Permasalahan sampah masih saja menjadi PR besar bagi bangsa Indonesia!Â
Isu menyoal sampah kembali mencuat sejak keluarnya laporan Bank Dunia tahun 2020 di mana Indonesia disebut-sebut sebagai negara penghasil sampah terbesar ke 5 di dunia.
Data KLHK (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) di tahun yang sama menyebut jumlah timbunan sampah di Indonesia adalah sebesar 68,7 juta Ton per tahun. Sementara 41,27% dari jumlah tersebut merupakan sampah organik. Di sisi lain kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di beberapa titik di Indonesia berada dalam kondisi cukup kritis.
Sebut saja TPA Piyungan yang sempat ditutup karena kelebihan kapasitas pada juli 2023 lalu. Kasus tersebut sempat viral dan memunculkan istilah "Jogja darurat sampah".
Kabar lain datang dari TPA Cipayung Depok yang sempat longsor karena kelebihan kapasitas. Peristiwa ini membuat siklus pembuangan sampah warga Depok terhenti untuk beberapa minggu.
Melihat dari jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya, sepertinya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa "Indonesia darurat sampah" dengan kondisi TPA yang cukup kritis dan butuh penanganan segera.
Sampah khususnya organik, jika dibiarkan memiliki berbagai dampak negatif baik bagi kesehatan maupun lingkungan. Beberapa masalah yang mungkin muncul antara lain sarang penyakit, pencemaran air hingga polusi udara.
Tumpukan sampah organik juga berpotensi menghasilkan gas methane di mana dalam kondisi tertutup, kekurangan sinar matahari serta oksigen bisa menimbulkan ledakan. Salah satu kasus yang pernah terjadi antara lain ledakan di TPA Leuwigajah di Bandung tepatnya tanggal 21 febuari tahun 2005 lalu.
Akibat dari peristiwa tersebut 157 warga tewas serta ratusan rumah warga tertimbun longsoran. Peristiwa tersebut menjadi salah satu tragedi paling besar yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Itulah mengapa pemerintah menetapkan tanggal 21 febuari sebagai Hari Peduli Sampah Nasional.
Banyaknya permasalahan sampah rupanya menarik perhatian seorang Arky Gilang Wahab. Ia adalah salah seorang penerima SATU (Semangat Astra Terpadu) Indonesia Awards tahun 2021 dalam upaya menggerakkan sistem konversi limbah organik.
Daerah asalnya Banyumas pernah mengalami darurat sampah pasca 3 TPA ditutup paksa oleh warga. Penyebabnya adalah banyaknya timbunan sampah disertai bau tak sedap yang lambat laun mulai meresahkan serta mengganggu aktivitas warga setempat.
Arky yang merupakan lulusan Teknik Geodesi dan Geomatika ITB kemudian berinisiatif mengubah sampah organik yang ada disekitarnya menjadi pupuk organik melalui budidaya maggot.
Maggot sendiri adalah istilah lain dari belatung yang merupakan larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF) yang disinyalir mampu menguraikan sampah organik dalam waktu singkat.
Maggot memakan serta mampu mendegradasi sampah organik. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa maggot mampu mengurai sampah organik 2 hingga 5 kali berat tubuhnya selama 24 jam. Satu kilogram maggot disebut dapat menghabiskan 2 hingga 5 kilogram sampah organik per hari.
Arky sendiri memulai programnya hanya dengan modal 5 gram maggot. Â Maggot tersebut kemudian ia beri makan sampah organik sebelum pada akhirnya menjadi pupuk organik. Dari 5 gram maggot, bisa dihasilkan sebanyak 7 kg pupuk organik.
Ide-ide cemerlang tentu lebih mudah dieksekusi dengan bantuan dan dukungan dari pemerintah setempat. Dalam hal ini pemerintah Banyumas memberikan dukungan berupa tempat pengolahan bubur sampah sementara Dinas Lingkungan Hidup membantu pengumpulan serta pengiriman sampah organik yang nantinya akan dikelola.
Program yang awalnya hanya ditujukan untuk mengelola sampah di sekitar tempat tinggalnya lambat laun meluas hingga ke kecamatan lain seperti Sumbang dan Sokaraja. Setiap hari ia mampu mengolah 5 ton sampah yang berasal dari 5500 rumah dan 72 instansi pemerintah dari dua kecamatan tersebut.
Kabarnya Arky juga mulai menyiapkan mitra pengelola sampah di beberapa kota dan kabupaten tetangga seperti Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga, Magelang serta Gunung Kidul.
Program yang awalnya berskala rumah tangga, pada akhir 2020 mulai dikembangkan ke skala industri yang lebih besar.
Tak melulu berjalan mulus, program ini sempat mandeg beberapa hari yang menyebabkan terjadinya kelebihan kapasitas tampungan. Hal ini kembali menuai protes dari warga karena menimbulkan bau yang tidak sedap.
Mengatasi hal tersebut, Arky mencoba untuk berdiskusi dengan pemerintah daerah guna mencari solusi. Ia pun disarankan untuk bekerjasama dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dengan lokasi yang jauh dari pemukiman warga.
Sejak itu program Arky semakin berkembang, mulai yang awalnya bisa mengolah 3 hingga 4 ton sampah perhari kini mencapai 10 hingga 12 ton per hari.
Selain mengurangi jumlah sampah, program yang ia jalankan tentunya menjadi ladang bisnis dan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Banyak pihak terbantu melalui program ini diantaranya para karyawan dan anggota KSM. Ada juga pihak-pihak  lain seperti kelompok tani dan kelompok budidaya ikan yang menerima manfaat dari penggunaan pupuk organik yang sudah dihasilkan.
Begitu besar dampak dari kegiatan yang dilakukan Arky dan kawan-kawannya untuk lingkungan. Tak salah jika ia menerima SATU Indonesia Awards dari Astra tahun 2021 lalu.
Sementara Arky berjuang untuk menekan jumlah sampah, di berbagai tempat lain kita tengah asik menghasilkan sampah-sampah setiap harinya. Seperti waktu yang tidak bisa berhenti, seperti itulah jumlah sampah akan terus meningkat setiap hari.
Terlalu mustahil untuk meng-copy paste Arky menjadi banyak untuk mengelola sampah satu Indonesia. Yang lebih memungkinkan adalah muncul Arky-Arky baru dari berbagai daerah yang sama-sama memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan keinginan untuk menjadikan Indonesia menjadi lebih sehat dan liveable. Syukur-syukur bisa menurunkan atau bahkan menghapus peringkat Indonesia sebagai negara penghasil sampah ke 5 di dunia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H