Sayangnya, pendapat seperti itu harus terbentur realita. Sekarang bayangkan, bagi seorang kutu buku tentu tak cukup hanya membaca 1 atau 2 karya saja, artinya dia harus membeli beberapa judul untuk menuntaskan rasa haus akan bacaannya. Artinya, saya tidak lagi sedang menghitung angka-angka ratusan tapi jutaan rupiah yang harus dikeluarkan setiap bulannya.
Alasan mengapa buku mahal dan perhitungan harga buku pernah dibahas oleh Eka Kurniawan di geotimes.id. Perhitungan kurang lebihnya seperti ini, dari 100% harga buku maka 40% untuk biaya toko, 10% PPN, 5% PPN, 10% royalti penulis, 10% biaya distribusi dan sisanya adalah biaya produksi yang mencakup kertas, cetak, binding, wrapping, desain sampul, desain layout dan lain-lain.Â
Mengetahui bagaimana harga buku terbentuk beserta tingkat kualitas isi yang dihadirkan masing-masing penulis memang membawa titik terang serta jawaban mengapa buku mahal, namun tidak menjawab bagaimana konsumen mampu membayar harga tersebut.
Saya khawatir hal ini justru melemahkan minat baca masyarakat. Terlebih di saat ini banyak hal baru yang menyita perhatian dan lebih murah meriah ketimbang membaca buku seperti bermain sosial media, bermain tiktok, menonton podcast, bermain game online, dan lain sebagainya.
Hal ini juga sejalan dengan hukum ekonomi di mana minat konsumen terhadap suatu barang atau jasa salah satunya ditentukan oleh harga. Harga yang tinggi menyebabkan permintaan menurun begitupun sebaliknya. Â
Lebih jauh, harga tinggi juga akan memicu menjamurnya buku-buku bajakan yang tentunya akan lebih merugikan banyak pihak.
Soal buku bajakan, tentu sebagai penyinta buku saya keberatan dan menolak itu! Buku bajakan bukan cuma perkara kebutuhan bacaan dan harga murah saja tapi juga soal mengambil hak orang lain.Â
Tidak hanya menyakiti penulis tapi juga seluruh orang yang terlibat dalam proses penerbitan buku. Karena itulah buku bajakan tidak pernah bisa menjadi solusi bagi mahalnya harga buku (yaiyalah ya!)
Apakah ada solusi agar pembaca tidak membeli buku bajakan tapi enggan membeli buku asli yang lebih mahal? Tentu saja ada. Ada beberapa ide seperti meminjam buku di perpustakaan atau teman, mencari buku gratisan dengan mengikuti event-event buku serta ikut kuis gratis.
Tapi ide tersebut hanya menyelesaikan persoalan dari satu sisi, yaitu pembaca tapi tidak menyelesaikan persoalan dari segi penulis dan penerbit buku.
Dunia buku bisa terus berputar jika setiap pihak tetap menjalankan fungsinya, penulis menulis, penerbit menerbitkan dan mengedarkan buku, sementara pembaca membelinya. Dengan begitu siklus hidup buku tetap bisa berjalan sebagaimana mestinya.