Mohon tunggu...
Arbi Sabi Syah
Arbi Sabi Syah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jurnalis Komparatif.id

Jurnalis Komparatif.id dan Kreator Konten Media Sosial Blockchain.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mereka Bilang Aku “Gembrot!”

22 Maret 2011   02:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:34 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk bisa masuk sekolah di sana dan supaya aku tidak ketinggalan kelas, aku harus belajar ekstra ketat. Setiap hari ada guru privat, Mrs. Wina, yang datang untuk mengajar semua pelajaran, seperti matematika, bahasa Inggris, dan Mandarin, mulai dari pagi sampai sore hari. Waktu istirahat hanya dipergunakan untuk makan saja dan itupun hanya setengah jam. Selebihnya aku harus belajar dan belajar terus.

Pernah sekali waktu aku kabur dan pergi makan siang ke luar apartemen. Sudah dipastikan aku jadi terlambat kembali ke rumah. Mrs. Wina sangat marah dan sebagai hukuman, aku harus mengerjakan tugas lebih banyak lagi.

Keadaan yang paling parah adalah ketika aku akhirnya tinggal di rumahnya. Dia sangat galak dan pemarah. Dan kalau marah, dia bisa jadi sangat sadis dan tidak berprikemanusiaan. Bila aku melakukan satu kesalahan saja, misalnya ada pekerjaan rumah yang salah, aku pasti akan dipukulnya.

Pernah sekali waktu aku pulang ke rumahnya dan membawa nilai ulangan di bawah angka 80. Dia sangat marah dan aku mendapat ganjaran pukulan rotan sebanyak 50 kali! Aku sudah memintanya untuk berhenti tetapi dia terus saja memukulku sampai hitungannya selesai.

Bagaimana rasanya? Aduh, sakitnya minta ampun! Kakiku memar dan bengkak-bengkak. Jalan pun susah. Aku sangat kesakitan. Sampai sekarang pun, bila aku mengingat kejadian waktu itu, aku masih bisa merasakan rasa sakit seperti yang aku rasakan waktu itu.

Bukan hanya hukuman pecutan rotan yang aku terima. Aku juga sering dihukum dengan tidak diberi makan malam. Waktu itu aku melakukan kesalahan dengan memberikan jawaban salah pada 61 nomor pertanyaan dari 200 pertanyaan yang diberikan. Mrs. Wina seperti biasa menjadi sangat marah dan menghukumku. Aku tidak boleh makan malam sama sekali plus harus mengulang jawaban yang salah tadi dengan benar secara berulang-ulang.

Kejadian ini bukan hanya terjadi satu dua kali saja, tetapi sangat sering. Setiap kali aku melakukan sebuah kesalahan, baik besar maupun kecil, aku pasti akan mendapatkan hukuman. Kalau tidak dipukul rotan, ya, tidak diberi makan malam.

Apalagi kalau dia sedang marah terhadap anak-anaknya, hukuman yang aku terima pasti lebih berat lagi. Entah kenapa aku yang dijadikan tempat pelampiasan semua amarahnya. Padahal, anak-anaknya jauh lebih bandel dariku dan mereka sering sekali melakukan kesalahan. Mereka tidak pernah dihukum, paling-paling hanya dimarahi saja.

Semakin sering hukuman aku terima, semakin tahan juga aku atas semua hukuman yang dia berikan. Bagiku, itu hanyalah sebuah hukuman fisik saja. Rasa sakit yang aku rasakan hanya di bagian luar saja. Jadi, kalau mau dipukul, ya silahkan saja! Beratus-ratus kali pun aku tahan!

Walaupun begitu, tanpa aku sadari, aku justru melakukan pemberontakan besar. Aku semakin membandel. Semakin sering aku melakukan kesalahan. Semuanya kulakukan dengan sengaja. Puas rasanya melihat Mrs. Wina marah dan mengamuk. Biarpun aku harus dihukum, aku tidak merasa susah. Aku justru semakin senang.

Sebenarnya bukan hanya hukuman fisik yang aku terima. Secara psikologis pun aku mendapat tekanan yang sangat besar. Mrs. Wina selalu bilang kalau aku ini anak yang bodoh. Aku anak yang tidak bisa apa-apa. Aku tidak akan pernah berhasil dan tidak akan pernah memiliki prestasi yang bisa dibanggakan. Intinya, kalau sudah besar nanti, aku tidak akan menjadi "orang" dan hanya menjadi seorang anak manja yang bergantung pada keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun