Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Lainnya - irero

Blogger yang sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ketika Kesehatan Masuk dalam Doa tapi Tidak dalam Resolusi

14 Januari 2025   09:12 Diperbarui: 14 Januari 2025   10:22 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sakit flu (Sumber: Unsplash.com/Kelly Sikkema)

Sadar atau tidak ternyata kita lebih waspada hanya ketika pandemi Covid 19. Hal ini saya sadari ketika hari-hari pertama di tahun 2025 saya habiskan dengan mengidap flu. Sepertinya bukan sembarang flu karena dibarengi dengan demam, sakit kepala dan gatal di tenggorokan.

Saya mendapatkannya dari suami yang sudah terserang lebih dulu. Suami cukup ceroboh, sudah tahu istrinya ringkih dan mudah tertular penyakit tapi tidak menjaga jarak. Kami melakukan segala aktivitas bersama sama seperti hari-hari biasanya.

Walhasil, virus flu miliknya segera mengambil alih tubuh saya. Bedanya, jika suami sembuh hanya dengan satu dua kali minum obat generik maka berbeda dengan saya. Badan saya langsung drop tak bisa apa-apa. Kami memang memiliki ketahanan tubuh yang berbeda. 

Selama beberapa hari saya harus terbaring, tak bisa memasak, beberes rumah apalagi mengejar pendingan tulisan. Barulah sekarang sudah mulai membaik dan bisa blog walking maupun mulai menulis kembali.

Rupanya kami cukup ceroboh, bukan soal penyakit ringan dan tak semenakutkan Covid 19, tapi kami cukup ceroboh untuk membiarkan virus itu berkeliaran di rumah kami.

Kalau saja flu yang suami saya alami terjadi beberapa tahun lalu ketika pandemi tentu penularannya lebih bisa dicegah. Kala itu kesadaran setiap orang untuk menjaga kesehatan dan penularan meningkat 1000%. Suami misal, akan mencuci tangan ketika pulang kerja atau dari luar rumah, menjaga jarak dengan saya dan memakai masker jika perlu.

Nyatanya hal-hal seperti itu hanya terjadi ketika pandemi Covid 19 melanda, setelah pandemi usai kami cukup abai tentang protokol kesehatan. Kami tanpa sadar mengira bahwa virus hanyalah Covid 19 sementara flu biasa tidak bisa dikategorikan sebagai virus yang perlu diwaspadai.

Yah, bagi kebanyakan orang memang seperti virus biasa yang tak perlu ditakuti tapi bagi orang rentan sakit seperti saya, bisa jadi malapetaka baru.

Cukup mengecewakan memang, menjalani minggu pertama di tahun 2025 dengan sakit. Lebih lagi, beberapa waktu lalu saya cukup banyak menyimpan materi menulis terkait libur Nataru, namun flu yang saya alami membuat saya kewalahan untuk mengeksekusi seluruhnya.

Apa yang saya alami seperti peringatan di awal tahun. Bahwa saya sejauh ini hanya berfokus dengan pencapaian-pencapaian yang diinginkan di tahun 2025 sementara kata sehat hanya sebatas doa. "Semoga sehat selalu" tanpa dibarengi aksi nyata bagaimana mewujudkan kata sehat itu. Seolah kita bebas karena sudah menyerahkannya ke Tuhan.

Yah, sehat seharusnya tidak hanya menjadi sebuah doa, ini harus masuk ke dalam list resolusi yang artinya harus bisa ditakar dan dijabarkan melalui serangkaian aksi.

Jika tidak begitu bisa-bisa doa sehat yang selalu kita panjatkan hanya akan menjadi wacana belaka. Lebih jauh, jika dibiarkan maka bisa-bisa mengganggu list resolusi yang telah kita susun

Nyesek tentunya kalau rencana kita meleset bukan karena suatu hal yang sulit diselesaikan tapi karena sakit. Lebih nyesek lagi kalau sakitnya bukan karena suatu hal yang sulit kita hindari tapi karena kecerobohan dan ketidakdisiplinan diri.

Selain tegas dengan daftar resolusi kita rupanya juga harus tegas dengan diri sendiri. Jika masih saja keras kepala, maka jumlah hari produktif di tahun 2025 kita tentu akan berkurang.

Jadi belajar dari pengalaman sakit di awal-awal tahun ini saya ingin mendisiplinkan diri melalui beberapa hal seperti berikut. Memang semuanya terdengar seperti catatan pola hidup sehat yang klasik dan usang tapi nyatanya hal itulah yang benar-benar kita perlukan namun kerap diabaikan. Ada hal-hal yang harus saya janjikan kepada diri sendiri, seperti;

Tidak Keras Kepala

Sudah tahu punya penyakit tertentu dan tidak boleh atau harus menghindari makanan A tapi terkadang kita masih saja keras kepala dan berlindung di balik kata-kata "ah cuma dikit saja", "ah sesekali saja".

Padahal yang namanya sedikit pasti lama-lama menjadi bukit. Ini memang penyakit manusia, kalau sakit sudah terasa mereka akan bertobat tapi kalau mulai sehat, kambuh lagi keras kepalanya.

Karena saya punya kolesterol maka saya punya banyak daftar makanan yang perlu dihindari baik yang sifatnya "lebih baik dihindari" maupun "boleh dimakan tapi sesekali". Sepertinya terdengar mudah tapi pada kenyataannya tidak semudah itu. Saya kerap khilaf dan memakan apa saja tanpa filter.

Ada juga kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan saya kesulitan untuk memfilter makanan yang harus dimakan. Contohnya adalah hidangan pada undangan events atau pesta pernikahan.

Makan dan Tidur Secara Teratur

Faktor pekerjaan serta deadline sering menjadi kendala utama mereka yang bekerja di bidang kreatif untuk bisa makan dan tidur teratur dan tepat waktu. Apalagi saat pekerjaan sudah dikejar waktu, rasanya lebih penting menamatkan tekanan deadline ketimbang menamatkan rasa kantuk dan lapar.

Kebiasaan ini cukup berbahaya bagi para penderita magh seperti saya. Jika dibiarkan maka selain kambuh kondisinya bisa semakin parah dan kalau sudah parah tentu akan mengganggu aktivitas-aktivitas berikutnya.

Berolahraga Secara Rutin

Apa kabar sepeda yang dibeli ketika pandemi? atau sepatu olahraga yang didapat dari hasil berburu diskon dengan susah payah? atau raket yang jaringnya benar-benar sudah menjadi rumah laba-laba?

Apakah saya atau anda menjadi salah seorang yang menelantarkan alat serta perlengkapan olahraga kita? Apakah sudah bisa dikonfirmasi bahwa kitalah yang menyebabkan mereka tak berdaya? 

Yuk mulai kembali rutin berolahraga! Mulai dari yang ringan-ringan dulu tidak apa-apa yang penting dilakukan secara rutin.

Komitmen dan Kesadaran Keluarga

Keluarga satu rumah punya peran yang cukup penting terhadap nasib kesehatan kita selama satu tahun ke depan, bahkan seterusnya. Satu anggota keluarga yang abai terhadap protokol seperti yang saya alami bisa-bisa malah menular ke anggota yang lain. Perlu kesadaran bagi anggota keluarga yang terjangkit penyakit menular untuk menjaga jarak dan melakukan protokol kesehatan.

Pengingat Rasa Sakit

Rasa sakit beserta akibat perlu kita kenang, kalau versi saya, ditulis seperti ini untuk mengingatkan bahwa saya harus disiplin dan patuh soal kesehatan kalau tidak plan dan deadline jadi taruhannya. 

Tulisan ini menjadi pengingat bahwa betapapun sempurna rencana yang telah kita susun, kalau faktor kesehatan tidak diutamakan, bisa-bisa semuanya jadi berantakan.

Akhir kata mari menjadikan kesehatan bukan sekadar doa tapi juga memasukkannya ke dalam list resolusi yang disertai tindakan atau aksi nyata untuk menjaganya. Salam sehat bagi seluruh warga Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun