Daerah asalnya Banyumas pernah mengalami darurat sampah pasca 3 TPA ditutup paksa oleh warga. Penyebabnya adalah banyaknya timbunan sampah disertai bau tak sedap yang lambat laun mulai meresahkan serta mengganggu aktivitas warga setempat.
Arky yang merupakan lulusan Teknik Geodesi dan Geomatika ITB kemudian berinisiatif mengubah sampah organik yang ada disekitarnya menjadi pupuk organik melalui budidaya maggot.
Maggot sendiri adalah istilah lain dari belatung yang merupakan larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF) yang disinyalir mampu menguraikan sampah organik dalam waktu singkat.
Maggot memakan serta mampu mendegradasi sampah organik. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa maggot mampu mengurai sampah organik 2 hingga 5 kali berat tubuhnya selama 24 jam. Satu kilogram maggot disebut dapat menghabiskan 2 hingga 5 kilogram sampah organik per hari.
Arky sendiri memulai programnya hanya dengan modal 5 gram maggot. Â Maggot tersebut kemudian ia beri makan sampah organik sebelum pada akhirnya menjadi pupuk organik. Dari 5 gram maggot, bisa dihasilkan sebanyak 7 kg pupuk organik.
Ide-ide cemerlang tentu lebih mudah dieksekusi dengan bantuan dan dukungan dari pemerintah setempat. Dalam hal ini pemerintah Banyumas memberikan dukungan berupa tempat pengolahan bubur sampah sementara Dinas Lingkungan Hidup membantu pengumpulan serta pengiriman sampah organik yang nantinya akan dikelola.
Program yang awalnya hanya ditujukan untuk mengelola sampah di sekitar tempat tinggalnya lambat laun meluas hingga ke kecamatan lain seperti Sumbang dan Sokaraja. Setiap hari ia mampu mengolah 5 ton sampah yang berasal dari 5500 rumah dan 72 instansi pemerintah dari dua kecamatan tersebut.
Kabarnya Arky juga mulai menyiapkan mitra pengelola sampah di beberapa kota dan kabupaten tetangga seperti Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga, Magelang serta Gunung Kidul.
Program yang awalnya berskala rumah tangga, pada akhir 2020 mulai dikembangkan ke skala industri yang lebih besar.
Tak melulu berjalan mulus, program ini sempat mandeg beberapa hari yang menyebabkan terjadinya kelebihan kapasitas tampungan. Hal ini kembali menuai protes dari warga karena menimbulkan bau yang tidak sedap.
Mengatasi hal tersebut, Arky mencoba untuk berdiskusi dengan pemerintah daerah guna mencari solusi. Ia pun disarankan untuk bekerjasama dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dengan lokasi yang jauh dari pemukiman warga.