Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Upaya Ibu Rumah Tangga Menyelamatkan Bumi dari Balik Pintu Rumah

20 Juni 2024   21:53 Diperbarui: 20 Juni 2024   22:25 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
irerosana (edited with Canva)

Mungkin kamu bertanya-tanya kok cuaca akhir-akhir ini semakin tidak menentu. Kadang panas, kadang hujan bahkan kadang panas yang disertai hujan. Ada apakah gerangan? Sebenarnya kita semua sedang merasakan secara langsung salah satu efek dari pemanasan global (global warming).

Global warming terjadi salah satunya adalah akibat dari meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dilepaskan ke atmosfer yang berasal dari berbagai aktivitas manusia di dunia.

Gas-gas tersebut di antaranya terdiri dari karbon dioksida (CO2), belerang dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO), gas metana (CH4) dan klorofluorokarbon (CFC). Pembakaran minyak, batubara dan bahan bakar organik lain disinyalir menyumbang jumlah karbon paling besar dan menjadi pencemar utama.

Menurut data Kompas, emisi karbon dari bahan bakar fosil meningkat dan mencapai rekor tertinggi pada tahun 2023. Data lain menyebut jumlah emisi karbon dioksida (CO2) dari fosil adalah sebesar 36,8 miliar metrik ton di tahun 2023.

Peningkatan suhu bumi salah satunya akan berdampak pada cairnya es di kutub utara. Apa yang akan terjadi kemudian? Volume air laut akan meningkat dan menyebabkan pulau-pulau kecil akan tenggelam serta banjir rob. Beberapa dampak lain dari global warming yang juga sudah dirasakan di berbagai negara antara lain kekeringan, gelombang panas, serta banjir.

Di Inggris sebanyak 2800 orang meninggal di sepanjang periode musim panas akibat suhu ekstrim hingga 40, 3 derajat celsius. Di Somalia, Kenya dan Etiopia lebih dari 21 juta orang terancam kelaparan akibat kekeringan yang berkelanjutan.  Dampak dari kekeringan tersebut sebanyak 7,5 juta orang pergi meninggalkan negaranya. Banjir badang juga terjadi di Pakistan yang menyebabkan lebih dari 1500 orang meninggal dunia. (Kompas.id)

Jika kondisi ini terus dibiarkan makan dampaknya akan semakin parah dan meluas ke seluruh negara tak terkecuali Indonesia.

Beberapa dampak lain yang ditimbulkan dari global warming antara lain ; kebakaran hutan, wabah penyakit, kabut asap (akibat dari kebakaran hutan), krisis air bersih, rusaknya terumbu karang serta naiknya suhu air laut di mana akan merusak keseimbangan ekosistem yang ada di dalamnya.

Bukan hal baru, masalah ini sebenarnya sudah menjadi konsen banyak negara sejak dari dulu. Salah satu wujud kepedulian dunia akan krisis iklim ini adalah diadakanya Paris Agreement pada Konferensi Perubahan Iklim COP ke 21 di Paris tahun 2015, di mana sebanyak 195 negara sepakat untuk menjalankan pengurangan emisi gas demi memerangi krisis iklim.

Indonesia sendiri telah menandatangani Paris Agreement pada Upacara Tingkat Tinggi di Markas Besar PBB New York pada 22 April 2016 serta meratifikasi perjanjian tersebut menjadi UU No. 16 tahun 2016. Indonesia juga berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebanyak 29% dengan kekuatan sendiri serta 41% dengan bantuan internasional pada 2030, selain itu Indonesia juga berkomitmen mencapai Net Zero Emission (NZE) sebelum tahun 2060. 

Salah satu cara yang sudah digalakkan adalah transisi energi adil yaitu upaya peralihan energi tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi saja tetapi juga memperhatikan dampak yang mungkin akan ditimbulkan. 

Mengenal Net Zero Emission

Istilah Net Zero Emission (NZE) muncul seiring diadakannya Paris Agreement tahun 2015. Net Zero Emission atau emisi nol karbon sendiri diartikan sebagai kondisi di mana jumlah emisi karbon yang dilepaskan oleh atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi.

Presiden Jokowi dalam KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim (COP28) di Plenary Al Ghafat, Expo City Dubai pada Desember 2023 lalu menyatakan komitmen bahwa Indonesia akan bekerja keras untuk mencapai nol emisi karbon sebelum 2060.

Beberapa sektor yang menjadi prioritas untuk mencapai NZE di antaranya ; Forest and Other Land Use (FOLU), energi, Industrial Process Production Use (IPPU), pertanian serta Limbah (waste).

Tantangan untuk menuju NZE 2060 bukan hanya ada pada pemerintah saja akan tetapi juga menuntut awareness serta kepedulian dari seluruh lapisan masyarakat, mengapa? Karena krisis iklim ini sudah menjadi masalah bersama di mana dampaknya pun akan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Rumah Tangga Turut Menyumbang Emisi Gas Rumah Kaca

Kontribusi peningkatan jumlah emisi karbon di atmosfer kita tidak hanya berasal dari sektor skala besar seperti industri dan pabrik-pabrik saja akan tetapi juga skala kecil yaitu rumah tangga. Yap, kalian tidak salah dengar. Kita jugalah yang menyebabkan bumi ini menjadi semakin panas. Semua itu terjadi akibat dari berbagai aktivitas keseharian yang kita lakukan.

Contohnya adalah Listrik yang kita gunakan sehari-hari yang secara mayoritas masih diproduksi dari bahan bakar fosil yaitu batu bara. Semakin banyak listrik yang kita gunakan maka semakin banyak pula batu bara yang akan dibakar dan menghasilkan emisi karbon.

Sampah yang kita hasilkan sehari-hari yang tidak diolah menumpuk juga bisa menghasilkan gas metana.  Data KLKH menyebut setiap 1 ton sampah padat akan menghasilkan 50 kg gas metane. Jumlah produksi sampah di Indonesia sendiri hanya di tahun 2023 saja mencapai 24,477,789,08 ton. Jadi bisa dibayangkan berapa banyak gas metane yang sejauh ini sudah terbentuk?!

Tidak hanya itu, kegiatan rutinitas memasak dengan menggunakan bahan bakar elpiji juga menambah jumlah emisi CO2 menjadi semakin banyak.

Peran Ibu Rumah Tangga Untuk Mengurangi Emisi Karbon

Ibu rumah tangga yang kerap dipandang sebelah mata sebenarnya mempunyai peran strategis terkait upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan di rumah. 

Ibu rumah tangga adalah pengguna energi paling banyak di dalam rumah seperti di antaranya memasak, mencuci serta penggunaan alat-alat elektronik. Ibu rumah tangga juga berperan sebagai pengambil keputusan-keputusan strategis terkait kebutuhan kerumahtanggaan seperti; apa yang akan dimasak, berapa banyak yang perlu dibelanjakan, di mana belinya dan lain-lain.

Meski terlihat sepele tapi rupaya keputusan-keputusan yang diambil oleh seorang ibu rumah tangga berimbas besar terhadap nasib bumi yang kita tinggali. Keputusan yang bijak dan terukur yang dilakukan secara persisten dan konsisten akan berdampak baik bagi lingkungan, sebaliknya sikap abai atau ketidakpedulian baik langsung maupun tidak langsung akan memperburuk keadaan. 

Lalu, apa saja yang bisa dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga untuk menyelamatkan bumi kita? Berikut hal-hal yang bisa dilakukan:

Meminimalisir jumlah sampah di rumah

Adapun cara yang bisa dilakukan agar jumlah sampah dapat diminimalisir di antaranya;

  • Melakukan budgeting sebelum berbelanja
    Sebelum berbelanja seorang IRT harus melakukan budgeting untuk mengukur serta membatasi terkait jumlah barang -barang yang akan dibelinya. Jika hal itu dilakukan maka akan mengurangi potensi terjadinya sisa barang yang kurang terpakai (leftover).

  • Memasak sesuai kebutuhan dan jumlah anggota keluarga
    Memasak berlebihan dan tanpa ukuran akan menimbulkan sisa-sisa makanan yang akan berujung menjadi timbunan sampah.

  • Menerapkan prinsip 5R (Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Rot)
    Refuse artinya kita berupaya untuk menolak penggunaan plastik sekali pakai. Salah satu contohnya adalah dengan membawa tas belanjaan sendiri ketika berbelanja.
    Reduce artinya mengurangi pembelian barang yang hanya akan menambah jumlah sampah baik dari pembungkusnya maupun dari barang itu sendiri.
    Reuse artinya menggunakan ulang contohnya ketika bepergian kita bisa membawa botol minum serta sendok dan garpu sendiri.
    Recycle artinya kita mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang punya nilai manfaat  seperti contohnya membuat vas bunga dari botol bekas serta tas lilin aroma terapi dari minyak jelantah.
    Rot artinya mengolah sampah dapur menjadi sesuatu yang berguna seperti pupuk organik dan energi biogas.


Meminimalisir jumlah penggunaan listrik 

Sadar atau tidak, setiap kemudahan yang kita dapatkan dari penggunaan alat-alat elektronik memiliki dampak terhadap lingkungan. Upaya menghemat listrik adalah cara untuk meminimalisir dampak tersebut. Upaya yang bisa dilakukan di antaranya;

  • Mematikan listrik dan alat elektronik yang tidak dipakai
    Sebagai orang dengan waktu paling banyak di rumah, IRT lebih tanggap dan sensitif jika ada alat listrik yang lupa di matikan atau dicabut.
  • Memakai alat-alat elektronik seperlunya
    Berbekal pengetahuan tentang efek GRK, sudah selayaknya IRT mengontrol penggunaan alat-alat elektronik dengan cara sebisa mungkin menghindari pemakaian berlebih atau memakai seperlunya saja.
  • Mengkampanyekan untuk hemat listrik kepada seluruh anggota keluarga
    Prinsip hidup hemat listrik jika hanya diterapkan oleh ibu saja maka akan sia-sia maka dari itu seorang ibu harus memastikan anggota keluarganya menerapkan hal serupa.

Melakukan penghijauan di rumah

Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi GRK adalah dengan lebih banyak menghasilkan gas O2 salah satunya bisa dilakukan dengan kegiatan menanam. Jika dulu menanam hanya sebatas hobi maka sekarang bisa menjadi sebuah kebutuhan.

Menanam bisa apa saja, tanaman hias seperti lidah mertua, gelombang cinta, sri rejeki atau sayur-sayuran seperti tomat, sawi, cabai dan kawan-kawannya, tergantung kebutuhan dan kondisi lahan.

Keterbatasan lahan sudah tidak lagi menjadi masalah, pasalnya sudah banyak ditemukan cara menanam di lahan terbatas contohnya teknik hidroponik (media air) namun perlu diperhatikan penggunaan listrik pada tanaman hidroponik juga akan boros energi sehingga jika memilih metode ini lebih baik menggunakan teknik hidroponik manual.

Ada juga teknik abulampot (tanaman buah dalam pot), vertikultur (menanam dengan bentuk vertikal), serta aeroponik (tanaman dengan akar menggantung di udara).

Semua cara di atas sangat ramah terhadap ibu rumah tangga karena selain dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca juga lebih hemat secara ekonomi.  Jika setiap ibu rumah tangga di Indonesia aware dan menerapkan tahap tersebut maka jalan Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission di tahun 2060 akan lebih mudah dan terbuka lebar.

Di sisi lain, hal ini membuktikan bahwa perempuan tidak hanya menjadi kelompok yang berpotensi terkena dampak saja tapi juga pemeran penting dalam  upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca.  Hal ini sejalan dengan prinsip pemberdayaan dan kesetaraan perempuan yang dianut oleh Oxfam, sebuah organisasi yang berfokus pada pemberdayaan perempuan dan laki-laki di Indonesia untuk mengatasi kemiskinan, kerentanan dan ketidaksetaraan. 

 

Source : 1, 2, 3, 4, 5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun