Tak ada satupun manusia yang tahu berapa dalamnya lautan.
Hanya pembuktian yang dapat menjelaskannya.
----
Hari yang paling kutunggu telah tiba. Sebuah hari bersejarah dalam hidup dan kehidupanku itu dimulai padaTanggal 24 Mei 2000, tepatnya pukul 10.15 pagi, Aku dan Bayu akhirnya menikah. Ya, menikah secara resmi dengan janji pernikahan yang sah menurut negara dan agama. Pernikahan yang juga direstui oleh kedua orangtua kami dan punya banyak saksi. Aku adalah istri bayu dan Bayu adalah suamiku.
Acara pernikahannya pun cukup ramai walaupun tidak terlalu banyak orang yang datang. Aku memang sengaja tidak mengundang banyak orang. Hanya saudara, teman dan kerabat dekat saja. Kupikir buat apa aku buang uang banyak-banyak hanya untuk sebuah pesta perkawinan? Bukankah lebih baik uangnya kupakai untuk modal atau entahlah yang pasti lebih penting daripada hanya sekadar menyewa gedung dan makan-makan. Lagipula, buat apa, sih, ngasih makan orang-orang berduit itu? Kemungkinan untuk makan enak buat mereka, kan besar. Lebih baik uangnya dibeli untuk memberi orang miskin, deh. Dijamin doa restu yang mereka berikan akan lebih tulus dibandingkan dengan orang-orang itu.
[caption id="attachment_97409" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/IsparmoWeb"][/caption]
Aku tidak terlalu peduli apa Bayu, orangtuaku dan calon mertuaku setuju dengan ide pesta perkawinanku yang sederhana itu selama aku masih menghormati mereka dengan memperbolehkan mereka mengundang teman-teman dan kerabat dekat mereka. Kuyakin mereka juga mengerti alasannya. Kalau mereka tidak mengerti, berarti mereka sama saja dengan orang-orang itu yang menganggap sebuah pesta perkawinan adalah sebuah ajang untuk show of kekayaan, kedudukan dan jabatan. I would never ever want to be near them ever, for sure!
Perkawinan bagiku adalah satu kali seumur hidup. Hopefully! So, perkawinan ini haruslah sangat special buatku. Harus seperti mimpiku selama ini. Setiap orang terutama perempuan pasti punya atau paling tidak pernahlah memimpikan pesta perkawinannya sama sepertiku. Bedanya, mungkin bentuk perkawinanannya saja. Tentu saja kalau sebuah mimpi bisa terwujud, rasanya akan berbeda. Puas dan senang! Kuyakin aku tidak akan pernah merasa puas dan senang kalau perkawinan ini tidak sesuai dengan mimpiku selama ini.
Kemudian kami berdua tinggal bersama. Tinggal di sebuah rumah yang cukup besar yang berada jauh dari pusat kota. Itu memang sudah jadi keputusan kami berdua. Kami ingin memulai kehidupan kami yang baru tanpa ada campur tangan orang lain. Biarlah kami setiap hari harus berjuang untuk bisa sampai ke 'peradaban', yang penting kami menjalaninya berdua.
Kami berdua juga memutuskan untuk bisa mandiri. Tidak ada istilah bantuan orang tua. Kecuali mobil, karena kami memang butuh dan untuk membelinya sendiri, kami belum mampu. Susah senang ditanggung berdua. Makan nggak makan, yang penting senang.
Aku juga memutuskan untuk berhenti bekerja. Walaupun sebenarnya tidak perlu, tapi aku ingin merasakan sepenuhnya menjadi seorang ibu rumah tangga. Kehidupan yang tidak pernah kubayangkan dan kupikirkan sebelumnya.
Aku hanya ingin memastikan kalau menjalani kehidupan yang baru. Yang benar-benar berbeda dari kehidupanku yang dulu.
----
"Kamu mau makan apa, sayang?"
"Hmmm....makan apa, ya?"
"Kamu lagi mau makan apa?"
"Nantilah, gampang! Kalau aku lapar, nanti aku bisa beli makanan sendiri."
"Jangan, dong! Aku mau masakin kamu!"
"Oh, ya? Memangnya kamu bisa masak?"
Sialan! Gini-gini aku jago masak. Aku, kan, lama sekolah di luar negeri. Kalau nggak bisa masak, sama aja bohong. Berarti aku masih termasuk anak manja. Tujuan orangtua mengirimku ke sana, supaya aku bisa belajar untuk bisa mengurus diri sendiri. Kalau masih harus bergantung dengan masakan orang lain, percuma saja. Aku harus bisa masak.
"Kamu kurang ajar, deh! Aku kan jago masak!"
"Masak apa?"
"Hu uh, sebel! Ya, udah pokoknya kamu rasain aja nanti!"
"Oke, deh!"
"Ya, udah. Aku masak dulu, ya!"
"Yang enak, ya sayang!"
Uuh! Gombal!
Setiap hari aku masak untuk Bayu. Pagi-pagi aku belanja di tukang sayur yang lewat di depan rumah. Setelah itu, aku pasti sibuk di dapur. Motong-motong daging, nyuci sayuran, ngiris bawang, menumis dan bahkan menggoreng kerupuk. Nggak sendirian, sih. Ada pembantu yang membantuku mengerjakannya.
Urusan membereskan rumah, mencuci naju dan menyetrika masih aku serahkan ke pembantu. Sebenarnya aku bisa mengerjakannya sendiri, tapi buat apa ada pembantu. Dia aku bayar untuk mengerjakan tugas-tugas seperti itu, kok.
Malam hari, aku menyiapkan malam malam untuk kami berdua. Kutata meja untuk kami berdua. Kuletakkan masakan yang tadi siang aku masak di sana. Kuletakkan piring, sendok, garpu dan juga gelas. Kuatur sedemikian rupa, supaya kelihatan bersih dan menggugah selera makan suamiku.
Tidak pernah aku makan malam duluan. Aku selalu menunggu Bayu, biarpun dia sering pulang larut malam. Dia juga tidak pernah malan malam di luar. Dia selalu makan malam di rumah. Kami berdua sadar, hanya waktu itulah kami bisa bersama. Bercerita tentang apa yang kami alami hari itu. Dan itu adalah penting!
Hampir setiap malam kami bercinta. Adegan percintaan yang menurutku sangat luar biasa yang membuatku merasa senang dan bahagia. Kami bisa melakukannya berkali-kali tanpa henti.Aku benar-benar menikmatinya.
Keindahan adegan percintaan kami tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata yang harus keluar dari bibir merahku ataupun gemuruh gerakan-gerakan yang tercipta. Pandangan dan sorot mata sudah bisa memastikan makna dan arti yang terkandung di dalamnya dengan penuh kebenaran dan kejujuran yang tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun juga.
Paginya, sebelum Bayu bangun tidur, aku sudah menyiapkan bekal untuk makan siangnya nanti. Kalau masih ada makanan sisa tadi malam, ya masakan itu yang aku siapkan. Kalau sudah habis, ya sebisa mungkin aku mencari alternatif. Kadang-kadang roti, kadang-kadang mie goreng, ya paling tidak nasi dengan telor ceplok.
Setelah semuanya siap, aku membangunkan Bayu dengan ciumanku yang dahsyat. Aku ingin aku adalah orang pertama yang dilihatnya pertama kali dia membuka mata. Aku juga ingin aku orang pertama yang membuat suasana hatinya senang. Kalau dia senang, akupun bahagia.
Selagi dia mandi, kusiapkan pakaian kerjanya. Mulai dari celana dalam, kaus dalam, celana panjang, kemeja, sapu tangan, dan juga kaus kakinya. Aku ingin dia selalu tampil istimewa. Paling tidak menurut pandanganku.
Kemudian dia berangkat kerja. Sebelumnya dia pasti pamitan. Dia pasti akan mencium keningku dan menyuruhku untuk berhati-hati, baru dia masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobilnya. Tidak lupa dia melambaikan tangan dan melemparkan ciumannya. Pokoknya romantis banget, deh. Seperti yang ada film-film.
----
Begitulah kehidupanku sehari-hari dalam menjalani hidupku yang baru. Tidak ada complaint atau keluh kesah. Semuanya berlangsung dengan sangat mulus.
Terkadang aku tertawa sendiri. Kok, bisa, ya? Padahal semuanya berubah secara drastis.
Aku telah membuktikan kalau aku bisa. Entah pada siapa aku membuktikannya, tapi pembuktian itu sangat penting. Paling tidak untuk diriku sendiri.
Yang aku takutkan sekarang, sampai berapa lama?
Rasa penasaran setiap manusia untuk merasakan dan mencoba permainan baru ibarat seorang bayi tiga bulan yang baru bisa merasakan kenikamatan rasa sesendok kecil pisang ambon setelah berbulan-bulan sebelumnya bertahan hidup dengan air susu ibu yang harus diminumnya setiap tiga jam sekali sejak dia lahir. Tidak ada kepastian sampai kapan bayi itu bisa terus menikmati pisang yang baru saja dirasakan dan dinikmatinya untuk terus memakan dan menikmatinya hingga akhirnya memuntahkannya sendiri tanpa alasan yang harus dijelaskan secara logika dan ilmu pengetahuan.[arbimariska]
**duetdesah itu adalah Arbi dan Mariska Lubis..!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H