 27 Mei 2021. Selama persidangan, terungkap bahwa korban meninggal dunia karena terlalu banyak dipukul dengan benda keras oleh para tersangka. Lima terdakwa dewasa dijatuhi hukuman penjara antara 7-12 tahun, sementara empat terdakwa anak di bawah umur dijatuhi hukuman bimbingan dan pemasyarakatan selama 3 tahun.

Berdasarkan kasus tersebut, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan di pesantren tersebut. Faktor pertama adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran akan pentingnya hak-hak anak serta perlindungan anak dari kekerasan. Hal ini terlihat dari kurangnya tindakan yang dilakukan oleh pengurus pesantren ketika menerima laporan mengenai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh santri terhadap santri lainnya. Selain itu, kurangnya pendidikan tentang hak-hak anak dan perlindungan anak juga membuat santri tidak menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk dilindungi dari kekerasan.

Faktor kedua adalah kurangnya pengawasan dan pemantauan oleh pimpinan dan pengurus pesantren terhadap kegiatan dan perilaku santri di dalam pesantren. Kekurangan pengawasan ini dapat memicu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh santri, dan dalam kasus ini tindakan kekerasan tersebut tidak dapat dihindari dan berakhir dengan korban meninggal dunia.

Faktor ketiga adalah kurangnya penanganan dan pengawasan terhadap santri yang memiliki perilaku kekerasan. Dalam kasus ini, santri pelaku pemukulan tidak dikenakan sanksi yang tegas oleh pengurus pesantren, sehingga membuat pelaku merasa bebas untuk melakukan tindakan kekerasan yang lebih parah dan merugikan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan profesionalitas pendidikan agama Islam di pesantren, perlu dilakukan beberapa langkah strategis. Pertama, perlunya pendidikan dan sosialisasi yang lebih intensif tentang hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan. Kedua, perlunya penguatan pengawasan dan pemantauan dari pimpinan dan pengurus pesantren terhadap kegiatan dan perilaku santri di dalam pesantren. Ketiga, perlunya penanganan dan pengawasan yang tegas terhadap santri yang memiliki perilaku kekerasan, sehingga dapat mencegah terjadinya kekerasan yang lebih parah di kemudian hari.

Dalam hal ini, pimpinan dan pengurus pesantren memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas dan profesionalitas pendidikan agama Islam di pesantren, termasuk memastikan bahwa hak-hak anak terpenuhi sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren juga memiliki tanggung jawab sosial untuk mencegah terjadinya kekerasan dan melindungi santri dari tindakan kekerasan di lingkungan pesantren. Oleh karena itu, langkah-langkah yang dilakukan oleh pimpinan dan pengurus pesantren dalam mengatasi masalah kekerasan di pesantren sangat penting dan perlu terus ditingkatkan demi menciptakan lingkungan pesantren yang aman, nyaman, dan mendukung perkembangan santri secara optimal.

Selain itu, perlu juga dilakukan upaya untuk memberikan pendidikan yang lebih holistik dan komprehensif kepada santri, termasuk pendidikan tentang nilai-nilai agama, moral, dan sosial yang dapat membantu santri dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang positif. Pendidikan agama yang holistik dan komprehensif dapat membantu santri memahami ajaran agama Islam secara menyeluruh, termasuk nilai-nilai kasih sayang, saling menghargai, dan perdamaian.

Dalam hal ini, pesantren dapat memperkuat kurikulum pendidikan agama yang meliputi aspek-aspek non-akademik seperti pendidikan karakter, pendidikan moral, dan pendidikan sosial. Selain itu, pimpinan dan pengurus pesantren juga dapat bekerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti pemerintah dan organisasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan.

KESIMPULAN

Kasus pemukulan hingga menyebabkan kematian santri di Pondok Pesantren Nurul Huda menjadi salah satu kasus kekerasan di pesantren yang menyedihkan. Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan anak dan keselamatan santri di pesantren. Faktor-faktor penyebab seperti kurangnya pengawasan dan pendidikan karakter yang kurang baik dapat memicu terjadinya kekerasan di pesantren. Dampak dari kasus ini sangat besar, baik bagi keluarga korban maupun masyarakat yang merasa terpukul dengan kejadian tersebut.

Kasus kekerasan di pesantren seperti yang terjadi di Pondok Pesantren Nurul Huda harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak. Peran dan tanggung jawab sosial pesantren harus diperkuat untuk memberikan pendidikan agama yang holistik dan komprehensif, sementara pengawasan dan pengendalian harus ditingkatkan agar kasus-kasus kekerasan di pesantren dapat dihindari. Pemerintah dan masyarakat juga harus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan. Hanya dengan tindakan bersama, kita dapat menciptakan lingkungan pesantren yang aman, sehat, dan mendukung perkembangan santri secara optimal.

SARAN

Perlu dilakukan upaya yang terus menerus dalam mencegah dan menanggulangi kasus kekerasan di pesantren. Peran dan tanggung jawab sosial pesantren harus ditingkatkan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, baik pengurus pesantren, orang tua santri, maupun masyarakat sekitar pesantren. Pendidikan karakter dan pendidikan sosial harus diintegrasikan dengan pendidikan agama untuk membentuk santri yang memiliki kepribadian yang baik, berkarakter, dan toleran.

Selain itu, perlu dilakukan penguatan sistem pengawasan dan pengendalian di pesantren, termasuk pengawasan terhadap anak-anak yang berada di bawah umur dan pengawasan terhadap perilaku guru dan karyawan pesantren. Hal ini dapat dilakukan melalui pengaturan dan penerapan peraturan dan kebijakan yang jelas mengenai tata tertib dan perilaku di lingkungan pesantren. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan kapasitas dan keterampilan guru dan karyawan pesantren dalam hal pendidikan agama, pendidikan karakter, dan pendidikan sosial. Pemerintah juga perlu memberikan dukungan yang cukup dalam hal pengembangan kurikulum pendidikan agama dan pelatihan bagi guru dan karyawan pesantren.

Dengan demikian, pesantren dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi santri untuk belajar dan tumbuh kembang dengan baik. Selain itu, upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan di pesantren juga harus terus dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan, agar kasus-kasus serupa tidak terulang kembali di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

CNN Indonesia. (2023). 4 Anak di Bawah Umur Terlibat Penganiayaan Maut Santri Bangkalan. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230316071146-12-925686/4-anak-di-bawah-umur-terlibat-penganiayaan-maut-santri-bangkalan. Diakses Pada 12 Mei 2023.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Modul Pelatihan Pengarusutamaan Gender dan Anak dalam Pendidikan.

Nurrohim, Arief. 2018. Menangkal Radikalisme Melalui Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Kurniawati, R. 2017. "Kekerasan di Pesantren: Upaya Penanganan dan Perlindungan Anak". Jurnal Perlindungan Anak 3(1): 28-41.

Wahyudi, E. 2018. "Kekerasan pada Anak di Pesantren: Studi Kasus di Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta". Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora 2(1): 28-39.

Harsono, A., dan M. Abdurrahman. 2019. "Kekerasan pada Anak di Lingkungan Pesantren". Jurnal Penelitian Islam dan Pendidikan 5(1): 64-76.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun