Salah satu pekerjaan terbesar Pemerintah kita adalah masalah gizi buruk yang kian memburuk. Saya berpendapat demikian karena melihat masih banyak kasus gizi buruk di Negeri ini terjadi meskipun terkesan ditutupi oleh instansi terkait demi pencapaian pembangunan global berlabel Millenium Development Goals (MDGs). Fakta di seluruh daerah di Indonesia yang masih banyak anak-anak balita menderita gizi buruk saya rasa tak bisa dibantah pejabat Departemen Kesehatan di Negeri Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta ini. Tak ada maksud menghujat Pemerintah sama sekali melalui tulisan ini, tapi saya hanya ingin mengungkapkan fakta demi penyelesaian masalah besar ini di Negara yang sedang kita tinggali ini bersama-sama.
Gambaran mengenai gizi buruk di Indonesia memang begitu pelik. Saya sering mengikuti langsung dari seminar mengenai masalah ini atau membacanya di media massa bagaimana masalah gizi buruk begitu menghantui pertumbuhan generasi kita dari Sabang sampai Meurauke. Pemerintah seharusnya mencari jalan keluar lewat penanganan gizi buruk bagi anak-anak di Negeri yang dipimpinnya ketimbang mengurusi masalah-masalah personal kelompoknya melalui berbagai bentuk pencitraan politik yang penuh intrik kebohongan.
Gizi buruk merupakan masalah yang tak kunjung usai. Target pemerintah menuju Indonesia Sehat 2010 sudah tertinggal dan kini kita sudah berada di tahun yang berbeda yaitu 2011. Tetapi kenyataannya fakta di lapangan menunjukkan bahwa kondisi yang ada saat ini jauh dari kondisi sehat. Dampak krisis yang ditimbulkan gizi buruk menyebabkan biaya subsidi kesehatan semakin meningkat. Gizi buruk juga menyebabkan lebih dari separo kematian bayi, balita, dan ibu, serta Human Development Indeks (HDI) menjadi rendah. Angka kematian bayi 35 per seribu kelahiran hidup, kematian balita 58 per seribu, dan angka kematian ibu sebesar 307 per seratus ribu kelahiran hidup. Hal ini ditunjukkan United Nations Develoment Programme (UNDP). Kebijakan kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk di Indonesia, seharusnya pemerintah dapat lebih efektif menyentuh ke akar masalah, yaitu pengawasan secara konsisten sampai tingkat daerah dan menjadikan program yang sudah ada terealisasi dengan baik.
Kini saya ajak Anda semua melihat lebih dekat seputar Gizi buruk sehingga kita semua lebih mengerti apa, mengapa, dan bagaimana gizi buruk harus ditangani oleh pemangku kewajiban di Negeri ini yang tentunya harus kita bantu bersama-sama penyelesaiannya.
Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan keduaduanya.
Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan
munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian.
Faktor Penyebab Gizi Buruk
Gizi buruk disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi. Faktor kedua, adalah dari segi kesehatan sendiri, yakni adanya penyakit kronis terutama gangguan pada metabolisme atau penyerapan makanan. Selain itu, Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah menyebutkan ada tiga
hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi buruk, yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit.