Mohon tunggu...
4492 Thavarel Azuri Pratama
4492 Thavarel Azuri Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Taruna Politeknik Ilmu Pemasarakatan angkatan 55

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Jurnal Penelitian Hukum Normatif

11 September 2023   14:07 Diperbarui: 11 September 2023   21:40 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Reviewer                                         Thavarel Azuri Pratama (4492)

Dosen Pembimbing                  Bapak Markus Marselinus Soge, S. H., M. H.

Judul                                                 ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Nama Penulis                               Fariaman Laia dan Klaudius Ilkam Hulu

Jurnal                                                JURNAL MathEdu (Mathematic Education Journal)

Volume dan Tahun                     Vol. 6 . No. 2 Juni 2023

Link Artikel Jurnal                      http://journal.ipts.ac.id/index.php/MathEdu

Pendahuluan / Latar Belakang 

Jurnal  yang berjudul "ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK" ini langsung menuju pada pembahasan inti yang dimaksud oleh penulis, sehingga memudahkan pembaca dalam memahami jurnal ini.

Latar belakang jurnal ini membahas mengenai, Jenis kejahatan yang terus berkembang dari waktu ke waktu, namun kejahatan juga telah menimbulkan keresahan yang mendalam serta mengganggu keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu bentuk kejahatan yang berkembang di tengah masyarakat dan merupakan sebuah tindak pidana adalah kekerasan. Tindak pidana kekerasan ini biasanya ditujukan kepada orang yang lemah seperti perempuan dan anak. Namun seiring berkembangnya waktu, faktanya, anak bukan saja menjadi korban, namun anak telah menjadi pelaku dalam tindak pidana ini. maka sebagai Negara hukum, Indonesia akan menindaklanjuti perbuatan anak tersebut melalui jalur hukum pula.


konsideran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa: "Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu, agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Permasalahan-permasalahan mengenai anak yang berhadapan dengan hukum harus diselesaikan dengan tepat dalam rangka melindungi hak-hak anak agar mampu menjadi sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas sebagaimana telah disebutkan. Perhatian dan kepedulian terhadap anak ini dituangkan dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.


Konsep/teori dan tujuan penelitian

pelanggaran norma (gangguan ketertiban hukum), yang pelakunya bersalah dan hukumannya berguna untuk pemeliharaan ketertiban hukum dan peningkatan kesejahteraan umum, (P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang: 2014:179-180). Perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, apabila perbuatan tersebut mengandung unsur-unsur yang mendukung dan termasuk dalam syarat-syarat perbuatan pidana tersebut

Jenis/metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normative. Penelitian hukum normative meneliti kaidah atau peraturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum. Sumber data penelitian ini berasal dari data primer, data sekunder dan data tersier.

Sumber Data Penelitian

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang sifatnya mengikat masalahmasalah yang akan diteliti. Bahan hukum primer yang digunakan dalam peneliti yaitu terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Udang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
b.Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan data yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, terdiri dari tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal, makalah serta pendapat para ahli yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
c.Bahan hukum tersier merupakan bahanbahan data yang memberikan informasi atau petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, misalnya kamus hukum, internet dan lain sebagainya

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kajian perpustakaan dengan cara mengumpulkan bahan hukum.

Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah analisis data kualitatif yaitu data yang telah diinventarisasi dianalisis secara deskriptif, logis, dan sestematis. Penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif. Deduktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.

Pendekatan Penelitian

Penelitian Metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dan metode pendekatan analisis (analytical approach).

Objek Penelitian

Objek penelitian ini yakni mengkaji mengenai bagaimana kajian hukum pada tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak. Penelitian ini memfokuskan pada perlakuan hukum pada tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anak yang di kaji menurut UU No. 35 Tahun 2014 dan UU No 11 Tahun 2012.


Hasil Penelitian dan Pembahasan

M. H. Tirtaadmidjaja berpendapat bahwa penganiayaan merupakan perbuatan dengan sengaja menyebabkan oranglain terluka atau sakit. Sedangkan R. Soesilo berpendapat bahwa penganiayaan adalah memberikan perasaan tidak enak pada seseorang seperti mendorong hingga jatuh, memberikan rasa sakit seperti menyubit, memukul, membuat luka misalnya mengiris ataumenusuk dengan pisau dan merusak Kesehatan seperti membiarkan orang sakit. Tindak pidana penganiayaan terdapat pada BAB XX buku ke II pasal 351 sampai pasal 356 KUHP Anak dalam keluarga merupakan pembawa bahagia, karena anak memberikan arti bagi orang tuanya. Arti dalam hal ini mengandung maksud memberikan isi, nilai, kepuasan, kebanggaan, dan rasa penyempurnaan diri yang disebabkan oleh keberhasilan orang tuanya yang telah memiliki keturunan, yang akan melanjutkan semua cita-cita harapan dan eksistensi hidupnya. Anak dikonotasikan sebagai manusia yang belum mencapai kematangan fisik, kematangan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental, (Waluyadi: 2009:3). Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak, merumuskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan; Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU Sistem Peradilan Pidana Anak), merumuskan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, Pasal 69 ayat (2), anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenakan tindakan. Sedangkan Pasal 70, menyatakan bahwa ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbngan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi kadilan dan kemanusiaan. Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang system perdilan pidana anak tidak mengikuti ketentuan saknsi pidana yang tertuang dalam Pasal 10 KUHP itu namun membuat sanksi secara sendiri. Pidana untuk anak dimuat pada: Pasal 71KUHP, Pasal 81 KUHP, Pasal 83 KUHP. seacara formal didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidanan Anak disebutkan berlakunya keadilan restoratif (Pasal 1 ayat 6, Pasal 5 ayat (1) jo. ayat (3). Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa yang dimaksud dengan keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. Dasaar pelaksanaan hukum perlindungan anak terdiri atas dasar filosofis, dasar etis, dasar yuridis.


Kesimpulan 

Penganiayaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja menyebabkan orang lain luka dan sakit. Menuru pasal 1 angka 1 UU  perlindungan anak, anak adalah seseorang yang bekum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pada Undang-undang nomer 11 tahun 20112 tentang sistem peradilan anak, anak yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenakan tindakan (pasal 69 ayat 2). Sementarara sistem peradilan pidana anak tidak mengikuti ketentuan sanksi pidana yang tertian dalam pasal 10 KUHP namun membuat sanksi secara sendiri. Bentuk pemidanaan bagi anak terdiri atas, pidana peringatan, pidana bersyarat, pelatihan kerja, pembinaan dalam Lembaga, penjara, dan pidana tambahan. Dalam sistem peradilan anak, seorang anak yang berhadapan dengan hukum akan diupayakan dilakukan Upaya hukum restorative justice sesuai dengan Amanah pada pasal 1 ayat 6, pasal 5 ayat 1 jo ayat 3) UU nomer 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Adanya Upaya perlindungan hukum terhadap anak merupakan usaha Bersama untuk melindungi hak dari anak agar tetap dapat melaksanakan hak dan kewajibanya. Bahkan pada pasal 59 undang-undang nomor 35 tahun 2014 disebutkan bahwa pemerintah, pemda, dan Lembaga negara lainya berkewajiban untuk memperhatikan aspek perlindungan terhadap diri anak. Putusan terhadap anak antaralain pembinaan, pembimbinganm pengawasan, program Pendidikan dan Latihan, serta pembinaan institusional harus memberikan jaminan terhadap anak agar diperlakukan dengan car acara yang sesuai dengan kesejahteraan dan seimbang dengan keadaan lingkungan mereka serta perlanggaran yang dilakukanya.


Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dari penelitian ini menyajikan suatu karya ilmiah yang dapat mudah dipahami. Meskipun demikian penelitian in seharusnya dapat memberikan deskripsi yang lebih kompleks mengenai bagaimana seharusnya ketika seorang anak yang melakukan penganiayaan diperlakukan dimata hukum. Tidak hanya memberikan penjelasan mengenai anak yang berhadapan dengan hukum saja. Akan tetapi secara keseluruhan penelitian ini sudah memberikan dasar bagi pembaca untuk mengerti bagaimana perlakuan anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia. Sehingga sudah dapat memberikan gambaran mengenai perlakuan terhadap kasus anak yang melakukan penganiayaan tersebut.




Reviewer                                       Thavarel Azuri Pratama (4492)

Dosen Pembimbing                 Bapak Markus Marselinus Soge, S. H., M. H.

Judul                                                PERLINDUNGAN HUKUM ANAK SEBAGAI KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL BERDASARKAN UU NO 35                                                            TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Nama Penulis                              Made Fiorentina Yana Putri, Diah Ratna Sari Hariyanto

Jurnal                                              JURNAL INTERPRETASI HUKUM

Volume dan Tahun                   Vol. 4 No 1 April 2023

Link Artikel Jurnal                    https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juinhum/article/view/6546

Pendahuluan / Latar Belakang

Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Anak (TPESA) adalah suatu jenis kejahatan baru yang sedang berkembang di dunia sekarang ini. Kejahatan ini terdiri dari Prostitusi Anak, Pornografi Anak, Perdagangan Anak untuk Tujuan Seksual, Pariwisata Seks Anak dan Perkawinan Anak. Indonesia mencatat berdasarkan hasil putusan Mahkamah Agung selama 2010-2014, terdapat 35 kasus pornografi anak, 64 kasus prostitusi anak, 46 kasus pariwisata seks anak, dan 74 kasus perdagangan anak. Dengan kata lain ada sejumlah 219 kasus eksploitasi seksual terhadap anak. United Nations Children`s Fund (selanjutnya disebut UNICEF), anak harus mendapatkan perlindungan secara komprehensif dari adanya kekerasan, ekploitasi, dari permasalahan lainnya. Berdasarkan data KPAI terdapat 45 kasus eksploitasi anak yang terjadi di apartemen pada 2022. Jumlah tersebut berdasarkan data yang dicatatkan KPAI hingga Juni 2022. Pada kurun waktu tiga tahun terakhir, kasus eksploitasi anak-anak cukup banyak terjadi di apartemen wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Tangerang. Ada 45 kasus baik jaringan maupun luar jaringan sampai Juni 2022. Di 2021 ada 145 kasus Tiga tahun terakhir cukup banyak, di Jakarta Selatan, di Jakarta Timur, kemudian di Kelapa Gading (Jakarta Utara). Dalam melakukan aksinya, para pelaku kerap mengincar korban dengan mengiming-imingi pekerjaan yang menghasilkan banyak uang. Para pelaku kemudian menjebak korban agar menetap dan terus melakoni pekerjaannya dengan alasan kewajiban menulasi utang. Sehingga para korban akhirnya dieksploitasi secara seksual, sekaligus secara ekonomi.
Dampak negatif dari tindak pidana ini, salah satunya di era digitalisasi ini berdampak negatif terhadap pola pikir dan kesehatan mental manusia terutama anak, sedangkan dampak negatif terhadap korban eksploitasi seksual menghadapi beberapa konsekuensi emosional, psikologis, serta fisik yang parah. n peraturan perundang-undangan Indonesia tidak mengatur eksploitasi seksual anak dalam suatu perundang-undangan atau bagian di dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Permasalahan yang terjadi adalah definisi tindak pidana eksploitasi terhadap anak di dalam peraturan perundang-undangan masih sangat abstrak. Meskipun pelarangan terhadap perbuatan tersebut disebutkan, namun larangan tersebut masih sangat kabur dan unsur-unsur dari perbuatan yang dilarang tersebut tidak dicantumkan. Unsur eksploitasi seksual perlu dijabarkan sehingga memiliki makna yang berbeda dengan tindak pidana kekerasan seksual pada anak. Penelitian ini fokus pada hak-hak yang diberikan kepada anak sebagai korban eksplotasi seksual dan pemulihan terhadap anak sebagai korban eksploitasi seksual.

Konsep/teori dan tujuan penelitian

Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa dikemudian hari. Jika mereka telah matang dari pertumbuhan fisik maupun mental dan sosialnya maka tiba saatnya menggantikan generasi terdahulu. United Nations Children`s Fund (selanjutnya disebut UNICEF), anak harus mendapatkan perlindungan secara komprehensif dari adanya kekerasan, ekploitasi, dari permasalahan lainnya

Jenis/metode penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif

Sumber Data Penelitiana

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang sifatnya mengikat masalahmasalah yang akan diteliti. Bahan hukum primer yang digunakan dalam peneliti yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
b.Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan data yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, terdiri dari tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal, makalah serta pendapat para ahli yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
c.Bahan hukum tersier merupakan bahanbahan data yang memberikan informasi atau petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, misalnya kamus hukum, internet dan lain sebagainya

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kajian perpustakaan dengan cara mengumpulkan bahan hukum. Bahan hukum yang digunakan dalam peneliti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang bersifat deskriptif dipergunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis jawaban atas permasalahan penelitian. Bahan hukum berasal dari bahan hukum primer yakni Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.


Pendekatan Penelitian

pendekatan yang dipergunakan yaitu Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Peneliti menggunakan Pendekatan Perundang-Undangan dan Pendekatan Kasus karena yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban eksploitasi seksual berdasarkan UU No. 35 Tahun JURNAL INTERPRETASI HUKUM VOL. 4 NO 1 2023 103 2014 tentang Perlindungan Anak serta kasus yang berkaitan dengan eksploitasi seksual anak yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini.

Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini yakni mengkaji dasar hukum yang berkaitan dengan perlindungan hukum anak sebagai korban eksploitasi seksual yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada diri setiap anak yang dilahirkan telah melekat hak-hak yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah dan pemerintah daerah. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Pertama Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tujuan perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhnya hak-hak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Perlindungan anak sebagai korban kejahatan eksploitasi seksual tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 59 ayat 2. Menurut Ahmad Kamil perlindungan anak merupakan pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Dukungan yang dibutuhkan guna mewujudkan perlindungan atas hak anak di Indonesia diatur Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tersebut menyebutkan bahwa negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak yang menjadi korban tindak pidana pelecehan seksual berhak untuk mendapat perlindungan sebagaimana hak anak yang diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 15. Pasal 9 ayat 1 point a "Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain". Hak-hak anak yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, pada kenyataannya implementasi hak-hak anak dalam undang-undang masih jauh dari harapan. Melihat masih terus terjadi kasus-kasus eksploitasi anak secara seksual yang meningkat dari tahun ke tahun. Hak-hak anak ini belum terpenuhi sesuai dengan perundang-undangan, hak-hak anak tidak terpenuhi secara maksimal. Artinya adanya Undang-Undang Perlindungan Anak belum bisa diimbangi dalam implementasinya terhadap anak. Perlindungan hukum yang diatur dalam bentuk regulasi serta penerapannya yang diharapkan dapat memberikan jaminan terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat manusia.
Dampak yang terjadi pada anak korban eksploitasi seksual ditandai dengan adanya powerlessness, dimana korban merasa tidak berdaya dan tersiksa ketika mengungkap peristiwa pelecehan seksual tersebut. Pelaksanaan Restitusi yang dimaksud dalam pengertian secara definitif harus sesuai dengan Prinsip Pemulihan dalam Keadaan Semula (restutio in integrum). Melalui pengajuan restitusi, maka korban dapat dipulihkan kebebasan, hak-hak hukum, status sosial, kehidupan keluarga dan kewarganegaraan. Pembayaran atas kerusakan atau kerugian yang diderita, penggantian biaya-biaya yang timbul sebagai akibat jatuhnya korban seperti halnya biaya berobat dan penyediaan jasa dan hak-hak pemulihan. Hal diatas bekaitan dengan pemenuhan hak anak sebagai upaya perlindungan terhadap korban kejahatan seksual diatur dalam pasal 71 D Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa korban (anak) berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi (ganti rugi).

Kesimpulan 

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Telah mengatur Upaya perlindungan anak, yakni pad pasal 59 ayat 2, pasal 66, pasal 9, dan pasal 15. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa negara, pemerintah dan pemerintah daerah, Masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggungjawab teradap penyelenggaraan perlindungan anak. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan oendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesame peserta didik, dan/atau pihak lain. Namun demikian, hak haka nak yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 pada kenyataanya masih belum dapat menjawab harapan dari Masyarakat. Peraturan tersebut dinilai belum  mampu mengiplementasikan haka nak pada kehidupan sehari hari. Perlindungan hukum yang diatur dalam bentuk peraturan diharapkan dapat diterapkan atau bahkan menjadi jaminan terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi sesuai harkat dan martabat manusia. Struktur hukum dinilai belum efektif sehingga belum mampu untuk mengatasi angka kasus eksploitasi anak yang terus menunjukan peningkatan yang signifikan. Regulasi yang ada belum mampu memberikan perlindungan kepada korban untuk dapat melapor dan memproses hukum sebagaimana mestinya. Bahkan pelaksanaan restitusi masih dianggap kurang terlaksana dengan baik. Regulasi mengenai perlindungan pada kasus eksploitasu anak dianggap kurang memadahi karena aturan ini masih terfokus pada aspek pidana saja, belum memperhatikan bagaiana pemenuhan dan pemulihan dari segi korban yang terdamoak dari eksploitasi seksual pada anak tersebut.

Kelebihan dan Kekurangan

Penelitian ini memberikan penjelasan yang kritis mengenai regulasi dari perlindungan terhadap anak yang kurang terlaksana dengan baik. Pesan yang terdapat pada tulisan ini sangat mudah dipahami. Kajian yang dilakukan pada tulisan ini mendetail. Dalam tulisan ini diberikan deskripsi tiap tiap pasal dan bagaimana implementasinya. Akan tetapi penelitian ini belum memberikan solusi atas masalah yang ada. Seharusnya juga tulisan ini dapat ditambahkan kajian dari undang undang lain yakni dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak





Reviewer                                     Thavarel Azuri Pratama (4492)

Dosen Pembimbing              Bapak Markus Marselinus Soge, S. H., M. H.

Judul                                             Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual

Nama Penulis                           Rosania Paradiaz, Eko Soponyono

Jurnal                                           Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia

Volume dan Tahun                Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022

Link Artikel Jurnal                  https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphi/article/view/13545




Pendahuluan / Latar Belakang

Berbagai bentuk kekerasan termasuk ke dalam melanggar hak asasi manusia, kejahatan martabat kemanusiaan, dan salah satu bentuk diskriminasi yang wajib dihilngkan. Korban kekerasan seksual sebagian besar merupakan perempuan yang wajib memperoleh perlindungan baik dari negara maupun masyarakat agar korban bisa tetap hidup bebas dan terhindar dari bayang-bayang kekerasan, penyiksaan dan perlakuan yang mengarah merendahkan martab dan derajat manusia (torture, other cruel, inhuman and degrading treatment) Permasalahan kekerasan seksual sudah sering terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Namun, hukum Indonesia belum sepenuhnya memberikan konsekuensi hukum yang tegas bagi pelaku dan perlindungan bagi korban. Hanya sedikit kasus kekerasan seksual yang dibawa ke pengadilan. Hal ini disebabkan karena takutnya korban untuk melapor pada pihak berwajib dikarenakan adanya stigma buruk oleh masyarakat terhadap korban kekerasan seksual Perlindungan serta perhatian terhadap kepentingan korban kekerasan seksual baik melalui proses peradilan maupun melalui sarana kepedulian sosial tertentu merupakan bagian mutlak yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan hukum pidana dan kebijakan - kebijakan sosial, baik lembaga - lembaga sosial yang ada maupun lembaga - lembaga kekuasaan negara (Surayda, 2017). Berdasarkan hal - hal tersebut, maka timbul beberapa permasalahan antara lain pertama, bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan seksual dan kedua, bagaimanakah perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual?. penelitian kali akan berfokus pada perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual dalam hukum pidana Indonesia serta bagaimana pembuktian kasus kekerasan seksual dan urgensi Rancangan Undang-Undang penghapusan kekerasan seksual

Konsep/teori dan tujuan penelitian

Kekerasan seksual sendiri dapat diartikan sebagai terjadinya pendekatan seksual yang tidak diinginkan oleh seseorang terhadap orang lain. Perlindungan serta perhatian terhadap kepentingan korban kekerasan seksual baik melalui proses peradilan maupun melalui sarana kepedulian sosial tertentu merupakan bagian mutlak yang perlu dipertimbangkan dalam kebijakan hukum pidana dan kebijakan - kebijakan sosial, baik lembaga - lembaga sosial yang ada maupun lembaga - lembaga kekuasaan negara (Surayda, 2017).

Jenis/metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang merupakan bagian dari tipology penelitian doctrinal

Sumber Data Penelitian

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang sifatnya mengikat masalahmasalah yang akan diteliti. Bahan hukum primer yang digunakan dalam peneliti yaitu kitab undang-undang hukum pidana.
b.Bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan data yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, terdiri dari tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal, makalah serta pendapat para ahli yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
c.Bahan hukum tersier merupakan bahanbahan data yang memberikan informasi atau petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, misalnya kamus hukum, internet dan lain sebagainya.

Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang dipakai ialah data sekunder atau data yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan. Data sekunder tersebut pun dibagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu, bahak hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer adalah data yang memliki kekuatan hukum seperti peraturanperundang-undangan,sedangkan bahan hukum sekunder dan tersier adalah data pendukung bahan hukum primer seperti penelitian- penelitian terdahulu yang telah terpublikasi dan buku- buku yang terkait

Teknik Analisis Data

Analisis data pada pnelitian ini menggunakan analisis deskriptif-kualitatif untuk memperoleh kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Tampubolon, 2016).
Pendekatan PenelitianPendekatan penelitian yang dipakai ialah pendekatan konseptual dan perundang-undangan

Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini yakni mengkaji dasar hukum yang berkaitan dengan perlindungan hukum seorang saksi menurut KUHAP

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Rumusan yang dimuat dalam KUHP, secara garis besar klasifikasi kekerasan seksual terbagi atas, perzinahan, persetubuhan, pencabulan, pornografi. Terkait kekerasan seksual atau pelecehan seksual tidak diatur secara jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, KUHP hanya mengatur Kejahatan Terhadap Kesusilaan. Kejahatan Terhadap Kesusilaan ini diatur dalam BAB XVI Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Seorang anak seharusnya memperoleh perlindungan harkat dan martbat di lingkungan sekitar supaya ia bisa tumbuh dan berkembang baik fisik maupun psikologisnya. Bahkan Frans Magnis Suseno berpendapat bahwa melindungi hak anak merupakan bagian dari membela HAM (Hak Asasi Manusia) (Antari, 2021). Pembuktian pada kekerasan psikis tidaklah semudah pembuktian kekerasan fisik. Karena pembuktian kekerasan fisik mudah terlihat oleh mata dan dapat dibuktikan dengan visum et repertum sedangkan bukti dari kekerasan psikis tidak terlihat karena rasa sakitnya hanya dapat dirasakan oleh korban melalui batin dan jiwanya. Oleh karena itu, upaya pengungkapan fakta dalam perkara kekerasan psikis seringkali mengalami kesulitan. Sebaik mungkin aparat penegak hukum pun harus menangani dan memberikan kepastian hukum pada korban, dan bukan malah melambatkan atau malah menghentikan proses penyelesaian kasus kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual pun haruslah tetap mendapat konsekuensi hukum yang seadil-adilnya terlapas dari apapun jabatan, keberadaan, dan kedudukan si pelaku. Pengaturan yang lebih pasti dalam mengklasifikasikan hal apakah yang termasuk menjadi kekerasan seksual menjadi amat sangat diperlukan, hal ini juga membutuhkan komitmen dari aparat penegak hukum untuk memiliki pemikiran yang terbuka dan perhatian lebih kepada korban. Karena kekerasan seksual tidak selalu mengenai paksaan atau kekerasan dalam penetrasi penis ke vagina. Terdapat banyak jenis kekerasan seksual di luar hal itu.
Pemerintah dan Komisi III DPR RI juga sedang bekerja sama melakukan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ini diperlukan karena akan mengatur tindak pidana kekerasan seksual yang secara belum lengkap dibahas di Kitab Undang- Undang Hukum Pidana. Oleh karena itu, apabila nantinya disahkan, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual ini akan menjadi ketentuan khusus atau lex specialist dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Rancangan Undang- Undang Penghapusan Kekerasan Seksual menegaskan bahwa merupakan hak korban untuk mendapatkanpendampingan dan merupakan kewajiban bagi aparat penegak hukum untuk mendampingi korban kekerasan seksual.

Kesimpulan 

Kekerasan seksual merupakan masalah yang kompleks yang diperhatikan di Inonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pasal yang ada pada KUP yang membeahas mengenai kekerasan seksual. Hal ini merupakan salah satu wujud dan upaya bahwa sistem hukum di Indonesia menentang kekerasan termasuk kekerasan seksual. Namun demikian kekerasan seksual diperlakukan sebuah regulasi yang khusus membahas tentang kekerasan seksual ini. karena kekerasan ini memiliki kompleksitas yang besar. Sehingga diperlukan adanya regulasi khusus yang mengatur tentangny. Upaya pemerintah dalam menanani kasus kekerasan ini ternyata sangat baik. Pemerintah sudah ada pergerakan untuk melakukan perancangan regulasi mengenai kekerasan pada anak yakni melalui Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Pada regulasi ini di berikan deskripsi bahwa korban mendapat hak pendampingan merupakan salah satu hal yang wajib dipenui oleh aparat penegak hukum.

Kelebihan dan Kekurangan

Pada penelitian ini telah membahas mulai dari permasalahan hingga solusi yang harus dilakukann oleh pemerintah. Penelitian ini juga memperlihatkan bagaimana keseriusan pemerintah dalam menangani masalah dalam penelitian ini. penelitian ini menggunakan bahasa yang mudah di pahami. Akantetapi, dalam penelitian ini terlalu banyak mendeskripsikan bagaimana KUHP melihat kekerasan. Penelitian ini terlalu banyak dalam membahas bagaimana tiap pasal KUHP membahas mengenai kekerasan. Seharusnya dapa lebih di fokuskan kepada bagaimana peran dan upaya pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang sedang dibahas tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun