Mohon tunggu...
Arbi Sabi Syah
Arbi Sabi Syah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jurnalis Komparatif.id

Jurnalis Komparatif.id dan Kreator Konten Media Sosial Blockchain.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mereka Bilang Aku “Gembrot!”

22 Maret 2011   02:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:34 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap hari aku harus menerima ucapan-ucapannya yang seperti itu. Sebagai seorang anak kecil, aku tidak mengerti apa-apa selain menerimanya begitu saja. Aku bahkan mempercayai semua ucapannya itu.

Aku menjadi orang yang selalu memandang negatif atas diriku sendiri. Aku selalu menyalahkan diriku sendiri. Aku merasa tidak pernah bisa memenuhi harapan orang lain. Aku hanyalah seorang pecundang. Aku orang yang tidak berguna. Aku tidak akan pernah bisa menjadi orang yang berhasil.

Waktu bermainku juga sangat terbatas. Hanya di sekolah dan akhir pekan saja. Itupun sangat sedikit karena aku masih harus mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh Mrs. Wina. Aku jadi tidak bisa melepaskan semua penat dan masalah yang aku hadapi. Aku menjadi semakin terpuruk dan terpuruk lagi.

----

Sudah beberapa kali aku mencoba menceritakan apa yang telah dilakukan oleh Mrs. Wina kepada mama dan juga kakak perempuanku - setiap dua minggu sekali mama datang mengunjungi apartemen kami dan setiap akhir pekan aku juga diperbolehkan pulang ke rumah. Mereka tidak percaya, apalagi selama ini kakakku yang juga diajar olehnya tidak pernah mendapat perlakuan buruk. Mrs. Wina juga sangat pandai bicara. Dia selalu memiliki dalih dan alasan atas apa yang dilakukannya sehingga papa dan mama mempercayai semua perkataannya.

Aku sangat sedih tetapi seperti biasa, aku pasrah dan menerima semuanya. Aku selalu mengira kalau aku memang patut diperlakukan seperti itu. Sama seperti hukuman yang papa berikan untukku, aku berbuat salah karena itu aku patut mendapatkan hukuman.

Kompensasi atas semua itu, aku jadi memiliki sebuah kebiasaan buruk, yaitu makan. Aku akan makan semuanya dan selama masih ada makanan dan kesempatan untuk makan, aku akan melahapnya. Tak jarang aku mencuri-curi makanan untuk kubawa ke kamar tidurku. Kemudian di sana aku akan menghabiskan semuanya sampai benar-benar ludes.

Akibatnya, tubuhku menjadi semakin membesar. Bobot tubuhku semakin besar dan besar. Aku menjadi seorang gadis yang sangat gemuk. Benar-benar gemuk!

Kesabaran orang pasti ada batasnya dan begitu juga dengan kesabaranku menghadapi Mrs. Wina. Setelah sekian lama menerima semua hukuman dan cercaan yang dia berikan, kesabaranku mulai hilang juga. Apalagi kemudian aku menganggap kalau semua itu sudah kelewat batas, kesabaranku pun bisa hilang. Aku bisa bangkit dan melawan.

Aku masih ingat waktu itu Mrs. Wina sedang marah besar karena anak-anaknya bandel dan rewel terus. Begitu aku sampai di rumah, aku juga melakukan kesalahan yang menurutnya sangat luar biasa. Dia benar-benar sangat marah dan kelihatan seperti orang gila. Wajahnya merah padam dan matanya memandangku dengan tatapan yang sangat mengerikan. Aku sangat ketakutan.

Tak lama kemudian dia pergi masuk ke dalam kamar, lalu kemudian balik lagi ke ruang tempatku belajar. Tangannya menggenggam sebuah gunting yang diacung-acungkan ke arahku. Kemudian dia menjambak rambutku dan berteriak-teriak. Dia mengancam akan menggunting rambutku dengan gunting yang dipegangnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun