"Rencananya seluruh bangunan akan saya perbarui mengingat usia bangunan yang cukup tua, lalu nantinya akan ditingkat jadi bisa menampung murid lebih banyak. Saya juga akan mengisi seluruh keperluan surau." Sambung Bambang.
"Kamu hilang selama 25 tahun dan sekarang tiba-tiba di sini mau merenovasi surau? Bagaimana kami bisa percaya rencanamu?" Deni meragukan niat Bambang.
"Makanya saya bikin kesepakatan melalui kontrak ini, jadi kalian tak perlu takut saya berbohong." Bambang menyodorkan draf kontrak kepada Deni.
Bambang sadar, ia harus bersabar menghadapi ke-7 teman lamanya. Melihat dari cara berpakaian dan cara mereka berdebat Bambang tahu mereka tidak seberuntung dirinya yang bisa mengenyam bangku pendidikan hingga S2.Â
Mereka juga bisa dikatakan tidak sesukses dirinya, tapi apalah arti sukses, ia yakin betul teman-temannya sudah sukses menurut takaran mereka sendiri. Seperti kata Pak Zaenal dulu, kesuksesan itu tidak terlihat dari apa yang kamu pakai dan miliki, kesuksesan itu saat kamu bisa bersyukur dengan apapun kondisimu. Sejauh kamu tidak mengeluh itulah sukses.
Meski Bambang sudah meraih karir cemerlang diusia muda namun ia tak bisa lupa dengan Zahra. Dan jika ia ingin menikahi seorang wanita, wanita itu adalah Zahra. Bambang menatap Zahra, wajahnya masih seteduh yang dulu. Apa jadinya jika perdebatan ini selesai, ia menuju ke rumah Zahra dan melamarnya? Bambang tak sabar ingin menunaikan niat baiknya.
"Ibu.....apa sudah mau buka puasa, Bu?" Suara anak kecil memecah ketegangan di antara mereka. Sontak semua orang menoleh ke arah sumber suara.
"Zulaecha sayang..." Zahra merentangkan ke dua tangan siap menyambut pelukan si anak.
"Belum boleh buka sayang, setengah jam lagi. Sabar ya sayang..." Zahra mencium pipi si anak.
Bambang bingung melihat pemandangan tersebut.
"Kakakmu mana, kok keluar sendirian, Nak?" Rudi bertanya dan disambut pelukan si anak.